NERACA
Jakarta – PT Petrosea Tbk (PTRO) meraih kontrak Rp1,2 triliun dari PT Maruwai Coal untuk menggarap konstruksi jalan, jembatan dan konstruksi membuka lahan tambang lainnya. Kontrak berlaku untuk jangka waktu dua tahun.”Kontrak ini berpotensi menambah pendapatan perusahaan dan bertambahnya ruang lingkungan pekerjaan,” ujar Johanes Ispurnawan, Direktur Petrosea dalam siaran persnya di Jakarta, kemarin.
Petrosea telah menandatangani construction contract Lampunut Road, bridge and earthworks costruction dengan Maruwai Coal pada 16 Juni 2017. Maruwai Coal merupakan satu dari tujuh kontrak pengusahaan batu bara di Kalimantan Tengah dan Timur yang dimiliki IndoMet Coal. Saat ini seluruh saham IndoMet dikuasai PT Adaro Energy Tbk (ADRO).
Petrosea pada tiga bulan pertama 2017 membukukan pendapatan US$58,46 juta, naik 37,18% dibanding periode yang sama 2016. Pendapatan Petrosea sebagian besar berasal dari sektor pertambangan US$36,34 juta, rekayasa dan konstruksi US$16,8 juta, jasa US$4,8 juta dan lainnya US$501 ribu. Klien yang memberikan kontribusi terbesar adalah PT Freeport Indonesia, PT Indonesia Pratama Coal dan PT Kideco Jaya Agung.
Christian Saortua, analis Mina Padi Investama mengatakan, kontrak baru tersebut memberikan pengaruh yang sangat besar bagi kinerja PTRO tahun ini. "Kontrak baru tersebut tentu akan memberikan dorongan luar biasa bagi pendapatan perseroan," ujar Christian.
Dirinya memprediksi, dengan nilai kontrak berkisar Rp 1,27 triliun tersebut, emiten ini bisa meningkatkan pendapatan lebih dari US$ 47,7 juta per tahun. "Dengan kontrak baru tersebut, saya memproyeksikan perseroan bisa mencetak pertumbuhan hampir 30% di tahun 2017," proyeksinya.
Tahun lalu, perseroan mencatatkan kinerja keuangan yang cukup positif. Dimana berhasil membukukan kenaikan pendapatan yang diikuti oleh penurunan rugi bersih yang dialami perseroan pada periode tersebut. Berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2016, pendapatan usaha perseroan sebesar US$209,37 juta atau tumbuh 1,23% dibandinkan dengan pendapatan 2015 yang senilai US$206,83 juta.
Beban usaha langsung perseroan sebesar US$174,50 juta atau turun dari US$177,69 di 2015. Dengan demikian, laba kotor perseroan tercatat sebesar US$34,87 juta atau naik 19,66% dibandingkan 2015 yang senilai US$29,14 juta. Namun demikian, tingginya beban lainnya, seperti beban administrasi, beban bunga dan keuangan, beban pajak final dan sejumlah poin lainnya membuat perseroan harus mengalami rugi sebelum pajak senilai US$8,79 juta atau masih lebih rendah dibandingkan dengan rugi sebelum pajak di 2015 yang senilai US$9,58 juta.
Sedangkan rugi yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$7,93 juta atau lebih rendah 36,33% dibandingkan dengan rugi bersih 2015 yang senilai US$12,47 juta. Per 31 Desember 2016, jumlah aset perseroan sebesar US$393,42 juta, dengan liabilitas US$222,98 juta dan ekuitas US$170,45 juta.
NERACA Jakarta – Rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP) memutuskan untuk membagikan dividen sebesar…
Di tahun 2023, PT Indonesia Fibreboard Industry Tbk (IFII) membukukan laba tahun berjalan sebesar Rp100,9 miliar atau tumbuh 3,9% dibanding tahun…
NERACA Jakarta – Sepanjang tahun 2023, PT PP Presisi Tbk (PPRE) membukukan laba sebesar Rp 172 miliar pada 2023. Angka…
NERACA Jakarta – Rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP) memutuskan untuk membagikan dividen sebesar…
Di tahun 2023, PT Indonesia Fibreboard Industry Tbk (IFII) membukukan laba tahun berjalan sebesar Rp100,9 miliar atau tumbuh 3,9% dibanding tahun…
NERACA Jakarta – Sepanjang tahun 2023, PT PP Presisi Tbk (PPRE) membukukan laba sebesar Rp 172 miliar pada 2023. Angka…