Butuh Upaya Keras Supaya Angka Kemiskinan Turun

 

NERACA

 

Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa persentase penduduk miskin di Indonesia per Maret 2017 mencapai 10,64 persen, menurun tipis dibandingkan persentase pada September 2016 yang mencapai 10,7 persen. Meskipun persentase angka kemiskinan cenderung turun, Kepala BPS Suhariyanto mengatakan butuh upaya yang maksimal agar angka kemiskinan bisa dibawah 10 persen. "Harus diakui selama beberapa tahun terakhir penurunan kemiskinan itu lambat karena kita sudah mendekati 10 persen," ujar Suhariyanto saat jumpa pers di Jakarta, Senin (17/7).

Pada Maret 2011, persentase penduduk miskin di Indonesia mencapai 12,49 persen. Kemudian menurun menjadi 11,96 persen pada Maret 2012, lalu turun menjadi 11,36 persen pada 2013. Pada Maret 2014, persentase penduduk miskin mencapai 11,25 persen. Setahun setelahnya 11,22 persen, lalu pada Maret 2016 mencapai 10,86 persen. Sementara itu, persentase penduduk miskin di Indonesia per Maret 2017 sendiri mencapai 10,64 persen, relatif lambat dibandingkan periode-periode sebelumnya.

Secara kuantitas, penduduk miskin per Maret 2017 sendiri mencapai 27,77 juta orang dibandingkan dengan kondisi September 2016 yang mencapai 27,76 juta orang. "Untuk menarik ke bawah 10 persen perlu usaha lebih besar lagi. Kita harus konsentrasi sesuai dengan karakteristik kemiskinan itu sendiri, itu penting," katanya.Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2016 sebesar 7,73 persen, turun menjadi 7,72 persen pada Maret 2017. Sedangkan persentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada September 2016 sebesar 13,96 persen, turun menjadi 13,93 persen pada Maret 2017. 

Oleh karena itu, lanjut Suhariyanto, upaya pengurangan tingkat kemiskinan sendiri harus difokuskan di wilayah pedesaan, di mana masih banyak penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. "Di pedesaan misalnya, 51 persen penduduk miskinnya bekerja di sektor pertanian. Kita sejahterakan petani dan perbaiki upah buruh taninya. Perluasan KIP (Kartu Indonesia Pintar) dan KIS (Kartu Indonesia Sehat) menjadi penting, supaya mereka punya modal bergerak ke depan lebih maju lagi," ujar Suhariyanto.

Menurut Suhariyanto, dalam menurunkan tingkat kemiskinan kuncinya adalah dengan menurunkan ketimpangan kesempatan penduduk itu sendiri. Pertama, ia menekankan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. "Tidak ada gunanya ekonomi tinggi ketika itu tidak bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat. Kedua infrastruktur, supaya gampang membawa barang dari satu tempat ke tempat lainnya. Ketiga, social inclusion. Penduduk miskin harus mendapatkan akses ke pendidikan, kesehatan, dan lainnnya," katanya.

Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap garis kemiskinan pada Maret 2017 tercatat sebesar 73,31 persen. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kondisi September 2016 yaitu sebesar 73,19 persen. Jenis komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai garis kemiskinan di perkotaan maupun di perdesaan adalah beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, daging ayam ras, mie instan, gula pasir, kopi bubuk dan kopi instan (sachet), dan bawang merah.

Sementara itu, untuk komoditi bukan makanan yang besar pengaruhnya adalah biaya perumahan, listrik, bensin, pendidikan, angkutan, kesehatan, dan perlengkapan mandi. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan, yang diukur menurut garis kemiskinan (makanan dan bukan makanan).

Garis kemiskinan makanan adalah nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan atau setara 2.100 kalori per kapita per hari. Garis kemiskinan bukan makanan adalah nilai minimum pengeluaran untuk perumahan, sandang, pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan pokok non makanan lainnya. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Metode tersebut dipakai BPS sejak 1998 supaya hasil penghitungan konsisten dan terbanding dari waktu ke waktu (apple to apple).

Bank Dunia memproyeksikan jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan di Indonesia akan semakin berkurang pada tahun ini. Sebab, ekonomi Indonesia terus tumbuh dan laju inflasi tetap terjaga. Ekonom Senior Bank Dunia untuk Indonesia Hans Anand Beck mengatakan persentase penduduk berpendapatan di bawah 1,9 dolar AS atau setara Rp 25.270 per hari (kurs Rp 13.300) turun dari 7,5 persen pada 2015 menjadi 6,5 persen tahun lalu dan diprediksi kembali turun menjadi 5,6 persen pada tahun ini.

Hal yang sama pada penduduk berpendapatan di bawah 3,1 dolar AS atau sekitar Rp 41.230 per hari (kurs Rp 13.300), persentasenya turun dari 32,1 persen pada 2015 menjadi 29,9 persen tahun lalu. Pada tahun ini, persentasenya diproyeksikan turun menjadi 27,7 persen. Dengan perkembangan tersebut, total penduduk Indonesia yang berada di garis kemiskinan pada 2016 mencapai 103,2 juta atau mencapai 39,6 persen dari total penduduk Indonesia yang mencapai 260,6 juta. Sementara pada tahun ini, jumlahnya diproyeksikan menjadi 86,6 juta atau 33,3 persen dari total penduduk. "Data dari September 2015 ke 2016 angka kemiskinan turun 0,4 persen. Kami yakin ini akan berlanjut, melihat dari kuatnya pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan tren penurunan angka pengangguran sejak 2012," kata Hans.

Pengamat Ekonomi Faisal Basri mengatakan, saat ini pemerintah belum berhasil mengatasi kesenjangan ekonomi. Dia menyebut, 10 persen orang terkaya di Indonesia menguasai 75,7 persen kekayaan nasional. Kekayaan tersebut diperoleh karena faktor kedekatan dengan kekuasaan. Sementara di sisi lain, pemerintah belum mampu meningkatkan kesejahteraan kelompok pekerja. Menurut Faisal, pendapatan kelompok masyarakat pekerja cenderung menurun. Hal itu diperparah dengan bertambahnya jam kerja karena tekanan ekonomi.

"Mayoritas pendapatan petani, buruh tani dan buruh bangunan menurun. Karena tekanan ekonomi jam kerja pun jadi bertambah, rata-rata 49 jam per minggu. Kelompok Pekerja di Indonesia masuk kategori pekerja keras nomor tiga setelah Hongkong dan Korea," ujar Faisal. Ia menuturkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, masih terdapat 28,01 juta jiwa yang hidup miskin. Kemiskinan yang paling parah berada di wilayah pedesaan. Baik indeks kedalaman kemiskinan maupun keparahan kemiskinan dalam beberapa tahun terakhir cenderung meningkat. bari/mohar

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…