KPPU Minta Rantai Distribusi Beras Dipangkas

KPPU Minta Rantai Distribusi Beras Dipangkas

NERACA

Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) meminta agar rantai distribusi beras dapat dipangkas sehingga efisiensi harga dapat dicapai."Solusi dari kami ya itu, rantai distribusi yang panjang itu diperpendek, entah dialihkan kepada produsen atau pembeli akhir, maka akan sama-sama dapat keuntungan," kata Ketua KPPU Syarkawi Rauf di Kantor KPPU, Jakarta Pusat, sebagaimana dikutip Antara, kemarin.

Ia menyebutkan rantai distribusi masih panjang dari hulu menuju hilir. Urutannya adalah dari mulai petani kepada pengepul menuju ke penggilingan, dijual lagi ke pedagang besar, dari situ menuju ke agen retailer barulah sampai ke konsumen akhir." Apabila setiap rantai memiliki margin, maka hingga sampai ke 'end user' margin tersebut akan semakin besar, itulah yang membuat harga menjadi mahal," jelas dia.

Margin atau perbedaan harga di tengah rantai distribusi mencapai Rp3.500. Sebab dari harga petani menurtnya rata-rata di kisaran Rp7.000 dan sampai kepada konsumen akhir adalah Rp10.500. Jika hal tersebut dipangkas maka harga kepada konsumen beras per kg bisa mencapai Rp9.500 dipotong dengan biaya produksi.

"Tentu ini tidak bisa dalam jangka waktu yang pendek, tapi setidaknya harus dimulai," kata dia. Terkait dengan temuan dugaan monopoli dari PT Indo Beras Unggul (PT IBU), Syarkawi belum bisa berkomentar banyak sebab masih menunggu hasil penyelidikan dari pihak kepolisian. 

Dominasi di Level Penggilingan Beras

Lalu, KPPU menemukan adanya dominasi usaha pada rantai distribusi beras di tingkatan pengusaha penggilingan beras terkait dugaan monopoli oleh beberapa perusahaan."Dominasi ini ada di tengah, khususnya di level pedagang besar dan penggilingan yang terkonsentrasi hanya ke beberapa pedagang besar saja," kata Syarkawi.

Menurut dia, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan dari Kementerian Pertanian, harga beras tingkat petani harganya Rp7.300 per kg, di jual kepada "end user" Rp10.500, harga tersebut merupakan rata-rata nasional, belum lagi pada level perusahaan, sebab ada yang menjual di harga Rp20.400 dan Rp20.300, namun ada yang di tengah juga, yaitu Rp13.500 per kg.

Oleh karena hal tersebut KPPU akan mendalami lebih lanjut untuk meneliti penyalahgunaan posisi tingkatan di rantai distribusi beras. Selanjutnya juga akan menindaklanjuti temuan praktik kecurangan dalam pengaturan biaya produksi beras.

Menurut dia, rantai distribusi beras masih sangat panjang, dari mulai hulu kepada hilir. Urutannya adalah dari mulai petani kepada pengepul menuju ke penggilingan, dijual lagi ke pedagang besar, dari situ menuju ke agen retailer barulah sampai ke konsumen akhir."Apabila setiap rantai memiliki margin, maka hingga sampai ke 'end user' margin tersebut akan semakin besar, itulah yang membuat harga menjadi mahal," jelas dia.

Terkait dengan temuan dugaan monopoli dari PT Indo Beras Unggul (PT IBU), Syarkawi belum bisa berkomentar banyak sebab masih menunggu hasil penyelidikan dari pihak kepolisian.

Sebelumnya, Jajaran penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri menggerebek gudang beras PT Indo Beras Unggul (PT IBU) di Jalan Rengas Km 60 Karangsambung, Kedungwaringin, Bekasi, Jawa Barat pada Kamis (20/7) malam.

"Berdasarkan hasil penyidikan diperoleh fakta bahwa perusahaan ini membeli gabah di tingkat petani dengan harga Rp4.900," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya.

Menurut dia, tindakan pihak PT IBU yang menetapkan harga pembelian gabah di tingkat petani yang jauh di atas harga pemerintah dapat berakibat pelaku usaha lain tidak bisa bersaing."Ini berdampak pada kerugian pelaku usaha lain," kata dia.

Selain itu PT IBU akan memperoleh mayoritas gabah dibandingkan dengan pelaku usaha lain karena petani akan lebih memilih menjual gabahnya ke PT IBU."Tindakan yang dilakukan oleh PT IBU dapat dikategorikan sebagai perbuatan curang karena merugikan pelaku usaha lain," ujar dia.

Agung mengatakan, gabah yang diperoleh PT IBU kemudian diproses menjadi beras dan dikemas dengan merek MAKNYUSS dan CAP AYAM JAGO untuk dipasarkan di pasar modern dengan harga Rp13.700 per kg dan Rp20.400 per kg."Harga penjualan beras produk PT IBU di tingkat konsumen juga jauh di atas harga yang ditetapkan pemerintah yaitu sebesar Rp9.500 per kg," ungkap dia. 

Ia menuturkan, para pelaku usaha pangan harus mengikuti harga acuan bahan pangan yang diatur pemerintah yakni Permendag 47 tahun 2017 yang ditetapkan tanggal 18 Juli 2017 yang merupakan Revisi Permendag 27 tahun 2017. Sementara pihaknya menduga mutu dan komposisi beras MAKNYUSS dan CAP AYAM JAGO yang diproduksi PT IBU tidak sesuai dengan apa yang tercantum pada label. Ant

 

BERITA TERKAIT

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…