DEFISIT FISKAL BAKAL MELEBAR 2,6% - Menkeu: Penerimaan Negara Shortfall Rp 50 T

Jakarta-Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan penerimaan perpajakan pada tahun ini akan mengalami shortfall atau kekurangan Rp 50 triliun. Sementara belanja negara membengkak Rp 10 triliun, sehingga defisit fiskal bakal melebar menjadi 2,6% terhadap produk domestik bruto (PDB). Pemerintah juga tidak akan menanggung kerugian yang diderita Pertamina akibat penurunan harga minyak dunia.

NERACA

"Kita prediksi di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2017, ada shortfall penerimaan perpajakan Rp 50 triliun. Dan tendensi belanja negara naik sampai Rp 10 triliun," ujar Sri Mulyani di kantornya, Selasa (20/6).

Pemerintah melalui Kemenkeu, menurut dia, tengah menyelesaikan asumsi maupun postur anggaran yang berubah di RAPBN-P tahun ini, untuk kemudian diajukan ke DPR guna dibahas. Pemerintah membutuhkan APBN-P lantaran ada beberapa tambahan belanja.

"Tambahannya untuk persiapan Asian Games di 2018, program sertifikasi tanah, persiapan Pilkada serentak dan pemilu, serta kebutuhan pembangunan infrastruktur yang pengadaan lahannya minta didanai. Kita akan coba lihat dari sisi kemampuan APBN kita," ujarnya.

Perlu diketahui bahwa dalam APBN 2017, pemerintah mematok penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.498,9 triliun. Sementara belanja negara mencapai Rp 2.080,5 triliun dengan defisit anggaran Rp 330,2 triliun atau 2,41% dari PDB.

Dengan adanya peningkatan belanja negara, sementara penerimaan perpajakan diperkirakan meleset, Sri Mulyani mengaku, defisit fiskal berpotensi naik menjadi sekitar 2,6% terhadap PDB, bahkan bisa lebih dari angka itu.

"Target di APBN kan, defisitnya 2,41%, tapi mungkin agak sedikit lebar menjadi 2,6% dari PDB. Kenaikan dari sisi defisit diperkirakan Rp 37 triliun. Dari Rp 330 triliun menjadi Rp 367 triliun sampai Rp 370 triliun," tutur Menkeu.

Sri Mulyani mengatakan, pemerintah akan merampungkan draf RAPBN dalam satu atau dua hari, hingga seminggu ke depan, untuk kemudian dibahas bersama DPR sebelum reses. "Kita finalkan satu-dua hari ini dari beberapa kementerian. Paling banyak bergerak memang subsidi," ujarnya.

Sementara itu, lebih jauh katanya, pemerintah akan berupaya mengoptimalkan pengumpulan penerimaan perpajakan dari berbagai ekstensifikasi dan intensifikasi. Dari pajak, Kemenkeu akan melakukan kegiatan ekstensifikasi di dalam negeri, di luar negeri, dan by sektoral berdasarkan data yang dimiliki Ditjen Pajak.

"Seluruh ekstensifikasi (pajak) di dalam, luar negeri, dan by sektoral, total bisa memperoleh lebih dari Rp 185 triliun. Juga melakukan penegakan hukum kepada para importir nakal yang misalnya melaporkan data dokumen impor dan data pajak yang berbeda," ujarnya.

Proyeksi pelebaran defisit tersebut berasal dari meningkatnya kebutuhan belanja pemerintah dan tidak tercapainya target penerimaan perpajakan (shortfall). "Ada potensi shortfall Rp50 triliun. Dari sisi belanja negara, kami lihat ada kenaikan Rp10 triliun, termasuk pergeseran belanja barang ke belanja modal," ujarnya. 

Adapun, untuk belanja negara, Sri Mulyani memproyeksi, setidaknya ada lima pos yang menambah beban pengeluaran pemerintah. Pertama, anggaran untuk perhelatan kompetisi olahraga Asian Games 2018 yang diperkirakan merogoh kocek APBN sebesar Rp3,5 triliun dari total kebutuhan mencapai Rp4,5 triliun.

