LSM Sebut Permen LHK Fasilitasi Korporasi

LSM Sebut Permen LHK Fasilitasi Korporasi

NERACA

Jakarta - Dua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yakni Walhi dan TUK Indonesia menyebut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) P.40/2017 tentang Fasilitasi Pemerintah pada Usaha Hutan Tanaman Industri dalam rangka Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut justru memfasilitasi korporasi.

"Kebijakan Permen LHK P.40/2017 terkait 'land swap' dan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penundaan dan Penyempurnaan Tata Kelola Pemberian Izin Baru Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut masih memberi fasilitas dan keuntungan yang bisa merusak hutan alam dan ekosistem gambut," kata Kepala Departemen Kajian Kebijakan dan Pembelaan Hukum Walhi Zenzi Suhadi di Jakarta, sebagaimana dikutip Antara, kemarin.

Menurut dia, komitmen Presiden Joko Widodo sudah benar memberi sanksi tegas dengan pencabutan ijin konsesi dan penegakan hukum pada mereka yang merusak ekosistem gambut dengan membakarnya di 2015. Tapi dengan adanya Permen LHK P.40/2017 justru menjadi terlihat Pemerintah hanya berupaya menjaga kesinambungan produksi Hutan Tanaman Industri (HTI), memastikan "pulp and paper" tersedia.

Zenzi mengatakan melalui Permen LHK tersebut Pemerintah justru memberikan lahan penganti di lahan mineral untuk pemegang konsesi yang lebih dari 40 persen areanya ternyata berada di fungsi lindung gambut. Dengan publik tidak mengetahui secara pasti lahan seluas hampir satu juta hektare (ha) yang menjadi lahan pengganti, pihaknya justru mengkhawatirkan adanya alih fungsi hutan lindung dan kawasan konservasi untuk lahan pengganti tersebut di daerah.

Jika itu terjadi, ia menggakan kebijakan tersebut justru nanti bisa menjadi katalis baru deforestasi, karena perusahaan akan membuka hutan baru di lahan pengganti. Yang artinya upaya mempertahankan hutan alam dengan kebijakan moratorium di Inpres Nomor 6 Tahun 2017 tidak bisa berjalan.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa uraian pada poin-poin konsideran Permen LHK P.40/2017 yang pada pokoknya menguraikan bahwa urgensitas lahan pengganti ini demi menjaga kesinambungan usaha dan kontinuitas ketersediaan bahan baku industri, mengisyaratkan seolah kebijakan perlindungan ekosistem gambut akan berakibat buruk kepada pelaku bisnis hutan tanaman berupa kekurangan bahan baku.

Padahal, menurut Zenzi, jika memperhatikan realisasi tanam perijinan perkebunan kayu untuk kebutuhan "pulp and paper" yang hanya 45 persen dari keseluruhan luasan izin di Indonesia artinya ada atau tidak kebijakan "land swap" ini sesungguhnya pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HT) sudah kekurangan bahan baku bagi industrinya.

Walhi, ia menegaskan jelas menolak kebijakan lahan pengganti, terlebih ini bertentangan dengan komitmen Presiden dalam mengatasi krisis lingkungan dan mengatasi ketimpangan penguasaan struktur agraria dan sumber daya alam yang selama ini sebagian besar dikuasai korporasi.

Direktur Kampanye dan Advokasi TuK Indonesia Edi Sutrisno mengatakan kegagalan produksi bisnis HTI yang mengalami pasang surut selalu disuarakan karena kekurangan bahan baku."Akan semakin parah jika perkebunan sawit juga mendapat 'land swap'. Pertanyaannya, mau dikasih tanah yang mana lagi, justru ini akan semakin menurunkan nama Indonesia di mata dunia karena dianggap memfasilitasi korporasi," ujar Edi.

Jika ingin mengkaitkannya untuk investasi rakyat justru, menurut dia, kebijakan lahan pengganti ini akan menghambat, terlebih Pemerintah ingin menyukseskan Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial."Sayangnya Presiden tidak menjelaskan Peraturan Menteri LHK yang mana yang disebut menghambat investasi. Karena kalau Permen LHK tentang 'land swap', buat kita ini justru disiapkan untuk korporasi," kata dia. Ant

 

BERITA TERKAIT

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…