Mengapa PPN Tumbuh di Saat Daya Beli Turun?

 

 

Oleh: Bhima Yudhistira Adhinegara

Peneliti INDEF

 

Masalah daya beli nampaknya menimbulkan polemik ditengah masyarakat. Penjualan ritel terjun bebas di tahun 2017. Beberapa perusahaan ritel mencatatkan penurunan laba besar-besaran bahkan ada yang mencapai -70%. Namun, disisi yang lain Pemerintah terus mengklaim bahwa daya beli masyarakat tidak mengalami penurunan melainkan hanya melambat. Berbagai teori pun bermunculan salah satunya dikaitkan dengan perkembangan toko online. Tentu hal ini mudah disanggah karena toko online porsinya masih dibawah 1% dari total ritel nasional.

Setelah menuduh toko online sebagai penyebab utama. Belakangan Pemerintah mengeluarkan pernyataan bahwa penurunan daya beli hanyalah mitos karena pertumbuhan pajak pertambahan nilai (PPN) bisa naik lebih dari 13% di semester I-2017. Fenomena ganjil ini perlu didalami lebih jauh. Faktanya, kenaikan pertumbuhan PPN lebih disebabkan oleh kepatuhan wajib pajak (WP) pasca tax amnesty meningkat terutama di kalangan perusahaan. Faktor lainnya adalah sebagian sudah mengaplikasikan pelaporan PPN menggunakan e-faktur. Dari situ terlihat bahwa naiknya PPN tidak mencerminkan pertumbuhan transaksi bisnis.

Lalu apa yang sebenarnya terjadi? Tidak bisa dipungkiri bahwa daya beli memang rontok sejak tahun 2014 lalu, diiringi oleh kelesuan ekonomi global yang mempengaruhi harga komoditas dan ekspor Indonesia. Selain itu terdapat beberapa faktor lain yang jadi sebab lesunya permintaan masyarakat. Pertama, penyesuaian tarif listrik golongan 900 VA sejak awal Januari hingga bulan Mei menggerogoti pendapatan masyarakat. Kenaikan tarif listrik pun tak tanggung-tanggung hingga mencapai 143%. Meskipun alasan yang digunakan Pemerintah agar subsidi lebih tepat sasaran, faktanya pencabutan subsidi listrik punya multiplier effect yang buruk bagi perekonomian.

Faktor kedua yang mempengaruhi daya beli adalah suku bunga kredit perbankan yang relatif masih mahal mengikis pendapatan masyarakat, terutama untuk mencicil kredit konsumtif seperti kendaraan bermotor dan elektronik. Saat ini suku bunga dasar kredit rata-rata berada diatas 10%, kendati Bank Indonesia sudah berulang kali menurunkan suku bunga acuan sejak 2016 lalu. Ketika pendapatan masyarakat sedang lesu, sementara suku bunga kredit masih mahal imbasnya adalah ability to pay atau kemampuan bayar cicilan utang menjadi semakin rendah. Masyarakat tengah terjepit utang, sehingga mengurangi belanja barang-barang kebutuhan pokok.

Kondisi pelemahan daya beli kalau terus dibiarkan tentu dampaknya pertumbuhan ekonomi sulit mencapai target 5,2% seperti yang ditetapkan Pemerintah. Penerimaan pajak pun terancam mengalami shortfall cukup besar di tahun ini. Pengusaha kini dirundung kecemasan. Sampai kapan kondisi ini berlangsung? Jawabannya ada di tangan Pemerintah. Mau terus menyalahkan keadaan atau memperbaiki kondisi? Kita harus terus mengingatkan Pemerintah soal paket kebijakan yang jumlahnya sudah 15 paket. Obatnya ada disitu, tapi kalau tidak diminum maka penyakitnya akan sulit sembuh.

 

BERITA TERKAIT

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…

BERITA LAINNYA DI

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…