Kedua, dibutuhkannya anggaran tambahan untuk menyelesaikan program sertifikasi lahan mencapai 5 juta hektare (ha) di tahun ini. Anggaran tambahan tersebut diperkirakan sekitar Rp1,2 triliun sampai Rp1,4 triliun untuk seritifikasi 3 juta ha lahan. Sementara, Rp1,4 triliun untuk sertifikasi dua juta ha lahan telah dicairkan lewat APBN Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR).

Ketiga, anggaran untuk pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) serentak pada 2018 nanti dan pemilihan umum presiden (Pilpres) pada 2019 mendatang. Keempat, anggaran tambahan untuk pengembangan proyek infrastruktur untuk pengadaan lahan. Kelima, perkiraan membengkaknya subsidi energi akibat terseret kenaikan harga minyak dunia. "Kami akan fokus hitung subsidi minyak dan berapa yang harus ditanggung PT Pertamina (Persero)," ujarnya.

Kendati begitu, khusus untuk subsidi energi, dia menekankan bahwa pemerintah dalam R-APBN 2017 masih akan menggunakan proyeksi pemberian subsidi sesuai dengan proyeksi awal APBN 2017, yaitu sebesar Rp77,3 triliun.

Namun, pemerintah terus bersiap mengikuti pergerakan harga minyak dunia yang mungkin akan berdampak pada perubahan proyeksi anggaran subsidi, sambil melihat kesanggupan Pertamina dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN untuk menutup kebutuhan listrik tersebut.

Kerugian Pertamina

Menkeu juga menegaskan, pemerintah tidak akan menanggung kerugian PT Pertamina (Persero) dari penjualan bahan bakar minyak (BBM) Premium penugasan dan Solar bersubsidi akibat kenaikan harga minyak dunia. Alasannya, pemerintah sudah mematok subsidi BBM, khusus Solar sebesar Rp 500 per liter di APBN 2017.

"Harga minyak pada awal tahun memang naik, sehingga menyebabkan harga Premium dan Solar yang ditetapkan pemerintah menjadi jauh di bawah harga keekonomiannya," ujar Sri Mulyani.

Dia mengakui, selisih antara harga jual dan harga keekonomian Premium dan Solar pernah mencapai Rp 1.250 per liter. Saat ini, harga jual BBM Premium penugasan Rp 6.450 per liter dan Solar subsidi Rp 5.150 per liter.

Akan tetapi, menurut dia, pemerintah sudah mematok subsidi energi sebesar Rp 77,3 triliun di APBN 2017. Terdiri untuk subsidi BBM, listrik, dan elpiji 3 kilogram (kg). Khusus untuk BBM, subsidi hanya dialokasikan untuk Solar sebesar Rp 500 per liter.

"Di UU APBN 2017, subsidi Premium Rp 0 dan Solar Rp 500 per liter. Kalau ada perbedaan (harga) begini, maka yang harus menanggung adalah Pertamina sendiri. Tentu kalau Pertamina menghadapi persoalan, lalu membutuhkan suntikan dana, maka bisa dibahas di APBN Perubahan," ujarnya.

Namun demikian, Sri Mulyani lebih jauh menuturkan, fokus pemerintah adalah menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan menjaga APBN tetap sehat. Oleh karenanya, dia memastikan bahwa nantinya di RAPBN-P 2017, pemerintah tetap berpatokan pada anggaran subsidi energi yang sudah disepakati.

Apalagi, harga minyak dunia kembali turun sejak akhir Mei ini sehingga selisih harga jual dan harga keekonomian semakin mengecil. "Pertamina pernah menikmati harga jual yang lebih tinggi dari harga keekonomian, jadi dapat surplus. Ketika sekarang sedikit defisit, Pertamina supaya me-manage cashflow-nya," ujarnya. bari/mohar/fba

 

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…