Urbanisasi vs Wiraswasta

Wakil Gubernur terpilih DKI Jakarta Sandiaga Uno menegaskan calon pendatang baru pasca-Lebaran diminta memiliki keahlian agar mampu bersaing di pasar kerja di Jakarta khususnya dan perkotaan. Apalagi diprediksi jumlah pendatang ke Jakarta bisa mencapai lebih dari 500.000 orang, termasuk di daerah penyangga, yaitu Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi.

Inilah faktor yang tersisa adalah hiruk pikuk arus balik menuju ke perkotaan, Jakarta tetap sepertinya menjadi favorit tujuan para perantau melalui rutinitas arus balik pasca-Idul Fitri yang selalu dua kali atau lebih dari arus mudik.

Yang menjadi pertanyaan sekarang, bagaimana perkotaan menyikapi tantangan urbanisasi tersebut? Problem perkotaan memang kompleks, tidak hanya terkait dengan tata ruang, tapi juga aspek lingkungan sosial, kemasyarakatan, dan budaya. Oleh karena itu, seiring laju pembangunan perkotaan, maka yang harus lebih diperhatikan adalah bagaimana supaya pembangunan benar-benar manusiawi dan tidak sebaliknya, yang justru makin memicu kerentanan terhadap masyarakat perkotaan atau lebih parah lagi memacu timbulnya kelompok masyarakat miskin perkotaan.

Karena itu, dibalik laju pembangunan kota selalu ada sejumlah kasus klasik, yaitu pertama, mengapa dan apa sebabnya cenderung terjadi kompleksitas problem sosial di perkotaan yang meliputi persoalan kependudukan, urbanisasi, kesenjangan sosial yang makin kuat, disorganisasi kelembagaan masyarakat, meningkatnya penyandang masalah sosial, ketimpangan pendidikan dan derajat kesehatan, serta fenomena PKL. Kedua, mengapa dan apa sebabnya cenderung terjadi kompleksitas permasalahan ekonomi di perkotaan yang meliputi lemahnya kemampuan dunia usaha, pengangguran, dan realitas kemiskinan di perkotaan.

Ketiga, mengapa dan apa sebabnya cenderung terjadi kompleksitas permasalahan sarana prasarana perkotaan yang meliputi persoalan penataan ruang tidak efektif, sampah dan air limbah, transportasi kota semakin buruk, keterbatasan air bersih, perumahan dan permukiman kumuh, gangguan pelestarian aliran sungai, serta merosotnya kualitas lingkungan secara makro.

Pembangunan sejumlah kota baru juga rentan memicu implikasi sosial-ekonomi karena pembangunan sejumlah kota baru secara tidak langsung menjadi daya pikat bagi warga desa untuk menyerbu perkotaan, terutama pasca-Idul Fitri. Ironisnya, warga desa tersebut ada yang memiliki keterampilan, tapi banyak juga yang tidak punya ketreampilan sehingga sangat rentan memicu dampak sosial ekonomi baru di perkotaan sebagai daerah tujuan migrasi mereka itu.

Konsekuensinya kue hasil pembangunan di perkotaan akan semakin banyak pembaginya dan ini rentan gesekan antara warga asli versus pendatang. Sementara semua memiliki hak untuk mendapatkan kue pembangunan. Artinya, konflik sosial sangat rentan dan tentu ini menjadi pembelajaran bagi pemerintah pusat dan daerah untuk memacu ekonomi di daerah secara maksimal. Berbagai persoalan klasik tersebut tentu semakin membebani perkotaan, terutama untuk perkotaan yang menjadi tujuan pendatang, baik pendatang murni berbekal skill atau pendatang yang memanfaatkan arus balik pasca-Idul Fitri untuk mengadu nasib di kota dengan berbekal sanak saudara yang terlebih dahulu hidup di perkotaan.

Mereka (pendatang baru) tidak peduli apakah nanti termasuk yang beruntung di kota atau justru menjadi komunitas miskin kota, termasuk juga komunitas pendatang yang marak menjadi PKL. Tidak bisa dimungkiri banyak pendatang beralih profesi menjadi PKL karena tidak mendapat kesempatan berkiprah di sektor formal. PKL bisa menjadi simbol eksistensi ekonomi kerakyatan, meski di sisi lain, PKL juga memicu kerawanan dan implikasi sosial lainnya. Jadi beralasan jika pemerintah berkomitmen memacu kewirausahaan untuk mereduksi pengangguran dan mengurangi fenomena migrasi pasca lebaran.

Bagaimanapun, gerakan kewirausahaan ternyata menjadi tantangan berat, terutama dikaitkan dengan kegagalan program kewirausahaan sehingga hal ini harus dilakukan berkelanjutan. Oleh karena itu, migrasi pasca-Lebaran menjadi PR besar, terutama bagi instansi di pusat daerah yang berkompeten dengan keberhasilan kewirausahaan.

Selain itu, keberhasilan program ini berpengaruh terhadap perkembangan industri kreatif yang notabene juga menjadi agenda bagi daerah di era otonomi daerah, terutama untuk menciptakan produk unggulan berbasis sumber daya lokal agar menggerakkan ekonomi daerah dan mereduksi pengangguran. Semoga!

BERITA TERKAIT

Laju Pertumbuhan Kian Pesat

  Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu…

Kredibilitas RI

Pemilu Presiden 2024 telah berlangsung secara damai, dan menjadi tonggak penting yang tidak boleh diabaikan. Meski ada suara kecurangan dalam…

Pangan Strategis

Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Laju Pertumbuhan Kian Pesat

  Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu…

Kredibilitas RI

Pemilu Presiden 2024 telah berlangsung secara damai, dan menjadi tonggak penting yang tidak boleh diabaikan. Meski ada suara kecurangan dalam…

Pangan Strategis

Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak…