Pemerintah Tak Serius Kendalikan Kedaulatan Pangan

Pemerintah Tak Serius Kendalikan Kedaulatan Pangan

 Jakarta – Pemerintah dinilai tak serius menciptakan kedaulatan pangan. Alasannya peningkatan produksi pangan tak seimbang dengan jumlah kebutuhan. Selain itu pemerintah kesulitan menghentikan berbagai impor pangan, khususnya beras.

 “Perlu kebijakan strategis di tingkat negara, terkait distribusi pangan, penanaman bibit dan jenis tanaman secara sustainabel untuk kebutuhan rakyat. Intinya masyarakat yang tidak cocok dengan beras, jangan dipaksakan. Perlu dikembangkan ketela dan jagung sebagai makanan pokok masyarakat,” kata Ketua FKB Marwan Ja’far dalam diskusi lar diskusi publik tentang “Kedaulatan Pangan vs Impor Beras” di Jakarta,24/2

 Marwan mengaku terkejut dengan prediksi lembaga internasional yang menyatakan, Indonesia bakal menjadi importir beras keempat terbesar di dunia. Bahkan Departemen Pertanian AS (USDA/United States Department of Agriculture) Amerika Serikat memprediksi, Republik Indonesia akan kembali mengimpor beras hingga 1,75 juta ton beras atau naik 800 ribu ton pada 2011.

  Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan tingkat konsumsi beras yang terus naik. Pada 2003, konsumsi beras penduduk Indonesia masih 135 kg tiap orang per tahun. Pada 2009 sudah naik menjadi sekitar 139 kg per orang tiap tahun. Angka konsumsi tersebut meletakan orang Indonesia sebagai konsumen beras tertinggi di dunia. Rata-rata konsumsi beras internasional hanya sekitar 60 kg/orang/tahun.

  Hal ini yang menjadi alasan pemerintah kembali membuka kran impor beras demi menjaga ketersediaan beras dalam negeri setelah pada 2008 dan 2009 impor beras ditiadakan. Jika pada tahun 2010 pemerintah mengimpor 1,2 juta ton beras, maka pada tahun 2011, impor beras diproyeksikan mencapai 1,75 juta ton. Indonesia

 Sementara itu Kepala Badan Urusan Logistik Sutarto Alimoeso mengatakan, secara pribadi tidak setuju dengan  adanya impor beras. Namun mengingat stok pangan nasional yang kurang, maka dibutuhkan upaya solutif baik ketersedian pangan, keterjangkauan pangan dan stabilitas harga pangan serta terpenuhinya sarana dan prasarana yang cukup memadai. **cahyo

BERITA TERKAIT

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global NERACA Jakarta - Perekonomian Thailand diperkirakan akan tumbuh…

SIG Tingkatkan Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Menjadi 559 Ribu Ton

  NERACA  Jakarta – Isu perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK) telah menjadi perhatian dunia, dengan…

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta NERACA Jakarta - PT Rukun Raharja, Tbk (IDX: RAJA) telah mengumumkan…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global NERACA Jakarta - Perekonomian Thailand diperkirakan akan tumbuh…

SIG Tingkatkan Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Menjadi 559 Ribu Ton

  NERACA  Jakarta – Isu perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK) telah menjadi perhatian dunia, dengan…

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta NERACA Jakarta - PT Rukun Raharja, Tbk (IDX: RAJA) telah mengumumkan…