Optimalisasi Zakat

Di tengah suasana menjelang Hari Raya Idul Fitri, perilaku sebagian masyarakat cenderung konsumtif yang diindikasikan sering mendatangi pusat-pusat perbelanjaan seperti pasar tradisional, mal, pasar swalayan, kafe, dan lain-lain. Mereka tampaknya mengabaikan kemampuan keuangan pasca Lebaran.

Kita melihat sebagian besar pengunjung tidak hanya berasal dari kelas atas atau menengah. Yang kelas bawah sebagai penerima zakat, infak, dan sedekah juga mengalami hal serupa. Ini merupakan budaya akut yang sudah lama mewabah di masyarakat kita. Budaya konsumtif yang sudah lama dikampanyekan pemerintah untuk dilawan dan di ubah menjadi budaya menabung atau investasi seolah hanya slogan yang tenggelam di antara pajangan iklan komersial yang begitu marak terlihat.

Kondisi tersebut setidaknya menimbulkan masalah pada kelompok kelas bawah atau miskin, bahkan fakir, yang kesehariannya susah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mereka terjerat dalam kegiatan konsumtif, pada hal seharusnya zakat, infak atau sedekah yang diperoleh dipakai untuk tujuan-tujuan produktif. Fakir dan miskin adalah bagian dari kelompok yang berhak menerima zakat dengan semangat supaya kelompok masyarakat ini kelak dapat memperbaiki kehidupannya.

Begitu pula dengan gharimin yang mendapatkan zakat untuk membayar utang-utangnya serta kelompok penerima zakat lain. Pemberian zakat bukan bertujuan konsumsi semata. Dampak buruk budaya konsumtif harus diselesaikan dengan hukum dan rekayasa sosial. Dalam konteks budaya konsumtif di kalangan fakir miskin, tentu tidak bisa diselesaikan melalui jalur hukum karena itu bersifat hak dan masuk ranah privat.

Karena itu, satu-satunya jalan adalah melalui rekayasa sosial. Siapa yang mampu melakukan rekayasa sosial, tentu saja pemerintah dan orang yang berzakat (muzaki). Pemerintah berperan karena merupakan pengelola anggaran dan belanja negara , lalu muzaki karena merekalah yang menurut ajaran agama berkewajiban menyisihkan hartanya untuk sesama. Perubahan orientasi dari konsumtif ke produktif adalah saat yang tepat di bulan Ramadan saat umat Islam dianjurkan untuk bersedekah, berinfak, dan menyalurkan zakat.

Gerakan zakat, infak, dan sedekah juga dikampanyekan pemerintah secara besar-besaran pada saat Ramadhan disambut baik masyarakat muslim, sudah cukup banyak yang tergugah hatinya untuk menunaikannya di bulan Ramadan ini. Sayangnya,  ghirah ini tidak mencapai substansi untuk menyelesaikan persoalan. Zakat, infak, dan sedekah hanya ditunaikan begitu saja tanpa diawasi penggunaannya sehingga orang yang menerima zakat tahun ini dalam lima tahun ke depan masih juga sebagai penerima.  

Kini saatnya kepedulian memberikan zakat, infak, dan sedekah juga harus diimbangi dengan pengawasan penggunaan yang bertujuan untuk menyelesaikan persoalan kemiskinan umat sehingga rukun Islam yang ketiga ini mampu menjadi solusi. Islam benar-benar menjadi agama penolong manusia. Setidaknya ada tiga program yang bisa menjadi prioritas dalam penyaluran dana zakat, infak, dan sedekah kepada mus tahik, yaitu pendidikan, peningkatan kecakapan, dan pemberdayaan umat melalui kewirausahaan.

Salah satu solusi menyelesaikan persoalan umat, adalah dengan memberikan pendidikan kepada anak fakir dan miskin, jangan sampai anak mereka juga memiliki nasib yang sama karena terhalang haknya untuk mendapatkan pendidikan.

Pendidikan dapat menjadi instrumen lompatan memperbaiki nasib diri dan keluarganya karena dengan pendidikanlah orang akan memiliki bekal untuk berkompetisi. Zakat seharusnya diprioritaskan untuk program pendidikan sehingga orang tua yang mustahik akan memiliki anak yang muzaki. Berikutnya adalah peningkatan kecakapan. Salah satu masalah orang menjadi fakir dan miskin serta terlilit oleh utang adalah karena dia menganggur.

Pengangguran terjadi karena yang bersangkutan tidak memiliki skill untuk memasuki dunia kerja. Jika pendidikan adalah jawaban persoalan untuk jangka panjang, peningkatan skill adalah solusi jangka pendek bagi mereka yang telanjur memasuki usia produktif sehingga mereka bisa mendapatkan pekerjaan dan mengentaskannya dari kemiskinan.  

Karena itu, program pendistribusian zakat yang tidak kalah penting adalah dengan memberikan akses modal untuk bekal usaha. Pemberian modal ini harus dibarengi dengan pendampingan untuk menciptakan produk yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan tentu saja pendampingan pasar. Program ini setidaknya mampu mengangkat umat dari jebakan kemiskinan. Semoga!

BERITA TERKAIT

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…