Akankah DPR Setujui Perppu No. 2 Tahun 2017?

Oleh: Pardiyanto, Pemerhati Masalah Sosial dan Perilaku

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang ditetapkan oleh Presiden harus diajukan kepada DPR RI pada masa persidangan berikutnya dalam bentuk Rancangan Undang-Undang (RUU). DPR akan menyetujui atau tidak menyetujui Perppu untuk ditetapkan menjadi UU melalui Rapat Paripurna, sehingga kepentingan politik menjadi dominan terhadap nasib Perppu. Presidium Alumni 212 melakukan konsolidasi politik untuk menggalang dukungan massa menolak Perppu No. 2 Tahun 2017 yang dikemas dengan aksi “Jihad Konstitusional: stop kriminalisasi ulama & aktifis cabut Perppu pembubaran Ormas” (28/7/2017). Perppu No. 2 Tahun 2017 digiring seolah menjadi peraturan anti muslim dan akan menghabisi Ormas muslim. Keberhasilan aksi 212 dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 dengan menggiring isu Muslim dan Non-Muslim, mencoba dikembangkan kembali dalam memperjuangkan penolakan terhadap Perppu No. 2 Tahun 2017. Politisasi dalam berbagai media, telah membuat masyarakat menjadi bingung antara kepentingan kekuasaan, kepentingan negara atau kepentingan agama karena agama dan negara dikemas sedemikian rupa untuk kepentingan politik kekuasaan.

Konstitusionalisme, Bukan Arogansi            

Dalam konsideran Perppu No. 2 Tahun 2017 bagian Menimbang huruf a. secara jelas tertuang latar belakang yang mendasari Perppu yaitu “Negara berkewajiban melindungi kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Negara adalah sekumpulan orang yang menempati wilayah tertentu dan diorganisasi oleh pemerintah negara yang sah, yang memiliki kedaulatan. Pemerintah sebagai organisasi yang berdaulat untuk mengorganisasi negara harus mendasarkan hukum yang bertanggungjawab, sehingga sudah sewajarnya mempertahankan dan melindungi kehidupan berbangsa dan bernegara agar kedaulatan NKRI tetap terjaga. Dalam sebuah negara demokrasi, dibenarkan masyarakat untuk menyampaikan aspirasi agar negara tidak menjadi aristokrasi menjadi Pemerintah otoriter. Pemerintah harus hadir ditengah-tengah masyarakat dengan kebijakan hukum yang bertanggungjawab, sehingga tercipta akserasi antara kebebasan dengan kepentingan negara agar kebebasan tidak kebablasan. Proses konstitusionalisme Pemerintah merupakan sebuah tindakan yang adil atas nama Negara, sehingga kebebasan dikendalikan bukan dengan arogansi.

Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte saat melakukan kunjungan ke DPR RI menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara demokratis terbesar di dunia dengan jumlah penduduk Muslim terbesar (23/11/2016). Hal ini, memberikan apresiasi dimana Muslim bisa mengembangkan demokrasi dengan lebih baik yang ditandai dengan Pemilu, Kebebasan berserikat dan berkumpul dan partisipasi rakyat dalam menyampaikan pendapat. Kebebasan berserikat dan berkumpul serta kebebasan mengeluarkan pendapat saat ini menjadi trend ditengah dinamika pro dan kontra terhadap Perppu No. 2 Tahun 2017.

Penolakan terhadap Perppu No. 2 Tahun 2017 lebih memperlihatkan sikap apriori terhadap Pemerintah akan menggunakan pasal karet, sehingga terjadi arogansi. Padahal ketika ditelisik lebih jauh, Perppu No. 2 Tahun 2017 tetap mengedepankan adanya bukti hukum yang bertanggungjawab dalam pembubaran Ormas. Tafsir pemerintah terhadap kegiatan Ormas yang nyata-nyata mengancam kedaulatan NKRI harus dibuktikan dengan bukti hukum yang bertanggung jawab, sehingga Ormas dapat melakukan judicial review ketika pembubaran ormas tidak disertai bukti hukum dan hanya mendasarkan tafsir atau commonsense.

