Ahli : Penggunaan Pasal Makar Belum Proporsional

Ahli : Penggunaan Pasal Makar Belum Proporsional

NERACA

Jakarta - Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Eko Riyadi, menilai bahwa penggunaan pasal terkait makar dalam membatasi masyarakat masih belum proporsional terutama dalam hal kebebasan berekspresi.

"Saya menilai bahwa pembatasan kebebasan berekspresi dengan penggunaan pasal tindak pidana makar adalah tindakan yang tidak proporsional," kata Eko di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu (2/8).

Eko memberikan keterangan selaku ahli yang dihadirkan oleh pihak Pemohon dari uji materi mengenai frasa makar dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana di MK.

Eko kemudian memberikan contoh bagaimana masyarakat Indonesia dibatasi ketika mengekspresikan kebudayaan daerahnya, seperti yang dialami oleh para Pemohon. Secara prinsip negara memang memiliki kewenangan untuk membatasi, namun pembatasan itu menurut Eko harus dilakukan sesuai dengan undang-undang, memiliki alasan yang sah, demokratis, dan tidak berdasarkan kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa.

"Negara bisa membatasi ekspresi kebudayaan seperti misalnya ada budaya menikahi anak di bawah usia, ini pemerintah punya kewajiban untuk memastikan hak anak terlindungi sehingga kalau ada budaya seperti itu harus dibatasi," kata Eko.

Lebih lanjut Eko mengatakan bahwa pasal makar juga tidak tepat bila digunakan untuk masyarakat yang melakukan diskusi mengenai situasi di Indonesia."Kalau masyarakat mengkritik kekuasaan, maka harus diberi ruang," pungkas Eko. 

Eko menjadi ahli yang dihadirkan oleh Pemohon dari perkara dengan nomor 28/PUU-XV/2017, yang diajukan oleh; Hans Wilson Wader, Meki Elosak, Jemi Yermias Kapanai, dan Pastor John Jonga, serta Yayasan Satu Keadilan dan Gereja Kemah Injil di Papua Para Pemohon mengajukan uji materi Pasal 104, serta Pasal 106 hingga Pasal 110 KUHP.

Menurut Pemohon, ketentuan mengatur soal makar tersebut digunakan Pemerintah untuk mengkriminalisasi pemohon serta telah merugikan hak konstitusional Pemohon selaku warga negara.

Kesempatan yang sama, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Trisaksi Andi Hamzah berpendapat Indonesia telah salah dalam menafsirkan frasa "aanslag" atau makar yang tertuang dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP), sehingga ketentuan tersebut perlu ditinjau ulang."Ketentuan tentang aanslag atau makar perlu ditinjau ulang dalam KUHP nasional dan kembali ketentuan percobaan," ujar Andi ketika memberikan keterangan dalam sidang uji materi KUHP terkait pasal makar.

Andi memberikan keterangan selaku ahli yang dihadirkan oleh pihak Pemohon dari uji materi tersebut.

Menurut Andi, kata aanslag yang berasal dari bahasa Belanda bila diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris berarti penyerangan. Berdasarkan hal ini Andi menilai bahwa terjadi kesalahan penafsiran kata makar, padahal di negara lain tidak ada kata makar untuk mengatur perlindungan pada keamanan negara."Di dunia ini, hanya Belanda dan Indonesia yang mengatur aanslag atau makar untuk delik terhadap keamanan negara," jelas Andi. Ant

 

 

 

BERITA TERKAIT

Organisasi Nirlaba Berkontribusi Bagi Pembangunan RI

NERACA Jakarta - Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menyampaikan, organisasi nirlaba (NGO) telah membuktikan kontribusi pentingnya bagi pembangunan…

Masyarakat Menerima Hasil Pemilu dengan Kondusif

NERACA Jakarta - Pengamat politik Arfianto Purbolaksono mengemukakan bahwa masyarakat menerima hasil Pemilihan Umum 2024 yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum…

Demokrasi Adalah Jalan Capai Kebenaran

NERACA Semarang - Mantan Sekretaris Pengurus Wilayah Nadhlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah KH Hudallah Ridwan yang akrab disapa Gus Huda…

BERITA LAINNYA DI

Organisasi Nirlaba Berkontribusi Bagi Pembangunan RI

NERACA Jakarta - Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menyampaikan, organisasi nirlaba (NGO) telah membuktikan kontribusi pentingnya bagi pembangunan…

Masyarakat Menerima Hasil Pemilu dengan Kondusif

NERACA Jakarta - Pengamat politik Arfianto Purbolaksono mengemukakan bahwa masyarakat menerima hasil Pemilihan Umum 2024 yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum…

Demokrasi Adalah Jalan Capai Kebenaran

NERACA Semarang - Mantan Sekretaris Pengurus Wilayah Nadhlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah KH Hudallah Ridwan yang akrab disapa Gus Huda…