Rasa Keadilan dalam Premi Diferensial LPS

Oleh: Budi Sulistyo, Staf Setjen Kenterian Keuangan *)

Bank dengan risiko tinggi harus siap-siap membayar premi lebih kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Setelah sebelumnya menerapkan tarif premi tunggal sebesar 0,10% dari jumlah dana pihak ketiga per tahun, LPS mulai mematok tarif premi diferensial pada tahun 2015. Tarif ini akan dibedakan berdasarkan tingkat risiko bank peserta penjaminan LPS. Semakin tinggi risiko bank, semakin tinggi pula tarif yang akan dibayarkan. LPS berencana mematok lima kategori premi, dengan risiko level 1 akan membayar premi sebesar 0,20% per tahun. Selanjutnya, pembayaran premi akan meningkat sebesar 0,05% seiring meningkatnya level risiko bank. Level tertinggi pembayar premi adalah bank dengan skor risiko terburuk yaitu level risiko 5 dengan kewajiban membayar premi sebesar 0,30% per tahun.

Penerapan tarif yang berbeda ini dirasa sejalan dengan prinsip keadilan. Meskipun mudah untuk dihitung dan diadministrasikan oleh bank, pengenaan satu tarif premi (flat rate premium) yang selama ini dibebankan kepada perbankan dianggap sejumlah kalangan tidak fair. Selain tidak fair, flat rate premium dikhawatirkan mendorong bank mengambil tindakan yang meningkatkan portofilio risiko dan mengurangi prinsip kehati-hatian. Dengan pengenaan tarif premi diferensial, bank akan dikenakan premi berbeda-beda berdasarkan risiko spesifik tiap bank (Laeven, 2001). Logikanya, bank dengan risiko rendah kecil kemungkinan akan “mendapatkan perlakuan istimewa” dari LPS. Sementara, bank yang bermasalah seperti bank dalam pengawasan intensif, bank dalam pengawasan khusus, bank gagal serta bank yang dicabut izin usahanya akan mendapatkan layanan khusus dari LPS. Pengawasan khusus tersebut tentu saja memerlukan biaya yang tidak sedikit, sehingga wajar apabila bank dengan risiko besar diwajibkan membayar risiko yang lebih tinggi.

Pengaturan premi diferensial ini sejalan dengan keberadaan LPS sebagai salah satu institusi penjaga stabilitas sistem keuangan bersama Kementerian Keuangan, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sistem premi diferensial dapat dijadikan sebagai salah satu indikator tingkat kesehatan dan kerentanan bank. Dalam kondisi ekonomi yang baik, diharapkan mayoritas perbankan akan masuk dalam kategori risiko rendah. Demikian pula sebaliknya. Bagi perbankan sendiri, perbedaan premi akan mendorong perbankan untuk meningkatkan tata kelola yang baik (good corporate governance) sehingga pada muaranya akan membayar premi yang rendah kepada LPS. Bagi investor, semakin baik tingkat kesehatan bank maka akan meningkatkan kepercayaan investor. Chernykh dan Cole (2010) meneliti bahwa dengan ikut program penjaminan simpanan, bank mendapatkan manfaat dengan peningkatan jumlah simpanan masyarakat. Zarruck dan Madura, 1992 meneliti bahwa dengan beralihnya risiko dari bank kepada institusi penjamin simpanan, akan memberikan insentif bagi bank untuk meningkatkan risiko operasional dan risiko keuangan. Dengan meningkatkannya kepercayaan investor dan nasabah bank, pada akhirnya akan semakin menggairahkan dunia perbankan Indonesia.

Atasi Kendala Tarif Diferensial

Meskipun dinilai lebih fair, terdapat beberapa kendala dalam penerapan tarif premi diferensial. Pertama, penentuan pemeringkatan risiko. Saat ini terdapat beberapa kriteria pemeringkatan risiko perbankan, baik penilaian secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Metode penilaian risiko yang akan diterapkan pun bisa bermacam-macam, meskipun CAMEL masih mendominasi dalam penilaian risiko. Kedua, selama ini bank menghitung sendiri tarif premi berdasarkan jumlah dana pihak ketiga. Dengan perhitungan premi yang lebih kompleks, diperlukan pengkajian apakah LPS yang akan mensimulasi pembayaran premi atau bank yang akan menghitung preminya sendiri, seperti prosedur yang selama ini diterapkan. Apabila bank menghitung sendiri, diperlukan sosialisasi kepada perbankan untuk penghitungan risiko yang dijadikan sebagai basis perhitungan premi penting dilakukan. Namun, apabila dihitung oleh LPS, maka diperlukan tambahan SDM yang handal di LPS untuk melakukannya.

