Dampak Pembatasan BBM Perlu Ditekan

NERACA

Jakarta----Pemerintah diminta mengurangi dampak negatif program pembatasan BBM bersubsidi yang akan dimulai secara bertahap di wilayah Jawa-Bali per 1 April 2012.  "Tentu harus ada langkah solutif agar dampak negatif dapat dikurangi. Jika tidak, lebih baik program ditunda saja," kata Direktur Iress Marwan Batubara di Jakarta, Selasa.

Menurut Marwan, pemerintah perlu menyiapkan rencana pembatasan secara komprehensif, terintegrasi dengan energi lain, tahapan implementasi yang terukur, pembahasan seksama bersama DPR, dan sosialisasi terbuka kepada masyarakat.  “Pemerintah juga harus membenahi transportasi umum dan sarana jalan raya,” tambahnya.

Lebih jauh kata mantan anggota DPD RI ini, pihaknya memahami subsidi harus dibatasi dan diberikan secara tepat sasaran, objektif, dan berkeadilan.  “Ya, memang subsidi mesti dibatasi dan harus tepat yang menerimanya,” tuturnya.

Marwan juga mengatakan, pihaknya setuju program konversi BBM ke gas merupakan salah satu cara terbaik untuk mengurangi subsidi BBM.  Selain lebih murah, penggunaan gas lebih ramah lingkungan dan tersedia banyak di dalam negeri, sehingga mendukung kemandirian energi.  

Pemerintah, lanjutnya, juga mesti memperhatikan keselamatan pengguna alat konversi dan menyosialisasikannya ke masyarakat. "Namun, sebelum program konversi dilaksanakan, berbagai prasyarat harus dipenuhi pemerintah baik dalam bentuk kebijakan atau aturan, maupun dalam bentuk program aksi, sarana, dan anggaran," tandasnya

Sementara, Ketua Umum Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Eri Purnomohadi mengatakan, sampai saat ini, stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Jakarta sudah siap 80%.

Hanya saja, lanjut Eri,  kesiapan sumber daya manusia yang memang perlu ditingkatkan dan juga sosialisasi ke masyarakat.  "Masyarakat belum mendapatkan informasi yang jelas dan akurat," ujarnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VI DPR Aria Bima menegaskan rencana pemerintah melarang mobil pribadi di Jawa-Bali menggunakan bensin premium mulai April 2012 bisa menimbulkan kekacauan di masyarakat.  "Mobil pribadi dilarang membeli premium bersubsidi, tapi pada saat yang sama mereka kesulitan memperoleh pertamax lantaran SPBU penjualnya belum ada di daerah yang bersangkutan," kata Aria.

Dia menyatakan, jika kekhawatirannya terbukti maka saat kebijakan ini berjalan akan ada antrean panjang di SPBU-SPBU yang menimbulkan kekacauan. Karena itu politisi PDIP ini mendesak pemerintah menunda dan mengkaji ulang kebijakan pembatasan konsumsi BBM subsidi dan konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG). **cahyo

 

BERITA TERKAIT

DJBC Ungkap Jenis Barang Pindahan dari Luar Negeri yang Dikenakan Bebas Bea Masuk

  NERACA Jakarta - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) mengungkapkan berbagai jenis barang- barang pindahan dari luar negeri yang…

ESDM Usulkan Asumsi ICP Di Kisaran US$60-80/ Barel di RAPBN 2026

  NERACA Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengusulkan asumsi harga minyak mentah Indonesia atau…

Realisasi APBN di Semester I/2025 Capai 38,8%

  NERACA Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan realisasi belanja negara hingga semester I 2025 mencapai Rp1.407,1 triliun atau…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

DJBC Ungkap Jenis Barang Pindahan dari Luar Negeri yang Dikenakan Bebas Bea Masuk

  NERACA Jakarta - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) mengungkapkan berbagai jenis barang- barang pindahan dari luar negeri yang…

ESDM Usulkan Asumsi ICP Di Kisaran US$60-80/ Barel di RAPBN 2026

  NERACA Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengusulkan asumsi harga minyak mentah Indonesia atau…

Realisasi APBN di Semester I/2025 Capai 38,8%

  NERACA Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan realisasi belanja negara hingga semester I 2025 mencapai Rp1.407,1 triliun atau…