Dilema Utang dan Pajak

Kondisi defisit anggaran yang tengah dihadapi pemerintah sangat mungkin membuat masa depan pembangunan berada dalam situasi yang memprihatinkan. Sedangkan target pertumbuhan ekonomi seperti yang dijanjikan pemerintahan Jokowi-JK yang tertuang di dalam RPJMN Nawacita siap-siap menghadapi jalan buntu. Salah satu penyebabnya, apa lagi jika bukan karena kondisi keuangan negara yang masih pas-pasan. 

Ini tantangan pemerintah dalam upaya meningkatkan kualitas perekonomian akan semakin berat sehingga sudah saatnya Presiden Jokowi harus bekerja lebih keras dengan dukungan para menteri ekonomi, agar pembangunan dapat berjalan lancar dan mampu menggapai Indonesia yang lebih mapan di masa depan.

Kita mendapat kabar positif peringkat surat utang pemerintah (sovereign) yang diberikan lembaga internasional Standard & Poors (S&P, 2017) juga meningkat, dari sebelumnya BB+ menjadi BBB-. Kenaikan peringkat ini baru pertama kalinya terjadi setelah kita melewati masa krisis 1998 sehingga kepercayaan diri pemerintah perlahan-lahan membaik. Dampak lainnya juga berdampak pada peningkatan peringkat easy of doing business Indonesia dari semula peringkat dunia ke-106 menjadi 91 menurut data Bank Dunia (2016).

Atas dasar pertimbangan tersebut, tidak salah jika pemerintah berencana menambah lagi utang luar negeri (ULN), dimana akan merilis kembali penerbitan SBN hingga Rp467,3 triliun dalam tahun ini. Ini tentu saja mengundang kritik sejumlah pengamat ekonomi, yang peningkatan jumlah ULN belakangan ini sangat luar biasa jumlahnya.

Pasalnya, ketika Presiden Jokowi baru menjabat sebagai kepala Negara (2014), total utang kita baru mencapai Rp2.604,93 triliun dan pada akhir Juni 2017 meningkat Rp1.101,59 triliun (42,29%) sehingga total utang kita jika diakumulasikan mencapai Rp3.706,52 triliun menurut data Kemenkeu. Sebagian besar utang tersebut memang dialokasikan untuk berbagai belanja produktif, terutama untuk kebutuhan pembangunan infrastruktur.

Namun yang perlu diperhatikan, langkah pemerintah yang cukup ambisius untuk mengejar ketertinggalan pembangunan infrastruktur jangan mengandalkan modal pembangunan bersumber dari penarikan utang. Karena beban utang kita sudah cukup besar dan berpotensi mengganggu neraca keuangan negara. Kita jangan terlalu mudah terkecoh dengan rasio utang yang konon masih di bawah ambang batas “aman” dan kini berada di kisaran 28% terhadap PDB Indonesia.

Bagaimanapun, bila pemerintah hanya berpedoman pada tingkat rasio utang dengan asumsi  belum dianggap membahayakan keuangan negara, kita khawatir terjadi mismatch akibat sumber penerimaan negara terutama dari pajak ke depannya belum cukup meyakinkan.

Di sisi lain, kinerja perpajakan masih akan tetap mendapat sorotan utama di setiap perbincangan mengenai keuangan negara. Kondisi ini sudah sangat wajar karena pajak memberikan kontribusi yang cukup dominan terhadap total penerimaan negara.

Fakta lima tahun terakhir, rata-rata kontribusinya selalu di atas 70%. Bahkan pada tahun 2016 sumbangsih dari perpajakan pernah mencapai 83% dari total penerimaan negara. Artinya, modal pembangunan kita akan sangat bergantung pada hasil akhir perolehan penerimaan dari pajak. Namun, sayangnya, perkembangan sektor perpajakan saat ini belum cukup menggembirakan. Ini terlihat dari indikator tax ratio yang masih rendah di kisaran 10%-11%.

Sementara rata-rata akumulasi penerimaan negara sejak 2013 tercatat selalu lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan utang. Pada 2013, total utang sudah tumbuh 20%, sementara total penerimaan negara baik dari pajak maupun nonpajak hanya 11%. Ini tantangan tidak ringan buat Kementerian Keuangan.

BERITA TERKAIT

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…