Tidak Ada Dikotomi

Gerakan “Jihad Konstitusional: stop kriminalisasi ulama & aktifis cabut Perppu pembubaran Ormas” seolah mempersepsikan Perppu No. 2 Tahun 2017 akan mengkriminalisasi ulama atau akan “menghabisi” Ormas Muslim. Padahal, esensi dari Perppu No. 2 Tahun 2017 hanya akan mengambil tindakan yang cepat dan langsung terhadap Ormas yang mengancam Kedaulatan NKRI.

Dukungan terhadap Perppu No. 2 Tahun 2017 juga datang dari berbagai Ormas Islam, dan  sebaliknya penggalangan dukungan untuk menolak Perppu No. 2 Tahun 2017 juga dilakukan oleh beberapa Ormas Islam yang berbeda. Dalam konteks ini, sangat naif apabila Perpu No. 2 Tahun 2017 dinilai sebagai kriminalisasi ulama, bahkan sangat naif apabila Perppu No. 2 Tahun 2017 dinilai akan mendikotomikan Ormas Islam. Bagi sebagian Omas Islam yang mendukung Perppu No. 2 Tahun 2017 menganggap bahwa NKRI yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 yang berdasarkan Pancasila dan UUD RI Tahun 2017 yang disahkan pada 18 Agustus 1945  sudah menjadi ij’ma para ulama, sehingga kedaulatan NKRI harus dipertahankan. Nilai-nilai Pancasila yang disarikan dari kehidupan berbangsa dan bernegara rakyat Indonesia tidak ada yang menyimpang dari ajaran Islam, dan juga ajaran agama lain, sehingga Pancasila sangat tetap menjadi Dasar Negara Republik Indonesia yang harus dipertahankan.

Dari berbagai sikap Fraksi DPR RI nampak jelas bahwa tidak ada yang menolak apabila Kedaulatan NKRI perlu dilindungi dan dipertahankan. Apriori sikap Fraksi, seperti sikap PKS yang meragukan akan terjadinya pasal karet, dapat diatasi dengan mempertegas substansi tentang perlunya bukti-bukti nyata tentang pelanggaran terhadap Kedaulatan NKRI, penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD RI Tahun 1945 dalam pembubaran Ormas. Dengan demikian, ketika Dewan Yang Terhormat berkomitmen melindungi dan mempertahankan Kedaulatan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD RI tahun 1945, tdak alasan untuk tidak menyetujui Perppu No. 2 Tahun 2017.

BERITA TERKAIT

Jaga Persatuan dan Kesatuan, Masyarakat Harus Terima Putusan MK

    Oleh : Ridwan Putra Khalan, Pemerhati Sosial dan Budaya   Seluruh masyarakat harus menerima putusan Mahkamah Konstitusi (MK)…

Cendekiawan Sepakat dan Dukung Putusan MK Pemilu 2024 Sah

    Oleh: David Kiva Prambudi, Sosiolog di PTS   Cendekiawan mendukung penuh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada sidang sengketa…

Dampak Kebijakan konomi Politik di Saat Perang Iran"Israel

  Pengantar Sebuah diskusi webinar membahas kebijakan ekonomi politik di tengah konflik Irang-Israel, yang merupakan kerjasama Indef dan Universitas Paramadina…

BERITA LAINNYA DI Opini

Jaga Persatuan dan Kesatuan, Masyarakat Harus Terima Putusan MK

    Oleh : Ridwan Putra Khalan, Pemerhati Sosial dan Budaya   Seluruh masyarakat harus menerima putusan Mahkamah Konstitusi (MK)…

Cendekiawan Sepakat dan Dukung Putusan MK Pemilu 2024 Sah

    Oleh: David Kiva Prambudi, Sosiolog di PTS   Cendekiawan mendukung penuh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada sidang sengketa…

Dampak Kebijakan konomi Politik di Saat Perang Iran"Israel

  Pengantar Sebuah diskusi webinar membahas kebijakan ekonomi politik di tengah konflik Irang-Israel, yang merupakan kerjasama Indef dan Universitas Paramadina…