Kebutuhan Pokok - Kebutuhan Pokok Perhitungan Pemerintah Terkait Beras Harus Sangat Cermat

NERACA

Jakarta – Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) menyatakan pemerintah seharusnya melakukan perhitungan yang sangat cermat terhadap dampak penggrebekan gudang beras PT Indo Beras Unggul (IBU) beberapa waktu lalu. Perhepi juga mengapresiasi tindakan pemerintah yang melakukan penggrebekan gudang beras PT IBU.

Perusahaan tersebut dinilai membeli beras bersubsidi kemudian menjualnya sebagai beras premium dengan harga di atas Rp9000/kg. "Pemerintah harusnya sangat cermat, lakukan perhitungan, jangan sampai orang takut berjualan beras," kata Ketua Perhepi Bayu Krisnamurthi yang disalin dari Antara.

Bayu Krisnamurthi menyatakan tidak ada salahnya perusahaan mengelola padi dari petani yang menggunakan pupuk dan bibit bersubsidi, karena tidak ada aturan yang melarang hal yang dilakukan oleh PT IBU.

Menurut dia, beras yang dihasilkan dari petani yang menggunakan bibit dan pupuk bersubsidi bukan berarti dianggap sebagai beras bersubsidi. Beras bersubsidi, lanjut mantan Wakil Menteri Pertanian itu hanya disalurkan oleh pemerintah lewat Perum Bulog berupa beras sejahtera (rastra). "Tidak ada (aturan yang melarang). Kalau petani menanam beras varietas tertentu yang di pasar mahal, dia tetap dapat subsidi pupuk atau benih," katanya.

Bayu menegaskan, subsidi tidak ditujukan ke varietas, sebaliknya selama petani menanam padi, dia berhak mendapat subsidi. Menurut dia, perusahaan berhak untuk mengelola padi varietas apapun asal sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).

Sebelumnya Kementerian Pertanian menyatakan beras PT IBU berasal dari gabah yang diproduksi petani dengan subsidi dari pemerintah. Yang dimaksud subsidi adalah subsidi input yaitu subsidi benih Rp1,3 triliun dan subsidi pupuk Rp31,2 triliun.

Bahkan ditambah lagi ada bantuan sarana dan prasarana bagi petani dari pemerintah yang besarnya triliunan rupiah juga. Padi varietas IR64 merupakan salah satu benih dari varietas unggul baru (VUB) yang selanjutnya diolah menjadi beras premium dan dijual kepada konsumen dengan harga tinggi.

Bayu menyatakan, jika perusahaan mengolah beras menjadi jenis apapun, itu sah-sah saja, apalagi permintaan tergantung konsumen juga. Dia mencontohkan sebuah koperasi di Tasikmalaya menjual campuran beras merah, beras hitam, dan beras biasa agar lebih sehat kemudian dijual Rp75 ribu per kg. "Salah tidak dia? Menurut saya tidak, itu inovasi. Jangan dianggap konsumen nggak ngerti," katanya.

Masyarakat Indonesia, tambahnya, kebanyakan kelas menengah dan paham mana yang beras premium yang harganya memang lebih mahal. "Kalau masyarakat miskin kan ada rastra dari Bulog," katanya.

Bayu yang juga pernah menjabat sebagai Wakil Menteri Perdagangan itu mengatakan, Permendag yang menyebutkan harga beras Rp9.000/kg tersebut sebenarnya bukan ketetapan harga namun merupakan "reference price" atau harga referensi.

Harga referensi, tambahnya, dimaksudkan untuk mengetahui harga di lapangan mahal atau tidak bukan sebagai pemberian sanksi, apalagi Permendag memang tidak menyebutkannya. Meskipun demikian, Bayu menegaskan pemerintah tetap harus mengawasi para pihak yang berusaha mempermainkan harga. "Mafia beras tetap mesti ditindak, tetapi perlu dibuktikan secara akurat dan dengan peraturan yang ada," katanya.

Pada kesempatan lain, di waktu sebelumnya, Masyarakat Agribisnis dan Agroindustri Indonesia (MAI) menyatakan kebijakan pengelolaan sektor pertanian telah menimbulkan ketidakadilan bisnis pangan sehingga harus ditata ulang. Ketua Umum MAI Fadel Muhammad mengatakan, dalam tata niaga pangan terjadi anomali pasar yang telah berlangsung lama.

Alasannya, karena pada puncak piramida bisnis pangan struktur pasarnya cenderung oligopolistik, meskipun di tingkat petani struktur pasarnya sudah demokratis. Pengusaha pangan besar memanfaatkan kelemahan sistem logistik dan distribusi yang belum efisien dan rantai pasok terlalu panjang.

"Struktur pasar dan perilaku pasar belum adil dan seimbang sehingga terlihat nyata tingginya disparitas harga antara di produsen dan konsumen," ujarnya melalui keterangan tertulis terkait penggerebekan Gudang Beras PT Indo Beras Unggul (IBU) di Bekasi, 20 Juli lalu, sebagaimana disalin dari laman tersebut.

Menurut Fadel, secara umum dalam bisnis pangan, yakni beras, jagung, bawang merah, cabai, gula, daging sapi, daging ayam, telur dan minyak sawit. "Middleman" atau pedagang meraup untung di atas normal profit. Untuk sembilan komoditas pangan strategis para pelaku bisa memperoleh Rp463 triliun setahun. Sedangkan petani memperoleh harga rendah dan profit marjin petani sekitar Rp105 triliun.

BERITA TERKAIT

Pelaku Transhipment Dari Kapal Asing Ditangkap - CEGAH ILLEGAL FISHING

NERACA Tual – Kapal Pengawas Orca 06 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil mengamankan Kapal Pengangkut Ikan asal Indonesia yang…

Puluhan Ton Tuna Loin Beku Rutin Di Ekspor ke Vietnam

NERACA Morotai – Karantina Maluku Utara kembali memfasilitasi ekspor tuna loin beku sebanyak 25 ton tujuan Vietnam melalui Satuan Pelayanan…

Libur Lebaran Dorong Industri Parekraf dan UMKM

NERACA Jakarta – Tingginya pergerakan masyarakat saat momen mudik dan libur lebaran tahun ini memberikan dampak yang besar terhadap industri…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Pelaku Transhipment Dari Kapal Asing Ditangkap - CEGAH ILLEGAL FISHING

NERACA Tual – Kapal Pengawas Orca 06 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil mengamankan Kapal Pengangkut Ikan asal Indonesia yang…

Puluhan Ton Tuna Loin Beku Rutin Di Ekspor ke Vietnam

NERACA Morotai – Karantina Maluku Utara kembali memfasilitasi ekspor tuna loin beku sebanyak 25 ton tujuan Vietnam melalui Satuan Pelayanan…

Libur Lebaran Dorong Industri Parekraf dan UMKM

NERACA Jakarta – Tingginya pergerakan masyarakat saat momen mudik dan libur lebaran tahun ini memberikan dampak yang besar terhadap industri…