Waspada Jeratan Utang

Pemerintah sekarang menghadapi problem defisit anggaran APBN yang nilainya mencapai 29,2%. Saat ini, secara norma keuangan seharusnya menghentikan tambahan utang yang kini mencapai Rp 3.872 triliun, hampir menembus 3% dari produk domestik bruto (PDB) yang disyaratkan oleh UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Problem ini tidak ringan. Pasalnya, pemerintahan Jokowi-JK sejak 2014 hingga sekarang berutang mencapai Rp 1.100 triliun atau 30% dari total utang kumulatif negara. Ini terjadi akibat situasi perlambatan ekonomi dan agresifitas pembangunan proyek infrastruktur yang mencapai sekitar Rp 387 triliun.  Diprediksi pada tahun 2018 dan 2019 pembayaran utang dan bunga akan mencapai Rp 810 triliun, apakah pemerintah sanggup melunasinya?

Kita melihat semua sektor penggerak perekonomian terjebak dalam masalah keuangan, seperti sektor energi. Dalam Laporan Keuangan Pertamina Tahun 2016 utang pemerintah tercatat senilai Rp 23,9 triliun, yakni untuk Premium sebesar Rp 8 triliun, LPG Rp 16 triliun, dan pengadaan Bahan Bakar Minyak (BBM) TNI sebesar Rp 10 triliun. Jadi, piutang pemerintah mencapai Rp 34 triliun. Jelas ini karena likuiditas pemerintah terganggu. Belum lagi kebijakan harga tunggal BBM, agar ada azas keadilan antar-wilayah khususnya Papua, subsidi sekitar Rp 800 miliar sangat memberatkan pemerintah.

Kita melihat beban utang yang tinggi merupakan “bom waktu” pada pemerintahan berikutnya, apabila pemerintah tidak mampu melunasi utang yang akan jatuh tempo tahun 2018 sebesar Rp 390 triliun dan tahun 2019 mencapai Rp 420 triliun (total Rp 810 triliun).

Di sisi lain, wajib pajak dikejar-kejar sehingga Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi Rp 4,5 juta per bulan bagi setiap warga negara, buruh yang penghasilannya Rp 1.337.645 juga dikenakan pajak. Namun pengamat ekonomi Faisal Basri menolak asumsi angka PTKP, karena justru faktor APBN sangat berpotensi menimbulkan instabilitas makro ekonomi. Semenjak tahun 2012 terjadi primary deficit balance, berarti pendapatan lebih kecil ketimbang pengeluaran negara sehingga terjadi defisit.

APBN tahun 2017 mengalami defisit Rp 350 triliun, dengan tidak tercapainya pendapatan pajak tentu defisit APBN tahun 2017 akan lebih terbuka lebar. Pembayaran bunga utang terus mengalami peningkatan, tahun 2015 sebesar 8,6%; tahun 2016 sebesar 9,8%; dan di tahun 2017 telah mencapai 10,9% dari APBN dan nilainya sudah sama dengan belanja modal pemerintah.

Saat ini politik anggaran pemerintah bersifat defisit (sejak tahun 2000), dimana anggaran dengan jumlah realisasi pendapatan negara lebih kecil dari realisasi pengeluaran negara. Ini skenario dari IMF (International Monetary Fund) agar kita tetap berutang, padahal di era Orde Baru kita masih menerapkan anggaran berimbang.

Pemerintah tampaknya mendesain politik anggaran sebagai prosedur teknokratis atas desakan IMF dan Bank Dunia atau bagian dari 51 butir kerja sama yang ditandatangani oleh Soeharto secara terpaksa dengan IMF pada tahun 1998. Padahal, APBN sebagai pusat sumber daya ekonomi negara seharusnya pro-rakyat, sebagai sarana mengurangi ketimpangan sosial, dan harus berbasis Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. APBN jangan hanya bertumpu pada pertumbuhan, tapi seharusnya juga pada pemerataan untuk mengurangi ketimpangan di beberapa wilayah yang sudah akut.

APBN pro-rakyat tidak meninggalkan pasar, skema pengelolaan utang harus direnegosiasikan secara serius. Skema Moratorium Utang, menuntut pemerintah harus kreatif mencari terobosan agar investasi masuk tanpa terjerat regulasi yang menghambat kelancaran investasi selama ini.

Tidak ada salahnya jika pemerintah mengajukan renegosiasi untuk penghapusan utang, yang tentunya perlu dilihat jangan ada unsur KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) saat penarikan utang sebelumnya. Keberanian politik untuk mengajukan renegosiasi utang setidaknya akan meringankan beban APBN kita dengan skenario sebagian utang dihapus dan sebagian ditunda.

BERITA TERKAIT

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…