BUNGA KPR SIAP DITURUNKAN JADI 5%-6% - Pemerintah Stop Sementara Subsidi Kredit Perumahan

Jakarta – Pemerintah diketahui telah menghentikan sementara penyaluran Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang merupakan dana subsidi untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Penghentian tersebut dilakukan melalui surat edaran Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Djan Faridz yang dikirimkan ke bank pelaksana penyaluran FLPP.

NERACA

Menurut Menpera Djan Faridz, saat ini, kontrak kerjasama FLPP sedang dalam tahap perpanjangan dan pembahasan dengan bank pelaksana. “Pembahasan ini harus selesai sebelum akhir bulan,” ujarnya kepada wartawan di Tangerang, Kamis (12/1).

Djan menyebut, salah satu hal yang dibahas terkait dengan penurunan suku bunga KPR. “Saya berharap suku bunga KPR FLPP nanti bisa di level 5 sampai 6 persen,” tandas dia.

Langkah Menpera menghentikan pasokan FLPP membuat resah kalangan pengembang. Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Eddy Ganefo mengaku kaget dan merasa sangat terpukul dengan dihentikannya FLPP.

“Dalam berbagai  rapat, Menpera sama sekali tidak menyebut mengenai rencana penghentian FLPP tersebut. Kok tiba-tiba FLPP dihentikan. Kan ini membuat kami terkejut,” katanya.

Menurut Eddy, Apersi yang mempunyai 800 anggota di seluruh Indonesia terdiri dari pengembang kecil dan menengah, yang kemampuan keuangannya sangat bergantung pada FLPP. “Dengan dihentikannya FLPP, terus terang sangat mengganggu cash flow pengembang,” tandasnya.

Dia menegaskan, penghentian FLPP yang mendadak itu membuat para anggotanya tidak bisa mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan tidak terduga itu.

Menurut dia, tahun lalu anggota Apersi membangun sekitar 80% dari total pasokan perumahan murah untuk rakyat. Untuk membangun rumah itu, imbuhnya, mereka tentu menggunakan dana dari rekening giro/cek mundur guna membayar pemasok, kontraktor, upah pekerja dan keperluan lainnya.

“Sehingga dengan dihentikan FLPP membuat anggota Apersi yang sudah telanjur mengeluarkan cek mundur, bisa menjadi gagal bayar (cek kosong), karena rencana pemasukan dari hasil penjualan rumah tidak jadi masuk akibat dihentikannya FLPP,” katanya.

Eddy mengaku khawatir hal itu akan berdampak pada cash flow anggota Apersi dan mereka bisa mendapat sanksi dari bank.

Eddy mengatakan, pihaknya akan menghadap ke Menpera untuk menanyakan sebab dihentikannya FLPP dan menyampaikan berbagai dampak yang timbul akibat kebijakan itu. Sebelumnya Apersi sudah mengirim surat ke Menpera, namun belum mendapat jawaban sama sekali.

Dia mengungkap, kalau penghentian FLPP itu berlangsung lama bukan tidak mungkin para anggotanya akan kolaps, yang pada gilirannya akan mengganggu realisasi pembangunan perumahan pada tahun 2012. “Ini ibarat anggota Apersi yang sedang berlari kencang, tiba-tiba direm mendadak, membuat mereka pada kejedot,” katanya.

Dalam beberapa hari ini, sambung Eddy, anggotanya sudah bertemu untuk mencari jalan keluar menghadapi masalah akibat penghentian FLPP itu.

Seperti juga Eddy, pengamat properti dari Universitas Indonesia (UI) Ruslan Prijadi mengaku terkejut dihentikannya pasokan FLPP. Dia menilai, penghentian FLPP secara tiba-tiba tidak tepat karena seluruh elemen harus disosialisasikan terlebih dahulu. “Tidak bisa kalau tiba-tiba dihentikan, karena dampaknya terhadap pemilikan rumah bersubsidi akan terganggu,” tegasnya.

Kebijakan pemerintah menghentikan FLPP, sambungnya, akan mengganggu penjualan para pengembang, karena pembelian menurun sementara pengembang harus membayar biaya konstruksinya untuk rumah yang telah dibangun. “Nah, masalahnya disini. Kan tidak semua pengembang memiliki modal kuat, ada juga kan pengembang kecil,” kata dia.

Untuk itu, lanjutnya, pemerintah harus lebih berhati-hati lagi dalam mengeluarkan kebijakan. Namun, Ruslan berharap kebijakan ini tak akan berlangsung lama, karena ia percaya akan banyak pelaku usaha perumahan yang keteteran.

Meski tidak mau merinci seberapa besar imbasnya terhadap penjualan rumah. Ia menyatakan pengaruhnya cukup besar. “Kalau seberapa besar pengaruhnya, saya belum tahu. Tetapi yang jelas itu akan sangat mempengaruhi,” jelasnya

Sementara itu, Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Setyo Maharso menegaskan, penghentian penyaluran FLPP jelas mengganggu pengembang karena banyak realisasi akad kredit kepemilikan rumah yang tertunda. “Penghentian program FLPP akan berpengaruh langsung pada realisasi kredit perumahan. Karena penghentian FLPP membuat masyarakat berpenghasilan rendah jadi terhalang aksesnya untuk memiliki rumah,” jelas Setyo.

