Keran Ekspor Dibuka, Industri Smelter Terancam Bangkrut

NERACA

Jakarta – Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) menyatakan, 20 fasilitas pemurnian (smelter) nikel menghentikan kegiatan operasinya akibat tertekan harga yang rendah. "Munculnya Undang-undang No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, ada 32 smelter baru yang muncul, 25 di antaranya adalah smelter nikel dengan nilai investasi mencapai US$18 miliar. Namun, dari 25 smelter tersebut, hanya ada 2 smelter yang masih bisa digolongkan dalam keadaan sehat dan sisanya harus terseok-seok untuk menjalankan kegiatan operasinya," kata Wakil Ketua AP3I, Jonatan Handojo usai acara halalbihalal di Jakarta, Jumat (21/7).

Kebijakan pemerintah yang kembali membuka keran ekspor bijih nikel kadar rendah, menurut Jonatan, telah menekan harga. Hal tersebut membuat investasi smelter tidak ekonomis. "Harga pokok produksi (HPP) smelter nikel dengan teknologi blas furnace sekitar US$9.600 per ton. Adapun smelter listrik HPPnya di kisaran US$9.800 per ton," papar dia.

Sementara itu, harga nikel saat ini bergerak di kisaran US$9.600 per ton, sempat berada di bawah US$9.000 per ton pada akhir Mei hingga Juni lalu. Kalau idelanya, harga nikel di Indonesia sekitar US$11.000 dan pernah sampai segitu sekitar November sampai Desember lalu, tapi anjlok gara-gara ada relaksasi di Januari.

Jonatan menambahkan, pihaknya telah satu suara dengan pihak Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) terkait penolakan terhadap pelonggaran ekspor mineral mentah. Bahkan, surat bersama yang berisi keluhan AP3I dan usulan BKPM telah disusun bersama.

"Kami menyusun surat bersama. Jadi, keluhannya AP3I akan dirangkum dan disampaikan oleh Pak Thomas Lembong kepada Presiden dan BKPM tidak ingin investasi yang telah masuk ke Indonesia terganggu," tutur Jonatan.

Sedangkan Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Logam, Mesin, Alat Transortasi, dan Elektronika (Ilmate) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), I Gusti Putu Suryawirawan mengatakan, pihaknya  dan Kementerian ESDM telah membentuk tim koordinasi untuk mulai menjaga ekspor mineral.

"Pokoknya pemerintah menjaga industri smelter yang sudah investasi di sini itu tetap mendapat pasokan bahan baku. Kalau mau ekspor, rekomendasi di Kementerian ESDM tapi kami ikut diinformasikan," ujar Putu.

Putu menjelaskan, saat pemerintah menutup ekspor mineral mentah pada 2013, investor logam dasar asal Tiongkok mulai membanjiri Tanah Air karena mereka kekurangan pasokan bahan baku. Kemenperin menilai relaksasi ekspor mineral justru akan membuat investor lari.  "Kami akan memberikan masukan pada Kementerian ESDM sehingga menjadi referensi dalam memberikan rekomendasi ekspor," katanya.

Selama ini, ekspor mineral mentah hanya membutuhkan rekomendasi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tanpa mempertimbangkan kebutuhan industri nasional sehingga harga nikel tidak lagi sesuai nilai keekonomian industri pemurnian dan peleburan (smelter).

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian telah menyiapkan sumber daya manusia (SDM) untuk memenuhi kebutuhan sektor industri smelter sebanyak 1.200 orang sejak tahun 2015-2017. Tenaga kerja tersebut merupakan lulusan Politeknik Industri Logam Morowali, Akademi Komunitas Industri Logam Bantaeng, dan Politeknik Akademi Teknik Industri Makassar.

“Upaya ini merupakan salah satu wujud pelaksanaan pendidikan vokasi industri yang diinisiasi oleh Kemenperin dengan konsep berbasis kompetensi serta link and match dengan industri,” kata Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) I Gusti Putu Suryawirawan di Kendari, Sulawesi Tenggara.

Menurut Putu, tujuan Kemenperin untuk berkerjasama dengan industri dalam membentuk lembaga pendidikan vokasi tersebut, antara lain menciptakan tenaga kerja industri tingkat ahli muda (D-II) dan ahli madya (D-III) di bidang industri logam untuk Kawasan Timur Indonesia.

Selanjutnya, memberdayakan SDM di sekitar kawasan industri untuk menjadi tenaga kerja kompeten yang sesuai kebutuhan di lapangan, serta mendukung investasi industri melalui penyediaan tenaga kerja industri yang kompeten.

Seperti diketahui, sebanyak 13 ribu tenaga kerja di kawasan industri Morowali, sekitar 2.000 di antaranya berasal dari Tiongkok. Jumlah itu belum mencakup pekerja tidak tetap atau bekerja sementara yang hanya beberapa pekan atau bulan kemudian pulang ke negaranya. Kedatangan mereka berkaitan dengan penggunaan teknologi yang dibawa perusahaan dari negara asalnya.

 

BERITA TERKAIT

Tingkatkan Ekspor, 12 Industri Alsintan Diboyong ke Maroko

NERACA Meknes – Kementerian Perindustrian memfasilitasi sebanyak 12 industri alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam negeri untuk ikut berpartisipasi pada ajang bergengsi Salon International de l'Agriculture…

Hadirkan Profesi Dunia Penerbangan - Traveloka Resmikan Flight Academy di KidZania Jakarta

Perkaya pengalaman inventori aktivitas wisata dan juga edukasi, Traveloka sebagai platform travel terdepan se-Asia Tenggar hadirkan wahana bermain edukatif di…

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

BERITA LAINNYA DI Industri

Tingkatkan Ekspor, 12 Industri Alsintan Diboyong ke Maroko

NERACA Meknes – Kementerian Perindustrian memfasilitasi sebanyak 12 industri alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam negeri untuk ikut berpartisipasi pada ajang bergengsi Salon International de l'Agriculture…

Hadirkan Profesi Dunia Penerbangan - Traveloka Resmikan Flight Academy di KidZania Jakarta

Perkaya pengalaman inventori aktivitas wisata dan juga edukasi, Traveloka sebagai platform travel terdepan se-Asia Tenggar hadirkan wahana bermain edukatif di…

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…