Ketiga, informasi tentang penilaian risiko bank tidak boleh dipublikasikan secara umum karena akan menjadi disinsentif bagi dunia perbankan. Perlu diinformasikan kepada perbankan untuk tidak mempublikasikan tingkat risiko banknya, meskipun untuk sarana iklan yang menyatakan bahwa banknya dalam kategori risiko rendah. Hal ini akan berisiko untuk bank dengan tingkat risiko tinggi rentan terhadap turunnya kepercayaan nasabah dan investor.

Koordinasi Antar Instansi

Koordinasi dengan pihak terkait untuk mendukung penerapan tarif premi diferensial sangatlah penting. Pertama, penyampaian informasi dan sosialisasi kepada perbankan sebagai pihak pembayar premi mutlak diperlukan. Selain perbankan, hubungan kelembagaan atau koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia, LPS, Kementerian Keuangan, dan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) mutlak diperlukan. OJK, Bank Indonesia dan LPS membangun dan memelihara pertukaran informasi secara terintegrasi dan saling terhubung untuk dipergunakan sebagaimana fungsi masing-masing. Pengkajian bersama OJK diperlukan mengingat OJK juga memungut premi kepada institusi yang diawasi termasuk perbankan. Koordinasi dalam pemungutan premi penting dilakukan bukan hanya agar perbankan tidak merasa terbebani oleh premi yang dipungut OJK dan LPS, namun juga agar perbankan dapat secara nyata merasakan kehadiran LPS dan OJK dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Sinkronisasi penilaian profil risiko dengan OJK diperlukan, termasuk akurasi profil risiko setiap bank, risk rating bank (metode, pengukuran) sebagaimana yang direkomendasikan financial stability forum.

Koordinasi lain perlu dilakukan dengan OJK dan Bank Indonesia terkait premi diferensial adalah sinkronisasi aturan pengukuran risiko. Bank Indonesia sebagai regulator kebijakan makro prudensial perbankan dan OJK sebagai regulator mikro prudensial perbankan telah memiliki aturan penilaian tingkat risiko bank. Sinkronisasi aturan pemeringkatan risiko diperlukan yang mencakup aspek kualitatif (jenis-jenis risiko yang dimasukkan) dan kuantitatif rasio keuangan dalam pengukuran risiko. Sinkronisasi diperlukan untuk memasukkan penerapan Basel III yang menambahkan risiko lain dalam perhitungan risiko bank seperti risiko reputasi, risiko strategis, risiko likuiditas, dan risiko investasi.

Pihak lain dalam koordinasi penentuan tarif premi diferensial adalah Kementerian Keuangan sebagai ketua komite stabilitas sistem keuangan dan pihak yang akan mengusulkan Peraturan Pemerintah. Berdasarkan pasal 15 ayat (4) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS, pengkajian perubahan tarif premi dikonsultasikan dengan DPR. Pengkajian ini melibatkan Kementerian Keuangan sebagai pengusul Peraturan Pemerintah. 

Meskipun terdapat beberapa kendala penerapan, mayoritas deposit insurance corporation di berbagai negara sudah menerapkan premi tarif diferensial. Federal Deposit Insurance Corporation (LPS Amerika Serikat) sendiri sudah meninggalkan sistem tarif tetap sejak 1992 setelah sebelumnya menerapkannya selama lebih dari setengah abad. Koordinasi dengan berbagai pihak terutama dengan pemerintah baru sangat penting dilakukan agar pada saat penerapannya nanti, pengenaan tarif premi diferensial bisa berjalan untuk mewujudkan satu tugas yang diemban LPS yaitu  turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya sehingga terpeliharanya kepercayaan masyarakat pada industri perbankan. (www.kemenkeu.go.id) *) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi

BERITA TERKAIT

Tidak Ada Pihak yang Menolak Hasil Putusan Sidang MK

  Oleh : Dhita Karuniawati, Penelitti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan…

Investor Dukung Putusan MK dan Penetapan Hasil Pemilu 2024

  Oleh: Nial Fitriani, Analis Ekonomi Politik   Investor atau penanam modal mendukung penuh bagaimana penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Tetap Tinggi di 2024

  Oleh : Attar Yafiq, Pemerhati Ekonomi   Saat ini perekonomian global tengah diguncang oleh berbagai sektor seperti cuaca ekstrim,…

BERITA LAINNYA DI Opini

Tidak Ada Pihak yang Menolak Hasil Putusan Sidang MK

  Oleh : Dhita Karuniawati, Penelitti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan…

Investor Dukung Putusan MK dan Penetapan Hasil Pemilu 2024

  Oleh: Nial Fitriani, Analis Ekonomi Politik   Investor atau penanam modal mendukung penuh bagaimana penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Tetap Tinggi di 2024

  Oleh : Attar Yafiq, Pemerhati Ekonomi   Saat ini perekonomian global tengah diguncang oleh berbagai sektor seperti cuaca ekstrim,…