Kedaulatan Pangan - Ketergantungan Impor Komoditas Pertanian Harus Dikurangi

NERACA

Jakarta – Anggota Komisi IV DPR RI Ichsan Firdaus memandang perlu mengurangi ketergantungan pada impor sehingga Republik Indonesia bisa sepenuhnya benar-benar mewujudkan kedaulatan pangan terhadap berbagai komoditas sektor pertanian. Menurut dia, setidaknya dalam waktu 5 tahun Indonesia bisa memotong hampir 50 hingga 60 persen ketergantungannya pada impor.

Pihaknya mendorong pemerintah agar serius mengembangkan beberapa produk hortikultura yang berdampak strategis bagi rakyat, seperti bawang putih yang masih selalu tergantung pada impor setiap tahunnya. Dengan jumlah impor bawang putih hingga sekitar 500.000 ton per tahun, hal tersebut seharusnya juga menjadi suatu peringatan bagi pemerintah.

Ichsan Firdaus, sebagaimana disalin dari Antara, pekan lalu, juga berharap pemerintah bisa mendorong agar para petani punya kepastian terhadap pasar untuk menjual dan mengembangkan produk mereka.

Sementara itu, lembaga Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyatakan bahwa pemberian akses impor ke beragam perusahaan swasta bakal bisa menurunkan harga pangan.

"Guna menurunkan harga pangan, kebijakan perdagangan seyogianya memberikan akses ke perusahaan-perusahaan swasta yang memenuhi syarat untuk berpartisipasi secara lebih bebas dalam kegiatan importasi bahan pangan pokok," kata peneliti CIPS bidang perdagangan dan kesejahteraan Hizkia Respatiadi.

Menurut Hizkia, langkah itu juga dinilai dapat memberikan suplai bahan pangan dalam jumlah yang memadai bagi masyarakat sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam peringkat ketahanan pangan.

Hizkia juga menyoroti impor sejumlah bahan pangan, seperti beras, gula, dan daging sapi, cenderung diwarnai oleh monopoli BUMN atau sejumlah kecil perusahaan swasta. "Kondisi ini mengakibatkan terbatasnya pasokan bahan-bahan pangan tersebut sehingga harganya di pasaran menjadi mahal," paparnya.

Ia mengingatkan ketahanan pangan memiliki peran yang sangat penting, terutama dalam memberantas kemiskinan. Hal tersebut karena masyarakat prasejahtera di Indonesia dapat menghabiskan hingga 50 persen pendapatannya untuk membeli bahan pangan sehingga keterjangkauan harga pangan juga akan membantu mengangkat beban yang diemban masyarakat berpendapatan rendah.

Sebelumnya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman meminta Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Agung Hendriadi untuk bisa menekan dan menstabilkan harga kebutuhan pangan masyarakat.

Data akurat yang disediakan oleh lembaga negara seperti Badan Pusat Statistik (BPS) merupakan hal yang sangat penting untuk dijaga karena kebermanfaatannya untuk strategi pangan nasional, kata seorang anggota DPR. Anggota Komisi XI DPR Elviana menegaskan lembaga seperti BPS mesti merupakan penyedia data yang riil.

Menurut dia, sistem yang ada pada lembaga statistik pada saat ini perlu dikaji ulang agar dapat memperoleh hasil informasi data dengan akurat dan valid. Politisi Partai Persatuan Pembangunan itu menegaskan pembenahan itu penting karena ketidakvalidan data statistik dapat menjadi sumber petaka.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VI DPR Viva Yoga Mauladi mengharapkan Satgas Pangan menggunakan data yang akurat karena memiliki fungsi yang sangat penting untuk mengawasi sejumlah kebutuhan pokok warga.

"Tugas satgas itu untuk melakukan stabilisasi harga secara nasional, menjamin ketersediaan, keterjangkauan, kandungan gizi yang layak terhadap pangan yang akan dikonsumsi rakyat, karena itu data yang digunakan harus akurat," kata Viva Yoga Mauladi, disalin dari Antara.

Menurut Viva, Satgas Pangan juga harus berhati-hati sehingga tidak disusupi kepentingan pihak tertentu atau terjebak dalam "moral hazard" dalam menangani suatu kasus. Politikus PAN itu juga mengingatkan bila data tidak akurat berpotensi terjadi salah kaprah dalam pengawasan dan penindakan.

Sementara itu, Ketua Komite Tetap Ketahanan Pangan Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Fransiscus Welirang menilai pentingnya akurasi data pangan nasional yang terintegrasi agar memudahkan perencanaan salah satunya stok bahan baku industri makanan.

"Intinya bagaimana akurasi data pangan statistik nasional ini sangat penting bagi kami karena dalam pertanian pasti musiman, sedangkan industri pasti butuh setiap hari apa pun produk bahan bakunya," kata Fransiscus atau yang akrab disapa Franky pada diskusi di Menara Kadin Jakarta, Kamis (27/7).

Franky menjelaskan industri terutama makanan perlu mengetahui data "real time" mengenai waktu dan musim panen serta lokasi asal pengiriman bahan baku sehingga industri bisa mengetahui lebih awal biaya logistik yang akan dikeluarkan.

Menurut dia, bahan baku dari sektor pertanian juga memiliki kerentanan mudah rusak (perishable). Oleh karena itu, dengan adanya data lokasi panen dan produktivitas, industri bisa mengetahui biaya penyimpanan, menciptakan efisiensi dan kepastian usaha. Akurasi data secara berkelanjutan juga tidak boleh dikesampingkan.

BERITA TERKAIT

Tingkatkan Kinerja UMKM Menembus Pasar Ekspor - AKI DAN INKUBASI HOME DECOR

NERACA Bali – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno bertemu dengan para…

UMKM Perikanan Potensial di 12 Provinsi Terus Didorong

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan memberikan dukungan penuh terhadap 376 Unit Pengolahan Ikan (UPI) Usaha Mikro…

Indonesia dan Tunisia Segera Tuntaskan Perundingan IT-PTA

NERACA Tangerang – Indonesia dan Tunisia segera menuntaskan Perundingan Indonesia-Tunisia Preferential Trade Agreement (IT-PTA) pada 2024. Ini ditandai dengan  penyelesaian…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Tingkatkan Kinerja UMKM Menembus Pasar Ekspor - AKI DAN INKUBASI HOME DECOR

NERACA Bali – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno bertemu dengan para…

UMKM Perikanan Potensial di 12 Provinsi Terus Didorong

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan memberikan dukungan penuh terhadap 376 Unit Pengolahan Ikan (UPI) Usaha Mikro…

Indonesia dan Tunisia Segera Tuntaskan Perundingan IT-PTA

NERACA Tangerang – Indonesia dan Tunisia segera menuntaskan Perundingan Indonesia-Tunisia Preferential Trade Agreement (IT-PTA) pada 2024. Ini ditandai dengan  penyelesaian…