Indonesia Perlu Menangkap Peluang dari OBOR

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Indonesia perlu menangkap peluang yang lebih besar dari inisiatif One Belt One Road (OBOR) karena berbagai proyek yang disasar dalam inisiatif tersebut dinilai berhubungan erat dengan pembangunan infrastruktur berbagai sektor. "Indonesia adalah salah satu negara di Asia yang memiliki potensi ekonomi menjanjikan," kata Presdir PT Bank HSBC Indonesia Sumit Dutta dalam siaran pers, Selasa (20/6).

Berdasarkan hasil kajian Riset Global HSBC, meningkatnya kemakmuran ASEAN terbukti turut meningkatkan permintaan kebutuhan perumahan, sekolah, rumah sakit, rel kereta api, bandar udara, dan fasilitas lainnya. Menurut analisis HSBC, untuk memenuhi kebutuhan tersebut, enam negara ASEAN dengan tingkat ekonomi tertinggi, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam, diperkirakan akan menginvestasikan sekitar 2,1 triliun dolar AS sampai tahun 2030.

Sejalan dengan OBOR yang ambisius dari Tiongkok, kolaborasi dengan keinginan pembangunan tadi berpotensi menghasilkan ledakan investasi dan konstruksi. Proyek-proyek yang disasar inisiatif itu juga berhubungan erat dengan pembangunan infrastruktur, baik transportasi maupun energi, yang telah dibuktikan oleh perusahaan-perusahaan Tiongkok di dalam negeri mereka.

Selain itu, hubungan perdagangan ASEAN-Tiongkok sendiri tumbuh melalui rantai suplai kawasan, terutama di industri elektronik dan mesin, dan ada hubungan erat komoditas dagang Tiongkok-ASEAN. Inisiatif OBOR dinilai mampu menjadi daya tarik pembangunan di negara ASEAN, bukan hanya karena melemahnya investasi langsung luar negeri di negara-negara selain Tiongkok, namun juga karena meledaknya pembangunan infrastruktur di negara-negara bersangkutan.

Pada bulan Juli, PT Bank HSBC Indonesia memperkirakan ASEAN akan memiliki kesenjangan dana pembangunan sebesar 1,2 triliun dolar AS hingga tahun 2030. Indonesia (700 miliar dolar) dan Thailand (150 miliar dolar) akan menjadi negara dengan kesenjangan pendanaan terbesar. Meningkatnya peringkat investasi dari lembaga pemeringkatan internasional Standard & Poor's yang diperoleh Indonesia juga dinilai didukung oleh penurunan risiko di bidang fiskal serta semakin fokusnya pemerintah dalam menciptakan anggaran yang realistis.

Sebagaimana diwartakan, Pusat Inovasi ASEAN-China akan didirikan di Bali guna mendukung program kerja sama internasional OBOR. "Tadinya mau didirikan di Singapura atau Malaysia. Tapi kami minta agar didirikan di Bali," kata Duta Besar RI untuk China, Soegeng Rahardjo, di Beijing, Jumat (2/6). Soegeng menambahkan bahwa OBOR merupakan konsep konektivitas di kawasan itu sehingga membutuhkan lembaga inovasi untuk merealisasikanya. Selain sebagai salah satu negara terbesar di kawasan Asia Tenggara, Indonesia dianggap penting oleh China untuk bersama-sama membangun infrastruktur melalui konsep OBOR.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, dana investasi China sangat besar sekira USD3 triliun. Luhut mengaku berapa dana yang disiapkan untuk Indonesia, namun di dalam topik utama OBOR, China ingin melakukan sinergi antara kebijaksanaan hubungan masyarakat dan infrastruktur. Atas dasar itu China banyak menawarkan kerjasama dengan negara lain. "Pakistan sudah kerjasama, mereka dapat komitmen USD60 miliar, Malaysia hampir USD30 miliar. Angkanya plus minus, Filipina USD24 miliar, Afrika juga banyak," ujar Luhut.

Menurut Luhut, China juga melihat Indonesia sebagai partner baik untuk mengembangkan potensi investasi. Oleh karena itu, guna memanfaatkan besarnya dan investasi China, pemerintah siap tawarkan area investasi terintegrasi di Bitung, Sulawesi Utara (Sulut), Kalimantan Utara (Kaltara), dan Sumatera Utara (Sumut). Proyek terintegrasi di Bitung yakni toll road, jalan kereta api, lapangan terbang (bandara), pelabuhan, listrik, dan area properti. 

"Lapangan terbang diperlukan untuk internasional karena Manado tidak bisa diperluas lagi dari 2.800 meter. Turis China naik 1.200% dan hotel di Manado mulai kewalahan. Kalau Bitung jadi, ini bisa jadi satu kawasan sendiri, dan dari sana bisa jadi Hub yang kita buat nanti turis ke tempat lain. Misalnya ke Bunaken, ke selatan ada Pulau Wakatobi. Jadi banyak lagi. Dari situ bisa juga ke Bali dan Toraja. Jadi ini hub," tuturnya.

Untuk investasi di Kaltara, Luhut mengatakan, di sana ada potensi listrik 7.200 megawatt (mw). Pemerintah tawarkan, China bisa sekalian membuat smelter dan industrial part di sana. Jadi pemerintah ingin Kaltara mampu membuat produksi seperti alumunium dan nikel sampai ke produk turunannya. "Saya sudah ketemu di OBOR, saya tinggal di sana 1,5 hari di Beijing. Saya ketemu CITIC, perusahaan nomor 5 di dunia, mereka bersedia organisir masuk ke sana karena mereka ada pengalaman di hidropower," ujar Luhut.

 

BERITA TERKAIT

Ditopang Kenaikan Kapasitas Listrik Geothermal, Pendapatan BREN di 2023 Naik 4,4%

  Ditopang Kenaikan Kapasitas Listrik Geothermal, Pendapatan BREN di 2023 Naik 4,4% NERACA Jakarta - PT Barito Renewables Tbk (BREN)…

Wujudkan Pendidikan Tinggi untuk Semua, Pemerintah Siapkan Pinjaman Lunak

    NERACA Jakarta – Pemerintah tengah mengkaji pinjaman sangat lunak untuk mahasiswa sebagai solusi pendanaan pendidikan di perguruan tinggi.…

OIKN Klaim Tak Ada Penggusuran dalam Proyek IKN

  NERACA Jakarta – Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara Bambang Susantono menegaskan, tidak ada penggusuran yang dilakukan oleh OIKN kepada…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Ditopang Kenaikan Kapasitas Listrik Geothermal, Pendapatan BREN di 2023 Naik 4,4%

  Ditopang Kenaikan Kapasitas Listrik Geothermal, Pendapatan BREN di 2023 Naik 4,4% NERACA Jakarta - PT Barito Renewables Tbk (BREN)…

Wujudkan Pendidikan Tinggi untuk Semua, Pemerintah Siapkan Pinjaman Lunak

    NERACA Jakarta – Pemerintah tengah mengkaji pinjaman sangat lunak untuk mahasiswa sebagai solusi pendanaan pendidikan di perguruan tinggi.…

OIKN Klaim Tak Ada Penggusuran dalam Proyek IKN

  NERACA Jakarta – Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara Bambang Susantono menegaskan, tidak ada penggusuran yang dilakukan oleh OIKN kepada…