Kendati demikian, Setyo mengakui, para pengembang bisa memahami kebijakan Kemenpera untuk menurunkan bunga kredit perumahan karena BI Rate turun. “Tapi REI sangat menyayangkan program ini berhenti begitu saja. Pengembang sangat berkepentingan program ini kembali berjalan karena menyangkut pengembalian kredit pengembang,” terang dia.

Lagi pula, imbuh Setyo, FLPP sangat cocok diterapkan untuk masyarakat berpenghasilan rendah sampai  Rp 2,5 juta per bulan.

Setyo berharap, masalah FLPP bisa selesai dalam bulan ini. “Gagasan Kemenpera menurunkan bunga kredit dari 8,15% ke 6-7% masih digodok bersama perbankan penyalur kredit,” urai Setyo.

Menurut dia, proposal kerjasama baru antara pemerintah dan pihak bank masih dalam proses pembicaraan. Dia menyebut, perbankan tentu tidak mau rugi dengan penurunan bunga kredit. “Tapi penurunan bunga kan menyangkut rakyat bawah. Proposal itu akan selesai dibahas pada 16 Januari. Jadi setelah tanggal itu, persoalan ini diharapkan bisa selesai,” tandasnya.

Setyo menuturkan, pengusaha melihat, keinginan pemerintah agar suku bunga KPR jadi lebih rendah sebagai hal wajar. Apalagi, sambungnya, dari hasil pengkajian ulang kerjasama perbankan dan pemerintah, bunga yang rendah akan membantu marketing dari pengembang.

Pengembang Terganggu

Hanya saja, lanjutnya, dengan penghentian FLPP, kinerja para pengembang pasti terganggu selama satu bulan. Target hunian ataupun realisasi kredit pasti akan terkoreksi meskipun tidak signifikan. “Makanya kami berharap masalah ini akan cepat selesai maksimal di akhir bulan ini,” tukasnya.

Di tempat berbeda, Anggota DPR RI Komisi V, Muhidin M.Said mengatakan, tidak ada penghentian penyaluran FLPP. “Yang ada hanya masalah dengan administrasi dan perpanjangan kontraknya. Karena kontrak yang lama sudah habis,” ujarnya.

Namun Muhidin menghimbau agar perpanjangan kontrak tersebut jangan berlarut larut. Alasannya, akan ada pihak yang dirugikan jika perpanjangan kontrak tersebut berlarut-larut. “Tentu masyarakat yang akan dirugikan, selain masyarakat tentunya perbankan juga ikut dirugikan,” tambahnya.

Terkait dengan bunga, Muhidin memaparkan, yang diinginkan Menpera adalah bunga itu ada di kisaran 6-7%. Hal itu yang membuat Menpera menekan agar perbankan menurunkan suku bunga bagi masyarakat kecil. Pasalnya BI rate telah turun dari 6,5% menjadi 6%.

Muhidin juga menyayangkan rendahnya minat perbankan untuk menyalurkan subsidi FLPP. Namun Muhidin menilai, sedikitnya minat perbankan karena tidak semua bank mau menurunkan suku bunganya. “Jadi hanya 4 bank yang ikut mendukung program FLPP ini,” jelasnya.

Dia juga mendesak agar Menpera segera menyelesaikan kontrak ini. “Paling tidak, kita memberikan waktu hingga akhir bulan ini. Jika masih belum selesai juga maka kita akan panggil Menpera ke DPR untuk menjelaskan semuanya yang terkait dengan melambatnya kontrak program FLPP,” pungkasnya.

Tahun lalu, Kemenpera gagal memaksimalkan peran perbankan dalam penyaluran KPR berbasis FLPP. Pasalnya, dari 100 ribu lebih unit rumah yang ditransaksikan dengan KPR FLPP, sebanyak 99,08 % atau sekitar 100 ribu unit KPR disalurkan lewat Bank Tabungan Negara (BTN). Dari 16 bank pelaksana FLPP, lebih dari 99% lebih disalurkan lewat BTN. Sisanya oleh Bukopin, BPD Sumut dan BNI. Sebelas bank lain yang juga melakukan kesepakatan kerjasama penyaluran FLPP dengan tidak berhasil merealisasikan penyaluran FLPP. Sampai akhir Desember 2011, KPR FLPP disalurkan untuk 108.471 unit.

Kementerian Perumahan menyiapkan anggaran FLPP sebesar Rp 21,62 triliun sampai tahun 2014. Pada tahun 2010, dana FLPP yang disediakan sebesar Rp 2,6 triliun. Setahun kemudian dana tersebut ditambah menjadi Rp 3,5 triliun. Pada tahun 2012 mendatang, pemerintah mengalokasi dana FLPP sebesar Rp 4,6 triliun. munib/ahmad/bari/agus

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…