KPPU: Gotong Royong dan Kemitraan Usaha Jadi Solusi Atasi Ketimpangan

KPPU: Gotong Royong dan Kemitraan Usaha Jadi Solusi Atasi Ketimpangan

NERACA

Jakarta – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai tingginya angka ketimpangan antar pendapatan per kapita masih menjadi persoalan serius yang harus segera dibenahi. Sebab, meskipun perekonomian nasional meningkat cukup pesat, namun dengan masih tingginya angka ketimpangan atau indeks gini rasio mencerminkan manfaat pertumbuhan ekonomi belum merata dirasakan seluruh masyarakat dan hanya dinikmati segelintir orang kaya.

Ketua KPPU, Syarkawi Rauf mengatakan sejak era reformasi, pertumbuhan ekonomi nasional masih menyisakan persoalan besar yakni, terjadinya proses konglomerasi usaha dari hulu ke hilir dalam satu kepemilikan. Hal ini berdampak pada tingginya penguasaan pasar di sejumlah sektor strategis dan pada akhirnya berdampak pada naiknya angka ketimpangan pendapatan.

“Hingga sekarang ini masih terjadi dualisme dalam kegiatan usaha antara konglomerasi besar di satu sisi dan usaha skala mikro, kecil, dan koperasi di sisi lain. Konglomerasi besar posisinya semakin kuat di pasar, sementara usaha skala mikro, kecil, dan koperasi terpinggirkan dalam perekonomian nasional,” kata Syarkawi dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, kemarin.

Pesatnya pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari peningkatkan harga produk domestik bruto (PDB) nasional dari waktu ke waktu. Pada tahun 2001, PDB mencapai Rp 1.646 triliun, kemudian pada 2007 meningkat menjadi Rp 3.950 triliun, dan naik lagi pada 2014 menjadi Rp 10.094 triliun.

Namun sayangnya, peningkatan PDB ini lebih banyak dinikmati oleh pengusaha besar. Bahkan hanya oleh lima atau kurang penguasa besar di masing-masing sektor, khususnya sektor strategis seperti pertanian, industri, perdagangan, telekomunikasi, dan transportasi.

Padahal, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pelaku usaha di Tanah Air mencapai 57,9 juta pelaku usaha mulai dari skala mikro, kecil, menengah, koperasi dan pengusaha besar. Dari total pelaku usaha tersebut, hanya 0,01% yang berstatus pelaku usaha besar dengan jumlah 4.968 unit usaha.

Menurut Syarkawi, konglomerasi serta penguasaan pasar inilah merupakan faktor utama penyebab ketimpangan pendapatan di Indonesia semakin melebar.“Hal ini terjadi karena pengusaha skala mikro dan kecil lebih mudah keluar dari pasar atau bangkrut dari pada bertransformasi menjadi pengusaha menengah atau besar,” ujar dia.

Peningkatan angka ketimpangan bisa terlihat dari naiknya indeks gini rasio nasional. Pada tahun 1999, indeks gini rasio mencapai 0,309 dan naik pada 2002 menjadi 0,329. Kemudian, naik lagi menjadi 0,364 pada 2007, 0,413 pada tahun 2013, dan 0,397 pada tahun 2016. 

Syarkawi mengatakan, perlu ada upaya ekstra untuk dapat menekan angka indeks gini rasio. Pengusaha besar harus mampu melibatkan pengusaha skala mikro dan kecil untuk bergerak bersama mengembangkan usaha lewat pola kemitraan.“Prinsipnya, gotong royong untuk tumbuh bersama sebagai mitra yang setara antara konglomerat besar dan pengusaha mikro, kecil, menengah dan koperasi,” kata dia.

Indonesia sejatinya bisa mencontoh Korea Selatan yang mampu menggeser perekonomiannya yang semula berbasis konglomerasi menjadi berbasis mikro, kecil, menengah dan koperasi. Bahkan, koperasi petani di Negeri Gingseng ini memegang peranan penting dalam menjaga kestabilan harga pangan.

Sesuai dengan UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, KPPU pun memiliki peran untuk mengawasi implementasi kemitraan antara pengusaha besar dengan pelaku usaha kecil. Sehingga, penguasa kecil tidak dirugikan oleh kepentingan konglomerasi.

Untuk jangka pendek, pemerintah dapat menerapkan kemitraan pelaku usaha di sejumlah daerah yang masih tinggi angka ketimpangannya. Misalnya, di sektor pertanian, peternakan, dan sektor lain.“Perlu ada pilot project (proyek percontohan) pengembangan kemitraan di beberapa sektor strategis untuk mengatasi ketimpangan sekaligus menghindari dualisme ekonomi yang akut,” ujar Syarkawi. Mohar

 

 

BERITA TERKAIT

Dua Pengendali Pungli Rutan KPK Sampaikan Permintaan Maaf Terbuka

NERACA Jakarta - Dua orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berstatus tersangka atas perannya sebagai pengendali dalam perkara pungutan…

Ahli Sebut Penuntasan Kasus Timah Jadi Pioner Perbaikan Sektor Tambang

NERACA Jakarta - Tenaga Ahli Jaksa Agung Barita Simanjuntak mengatakan penuntasan kasus megakorupsi timah dapat menjadi pioner dalam upaya perbaikan…

Akademisi UI: Korupsi Suatu Kecacatan dari Segi Moral dan Etika

NERACA Depok - Dosen Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI) Dr. Meutia Irina Mukhlis mengatakan dalam…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Dua Pengendali Pungli Rutan KPK Sampaikan Permintaan Maaf Terbuka

NERACA Jakarta - Dua orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berstatus tersangka atas perannya sebagai pengendali dalam perkara pungutan…

Ahli Sebut Penuntasan Kasus Timah Jadi Pioner Perbaikan Sektor Tambang

NERACA Jakarta - Tenaga Ahli Jaksa Agung Barita Simanjuntak mengatakan penuntasan kasus megakorupsi timah dapat menjadi pioner dalam upaya perbaikan…

Akademisi UI: Korupsi Suatu Kecacatan dari Segi Moral dan Etika

NERACA Depok - Dosen Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI) Dr. Meutia Irina Mukhlis mengatakan dalam…