Kelautan dan Perikanan - Ribuan Eks Penangkap Benih Lobster Beralih Jadi Pembudidaya

NERACA

Mataram- Setidaknya 2.246 rumah tangga penangkap benih lobster yang tersebar di 3 (tiga) Kabupaten (Lombok Tengah, Lombok Timur dan Lombok Barat) menyatakan berhenti melakukan aktivitas penangkapan benih lobster. Hal itu ditandai dengan pengucapan ikrar yang disampaikan oleh seluruh masyarakat di depan Pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Wakil Gubernur NTB dan ditandatangani oleh tiga perwakilan masyarakat.

Perwakilan masyarakat yaitu Legur mewakili atas nama penangkap benih lobster dari Kab. Lombok Tengah; Saeful Rizal dari Kab. Lombok Barat, dan Lalu Mahruf dari Kab. Lombok Timur. Ikrar tersebut berisi antara lain menyatakan berhenti menangkap benih lobster atau lobster ukuran berat 200 gram atau di bawahnya dan yang sedang bertelur, akan beralih ke usaha bidang kelautan dan perikanan; bersedia memusnahkan alat tangkap benih; dan turut serta menjaga kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan serta sepakat melaporkan penerima bantuan yang masih melakukan aktivitas penangkapan benih kepada Pemerintah dan aparat terkait.

Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan telah mengeluarkan Peraturan Menteri KP Nomor 56 tahun 2016 tentang Larangan dan Pengeluaran Lobster, Kepiting dan Rajungan dari Wilayah NKRI. Hal tersebut dilatarbelakangi fenomena eksploitasi benih lobster di alam secara tak terkendali dan secara nyata menyebabkan penurunan stok sumber daya lobster di Perairan Indonesia. Aturan ini mengatur larangan penangkapan lobster bertelur dan/atau ukuran berat kurang atau sama dengan 200 gram atau lebar karapas kurang dari atau sama dengan 8 cm.

Sebagai gambaran, tahun 2015 setidaknya sebanyak 1,9 juta ekor penyelundupan benih lobster berhasil digagalkan, dengan nilai ekonomi diperkirakan menyampai Rp 98,3 miliar. Sedangkan berdasarkan data BKIPM Mataram, dalam rentang tahun 2014 total benih lobster yang keluar dari NTB tercatat 5,6 juta ekor dengan nilai mencapai Rp 130 miliar rupiah.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto dalam pernyataannya mengatakan bahwa implementasi Peraturan Menteri KP no 56 tahun 2016 ini bukan semata-mata didasarkan pada niatan untuk mematikan usaha masyarakat, namun Pemerintah justru ingin menyelamatkan kepentingan yang lebih besar yaitu bagaimana menyelamatkan sumber daya lobster agar nilai ekonominya bisa dinikmati secara jangka panjang.

Menurutnya, pemberlakuan aturan ini harus disikapi sebagai bagian dari pembelajaran bahwa semua pihak punya tanggung jawab mengelola sumber daya ini secara berkelanjutan. Aspek keberlanjutan harus dimaknai bahwa sumber daya yang kita nikmati saat ini tidak boleh mengorbankan kepentingan generasi mendatang yang juga memiliki hak yang sama atas sumber daya yang ada baik kuantitas maupun kualitasnya.

Lombok merupakan aset terbesar sumber daya lobster di dunia, untuk itu penting menjaga kelestarian aset ini, sehingga siklus kehidupan lobster bisa berjalan secara normal.  Pemerintah mencoba untuk menata pola pemanfaatan sumberdaya lobster ini agar disatu sisi nilai ekonomi bisa dirasakan, dan disisi lain kelestariannya tetap terjaga.

“Jika eksploitasi benih lobster terus berlangsung, maka dipastikan siklus kehidupan lobster ini akan terputus, dampaknya maka ketersediaan stok lobster di alam akan menurun drastis dan sangat mungkin anak cucu kita tidak akan mengenali lagi komoditas satu ini”, kata Slamet saat memberikan arahan di depan ratusan perwakilan masyarakat  penangkapan benih lobster di Teluk Bumbang, Lombok Tengah.

Slamet juga menegaskan akan melibatkan pihak terkait dalam melakukan pencegahan dan penindakan terhadap praktik jual beli lobster yang tidak sesuai ketentuan. Pihak-pihak tersebut antara lain Badan Karantina Ikan, Ditjen Pengawasan SD Kelautan dan Perikanan, aparat kepolisian, Bea Cukai, Pemerintah Daerah dan jajaran paling bawah yaitu pemerintahan desa setempat.

Menandai penutupan aktivitas penangkapan benih lobster, masyarakat angkat dan musnahkan ribuan “pocongan” sebagai alat penangkap benih lobster di Teluk Bumbang dengan cara dibakar. Teluk Bumbang merupakan salah satu sentral terbesar tangkapan benih lobster di Lombok.

Pada awalnya setidaknya lebih dari 1.000 lubang KJA yang isinya “pocongan” alat tangkap benih terhampar di Teluk Bumbang ini. Artinya bisa puluhan ribu benih lobster tiap hari yang tertangkap dan diperjualbelikan secara illegal dari Teluk ini saja. Padahal ada 4 (empat) kawasan sentral benih lobster lain di Lombok yakni  Teluk Awang, Teluk Grupuk, Teluk Ekas dan Teluk Sepi. Dengan kesepakan pemusnahan “pocongan” ini harapannya tidak ada lagi aktivitas penangkapan benih lobster.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…