PENGURANGAN SUBSIDI LISTRIK SECARA BERTAHAP - TNP2K: Tarif Listrik Naik Tidak Membuat Masyarakat Miskin

Jakarta-Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) memastikan, kenaikan tarif listrik bagi sebagian pelanggan golongan 900 VA tIDak serta merta memperburuk kesejahteraan masyarakat. Hal itu terlihat dari dua indikator, yaitu inflasi dan pembentuk garis kemiskinan. Sementara itu pencabutan subsidi listrik dilakukan secara bertahap sejak Januari hingga Juni tahun ini.

NERACA

Kepala Unit Komunikasi dan Pengelolaan Pengetahuan TNP2K Ruddy Gobel merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan bahwa komponen listrik berperan sebesar 0,06% terhadap inflasi bulanan Mei sebesar 0,39 %.  Angka itu tercatat lebih kecil dibandingkan kontribusi dari bahan makanan sebesar 0,17% di periode yang sama.

Meski demikian, Ruddy mengaku instansinya masih melakukan kalkulasi atas dampak kenaikan listrik terhadap inflasi. Apalagi, jika melihat data inflasi tahun kalender (year-to-date) Januari hingga Mei, inflasi yang disebabkan golongan listrik, air bersih, gas, dan bahan bakar mencapai 3,46% dari total inflasi umum sebesar 1,67%.

"Meski demikian, kami tetap berpegang pada pernyataan Bank Indonesia bahwa inflasi hingga akhir tahun mendatang bisa sesuai dengan target, yaitu 3 plus minus 1 persen," ujarnya seperti dikutip laman CNNIndonesia.com. Jumat (16/6).

Di sisi lain, dia mengatakan bahwa kenaikan tarif  listrik memilki dampak yang sangat sedikit terhadap pembentuk garis kemiskinan. Menurut data BPS, tarif listrik hanya berpengaruh 3% terhadap kemiskinan di perkotaan dan 2% untuk wilayah pedesaan. Bahkan, angka ini jauh lebih kecil dibanding kenaikan harga beras yang dianggap menyumbang 10% terhadap garis kemiskinan.

Oleh karenanya, masyarakat tak perlu risau kesejahteraannya akan menurun karena kenaikan tarif listrik. "Untuk masyarakat kurang mampu, secara data, minim pengaruhnya. Seharusnya bagi masyarakat mampu lebih tidak berpengaruh lagi," ungkapnya.

Menurut dia, pemerintah telah mengantisipasi dampak negatif dari kenaikan tarif listrik dengan mengikutsertakan kelompok rentan miskin ke dalam penerima subsidi listrik. Saat ini, jumlah populasi rentan miskin Indonesia mencapai 93,02 juta orang atau 40% dari total populasi Indonesia. Padahal, golongan masyarakat miskin di Indonesia saat ini hanya mengambil 10,7% dari total penduduk Indonesia. Kelompok rentan miskin akhirnya dimasukkan ke dalam data terpadu penerima subsidi demi menimalisasi dampak negatif pencabutan subsidi istrik.

"Lagipula, sebagian besar masyarakat Indonesia masih belum mencapai kelas menengah, rata-rata masih di sekitar area garis kemiskinan yang pengeluaran per kapitanya hanya Rp361 ribu per bulan. Oleh karenanya, data masyarakat rentan miskin kami sertakan di dalamnya," ujar Ruddy.

Untuk diketahui publik, pada tahun ini pemerintah mencabut 19,1 pelanggan golongan 900 VA karena dianggap tidak berhak mendapatkan subsidi. Sementara itu, 4,1 juta pelanggan sisanya masih bisa memperoleh subsidi setelah diverifikasi oleh TNP2K.

Subsidi listrik di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 tercatat sebesar Rp44,98 triliun, di mana angka ini menurun 11,21% dibandingkan APBN Penyesuaian (APBNP) 2016 sebesar Rp50,66 triliun. Subsidi ini mencakup penggunaan listrik berdaya 450 VA bagi 19,1 juta pelanggan dan pelanggan 900 VA sebanyak 4,1 juta pelanggan.

Adapun, kenaikan tarif listrik dilakukan secara bertahap dari Rp586 per Kilowatt-Hour (KWh) di bulan Desember menjadi Rp774 per KWh di bulan Januari. Setelah itu, tarif listrik meningkat ke angka Rp1.023 per Kwh di bulan Maret dan bertambah lagi ke angka Rp1.352 per KWh di bulan Mei lalu.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengembalikan subsidi listrik kepada 26.290 pelanggan listrik berkapasitas 900 VA yang sebelumnya dicabut. Saat itu, pemerintah menilai pelanggan tersebut tak berhak memperoleh subsidi. Adapun, pengembalian subsidi dihitung sejak pencabutan subsidi listrik diberlakukan pada Januari hingga pertengahan Juni tahun ini.

Menurut data Kementerian ESDM, angka itu tercatat 49,46% dari total masyarakat yang mengadu sebanyak 53.150 pelanggan.

Verifikasi Pengaduan Pelanggan

Sementara, 13.859 pelanggan masih diverifikasi oleh TNP2K dan 12.852 pengaduan lainnya diserahkan ke Kementerian Sosial untuk ditindaklanjuti. Dari jumlah pengaduan, 75 pelanggan dinyatakan tidak berhak mendapatkan subsidi. Angka itu hanya 0,14% dari pengaduan masyarakat yang masuk ke pemerintah.

