Dilema Impor Garam

Penangkapan Direktur Utama PT Garam (persero) pada pertengahan bulan Ramadhan ini sebagai tersangka utama perizinan impor garam, membuka kedok kotornya manajemen BUMN yang seharusnya menjadi katalisator persoalan garam di dalam negeri, malah dimanfaatkan tersangka untuk kepentingan pribadinya. Polisi menuding sang dirut diduga bersalah dalam pengelolaan bisnis garam baik untuk industri maupun untuk kepentingan konsumsi masyarakat Indonesia.

PT Garam diduga melanggar Peraturan Menteri Perdagangan No 125/2015 tentang Ketentuan Impor Garam. PT Garam saat itu mengajukan impor garam konsumsi, namun ternyata yang diimpor adalah garam untuk kepentingan industri dengan tujuan menghindari bea masuk.

Selain itu, dari hasil penyelidikan juga ditemukan fakta bahwa PT Garam diduga melakukan penyelewengan dengan menjual garam industri ke pihak lain. Hal ini menyalahi ketentuan Pasal 10 Permendag No 25/2015. Dengan adanya kasus ini, Permendag No 25/2015 ramai dibincangkan oleh khalayak luas terutama dari petambak garam. Peraturan tersebut sebagai pengganti Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 58/M-DAG/Per/9/2012 dan dinilai belum efektif untuk melindungi petambak garam lokal.

Persoalan impor garam merupakan sebuah persoalan klasik yang tidak pernah ada habisnya. Impor garam cenderung meningkat pada kurun waktu enam tahun terakhir. Pada tahun 2009, impor garam pada angka sekitar 1,73 juta ton. Tahun 2014 impor mencapai sekitar 1,94 juta ton.

Awal tahun 2015, 2016, dan saat ini 2017 pemerintah juga membuka keran impor dengan mekanisme Permendag No 25/2015. Alasannya adalah masih banyaknya kebutuhan garam terutama garam industri yang tidak dapat dipenuhi industri garam lokal. Lantas faktor pendorong seperti apa yang masih menyuburkan impor garam?

Kita lihat perbandingan harga garam domestik dan internasional selama 2012-2013 mengalami peningkatan margin harga yang cukup signifikan. Di saat harga internasional mengalami penurunan pada periode Januari 2012-Desember 2013 justru harga garam domestik mengalami kenaikan.

Ini menunjukkan harga komoditas garam domestik tidak terpengaruh kondisi harga garam global. Akibatnya perusahaan kian enggan membeli garam domestik karena margin harga yang semakin lebar. Perusahaan lebih memilih produk impor daripada lokal. Dampaknya insentif petambak garam akan menurun untuk memproduksi garam lokal.

Melanjutkan tren harga 2012-2013, pada 2014-2016 (sampai 19 Oktober), harga garam halus di pasaran terus meningkat. Bahkan pada September 2016 mencapai Rp 5.564 per kg. Rata-rata pertumbuhan mencapai 0,48% per bulan. Jika dihitung bulan pertama dan terakhir, harga garam lokal mencapai 17,08%.

Peningkatan ini berdampak pada turunnya permintaan perusahaan domestik. Biaya produksi berbagai produk dengan berbahan baku garam akan semakin membengkak terutama karena daya beli masyarakat juga masih belum membaik.

Problem selanjutnya, adalah garam yang dibutuhkan oleh industri chlor alkali plant (CAP), farmasi atau lainnya adalah garam dengan kadar NaCl yang mencapai 97%. Garam jenis ini belum dapat diproduksi oleh petambak lokal. Kalau pun ada, pasti jumlahnya tidak dapat sesuai dengan kebutuhan. Maka dari itu impor garam industri lebih besar daripada impor garam konsumsi.

Di sisi lain, pemenuhan garam industri dari impor rata-rata mencapai lebih dari 91% selama periode 2011-2014. Rata-rata persentase impor garam industri terhadap impor garam total juga mencapai lebih 77,14%. Hal ini bisa diatasi dengan kebijakan peningkatan teknologi di sisi petambak atau produsen garam, sehingga perlu pembinaan insentif dan bantuan yang sudah mengarah produksi garam industri.

Karena itu, pemerintah saatnya lebih serius mengelola program unggulan bernama “Pengembangan Usaha Garam Rakyat” (Pugar). Program ideal ini bagus untuk membantu pengembangan garam rakyat dengan memperhatikan beberapa indikator seperti jumlah kabupaten, jumlah kelompok, jumlah petambak, dan luas lahan produksi. Bagaimanapun, program Pugar harus ditargetkan mencapai 100% apabila menghendaki kemakmuran petani garam bisa tercapai dalam jangka pendek. 

 

BERITA TERKAIT

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…