Pembangunan Jogja Makin Timpang

Oleh: Bhima Yudhistira Adhinegara

Peneliti INDEF

 

Ada yang menarik dari data yang disajikan oleh BPS per Maret 2017 tentang ketimpangan. Angka ketimpangan atau sering dikenal dengan rasio gini secara nasional tetap 0,39. Tapi Yogyakarta justru mencatatkan kenaikan rasio gini menjadi 0,43 dibandingkan periode Maret tahun sebelumnya sebesar 0,42. Yogyakarta masih memegang predikat sebagai provinsi dengan angka ketimpangan tertinggi di Indonesia.  

Sungguh hal yang memalukan. Ketimpangan tertinggi justru bukan di kota megapolitan seperti Jakarta, Medan atau Surabaya melainkan di Yogyakarta. Dilihat lebih detail, peningkatan ketimpangan Yogyakarta bukan terjadi di pedesaan. Laju ketimpangan tertinggi justru terjadi di perkotaan, nilainya mencapai 0,435.

Sementara rasio gini perdesaan hanya 0,34. Ketimpangan di kota Yogyakarta melesat 0,012 hanya dalam waktu 1 tahun. Meskipun angka ketimpangan sudah sangat membahayakan, Pemerintah Daerah Yogyakarta nampaknya masih acuh. Toh, Yogyakarta biarpun timpang tapi menurut BPS penduduknya bahagia. Ini logika yang keliru dan menyesatkan. Setelah diselidiki, ada dua tempat di Yogyakarta yang menjadi sumber utama ketimpangan yakni Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman.

Kedua lokasi ini dalam kurun waktu 10 tahun terakhir terjangkit fenomena modernisasi yang seakan dipaksakan. Identitas Yogyakarta sebagai pusat kebudayaan makin tergantikan dengan bangunan-bangunan mewah, mal dan hotel berjejeran menghiasi sudut kota. Sayangnya uang pembangunan bukan berasal dari Yogyakarta, sementara si pembeli dan pengisi bangunan itu pun bukan orang asli Yogyakarta. Arah pembangunan menjadi salah sasaran.

Di sisi yang lain, petani yang makin terjepit kondisi ekonomi akhirnya rela melepas lahannya untuk dijadikan lahan spekulasi properti. Pembangunan perumahan menengah atas bertaburan di Yogyakarta. Harga rumah makin tak terbeli oleh penduduk miskin, untuk menyewa pun nampaknya berat. Upah minimum Yogyakarta dipatok maksimum Rp1,5 juta per bulan, sementara harga rumah minimum Rp300 juta. Banyak yang memprediksi warga Jogja sampai matipun tidak bisa memiliki rumah baru, selamanya akan mengontrak. Sungguh kondisi yang ironis. 

Fenomena timpangnya pembangunan Yogyakarta jadi pelajaran bagi seluruh wilayah di Indonesia. Pembangunan fisik, apalagi yang orientasi nya modern belum tentu membawa kesejahteraan bagi masyarakat sekitar. Kebijakan tata ruang yang semrawut dengan apartemen, mal dan hotel saling berdempetan bukanlah potret keberhasilan pembangunan. Apartemen, mal dan hotel merupakan fasilitas yang dibangun untuk kalangan menengah atas. Sementara penduduk asli makin miskin dan tergusur.

Sebelum memberi izin pembangunan, ada baiknya Pemerintah Daerah punya pertimbangan jauh kedepan. Mungkin untuk saat ini masih banyak warga yang bahagia dengan kondisi yang ada atau bahasa jawa nya dikenal dengan Nrimo. Tapi suatu saat wajah gembira warga di daerah bisa pudar, digantikan dengan kerutan di dahi karena pembangunan sudah memakan anak kandungnya sendiri.

 

BERITA TERKAIT

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

BERITA LAINNYA DI

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…