Secara terpisah, Staf Khusus bidang Komunikasi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Hadi M Djuraid mengatakan, masyarakat bisa mengajukan protes jika keberatan subsidinya dicabut oleh pemerintah. Apalagi, ketentuan itu telah diatur di dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 29 Tahun 2016.

Untuk mekanisme pengaduan, masyarakat bisa menyampaikan keluhan ke kantor desa atau kelurahan setempat yang kemudian bisa diteruskan ke kecamatan. Melalui situs, pengaduan tersebut akan diteruskan ke posko pusat di Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM.

"Selanjutnya, akan dilakukan verifikasi oleh TNP2K. Jika berdasar hasil verifikasi pengadu memang layak mendapat subsidi, maka TNP2K akan merekomendasikan ke PT PLN (Persero) untuk menindaklanjuti," ujarnya dalam laporan tertulisnya, pekan lalu.

Meski terdapat keluhan, penyesuaian subsidi listrik dianggap penting agar masyarakat kurang mampu bisa menikmati subsidi lebih besar. dIa menjelaskan, selama ini, subsidi listrik justru lebih banyak dinikmati oleh masyarakat yang mampu.

Sebagai contoh, pelanggan 900 VA yang mampu rata-rata memiliki konsumsi listrik 140 Kilowatt-Hour (KWh) per bulan dengan tagihan bulanan Rp84 ribu. Jika dihitung berdasar tarif keekonomian, harusnya mereka membayar Rp189 ribu. Artinya, pemerintah menombok tagihan listrik per rumah tangga mampu sebesar Rp105 ribu per bulannya.

Padahal, masyarakat tidak mampu memilki rata-rata konsumsi yang lebih rendah, yaitu 70 kWh per bulan dengan tagihan listrik sekitar Rp42 ribu. Jika tarif listrik dilepas ke harga keekonomian, maka harusnya mereka membayar Rp94 ribu. Artinya, pemerintah hanya memberi subsidi sekitar Rp 52 ribu per bulannya atau setengah dari subsidi bagi golongan mampu.

"Terkait keluhan peningkatan tagihan listrik hingga 174% bagi pelanggan rumah tangga mampu berdaya 900 VA bisa dijelaskan bahwa selama ini masyarakat mampu tersebut telah menikmati subsidi yang lebih besar dari subsidi yang dinikmati masyarakat tidak mampu," ujar Hadi.

Di tahun ini, pemerintah mencabut 19,1 pelanggan golongan 900 VA karena dianggap tidak berhak mendapatkan subsidi. Sementara itu, 4,1 juta pelanggan sisanya masih bisa memperoleh subsidi setelah diverifikasi oleh TNP2K.

Subsidi listrik di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 tercatat sebesar Rp44,98 triliun, di mana angka ini menurun 11,21 persen dibandingkan APBN Penyesuaian (APBNP) 2016 sebesar Rp50,66 triliun. Subsidi ini mencakup penggunaan listrik berdaya 450 VA bagi 19,1 juta pelanggan dan pelanggan 900 VA sebanyak 4,1 juta pelanggan.

Sebelumnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengaku telah menerima 30 ribu pengaduan dari pelanggan listrik dengan kapasitas 900 VA yang dicabut subsidinya. Pengaduan itu muncul sejak awal subsidi dicabut pada Januari silam hingga Mei kemarin.

Meski demikian, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Andy Noorsamman Sommeng mengatakan bahwa jumlah ini masih belum diverifikasi. Dengan demikian, pihaknya masih belum tahu berapa besar pelanggan yang protes dan nantinya bisa kembali mendapatkan hak subsidinya. "Data terakhir kami catat, ada sekitar 30 ribu pelanggan yang mengadu. Namun, itu masih belum kami verifikasi," ujarnya, pekan lalu. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

DUGAAN KORUPSI DANA KREDIT DI LPEI: - Kejagung Ingatkan 6 Perusahaan Terindikasi Fraud

Jakarta-Setelah mengungkapkan empat perusahaan berpotensi fraud, Jaksa Agung Sanitiar Burhanudin mengungkapkan ada enam perusahaan lagi yang berpeluang fraud dalam kasus…

Jakarta Jadi Kota Bisnis Dunia Perlu Rencana Jangka Panjang

NERACA Jakarta – Pasca beralihnya ibu kota dari Jakarta ke IKN di Kalimantan membuat status Jakarta berubah menjadi kota bisnis.…

LAPORAN BPS: - Februari 2024, Kelapa Sawit Penopang Ekspor

NERACA Jakarta –  Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor sektor pertanian pada Februari 2024 mengalami peningkatan sebesar 16,91 persen…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

DUGAAN KORUPSI DANA KREDIT DI LPEI: - Kejagung Ingatkan 6 Perusahaan Terindikasi Fraud

Jakarta-Setelah mengungkapkan empat perusahaan berpotensi fraud, Jaksa Agung Sanitiar Burhanudin mengungkapkan ada enam perusahaan lagi yang berpeluang fraud dalam kasus…

Jakarta Jadi Kota Bisnis Dunia Perlu Rencana Jangka Panjang

NERACA Jakarta – Pasca beralihnya ibu kota dari Jakarta ke IKN di Kalimantan membuat status Jakarta berubah menjadi kota bisnis.…

LAPORAN BPS: - Februari 2024, Kelapa Sawit Penopang Ekspor

NERACA Jakarta –  Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor sektor pertanian pada Februari 2024 mengalami peningkatan sebesar 16,91 persen…