Pelindo II Bikin Rugi Negara Rp4,08 triliun

 

NERACA

Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menyimpulkan adanya indikasi kerugian keuangan negara pada PT Pelindo II minimal 306 juta dolar AS ekuivalen Rp4,08 triliun (kurs tengah BI per 2 Juli 2015 sebesar Rp13.337 per US$).

"Kesimpulan tersebut merupakan hasil pemeriksaan investigatif atas perpanjangan kerjasama pengelolaan dan pengoperasian pelabuhan PT Pelabuhan Indonesia II (PT Pelindo II) berupa kerjasama usaha dengan PT Jakarta International Container Terminal (PT JICT)," kata Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Internasional BPK Yudi Ramdan, Selasa (13/6).

Penyerahan laporan hasil pemeriksaan investigatif sendiri dilakukan oleh BPK kepada DPR pada Selasa di Gedung DPR, Jakarta. Pemeriksaan BPK tersebut dilakukan dalam rangka menindaklanjuti surat dari DPR RI No. PW/02699/DPR RI/II/2016 tanggal 16 Februari 2016 kepada Ketua BPK tentang pengajuan permintaan dilakukannya pemeriksaan investigatif atas perpanjangan perjanjian kerjasama pengelolaan dan pengoperasian PT JICT antara PT Pelindo II dengan Hutchison Port Holding (HPH).

Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, BPK menyimpulkan adanya indikasi berbagai penyimpangan dalam proses perpanjangan perjanjian kerjasama pengelolaan dan pengoperasian PT JICT yang ditandatangani tanggal 5 Agustus 2014.

Indikasi berbagai penyimpangan yang ditemukan BPK tersebut patut diduga sebagai suatu rangkaian proses yang saling berkaitan dan ditujukan untuk mendukung tercapainya perpanjangan perjanjian kerjasama pengelolaan pelabuhan milik PT Pelindo II dengan mitra lama (pihak HPH) dengan cara-cara yang diindikasikan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Lain dengan BPK, sebelum meminta pendapat dari BPK, Panitia Khusus (Pansus) Angket Pelindo II lebih dulu menilai ada potensi kerugian negara Rp36 triliun. Potensi kerugian tersebut bersumber dari perpanjangan kontrak pengelolaan Jakarta International Container Terminal (JICT) hingga 2039, yang haknya diberikan kembali kepada Hutchinson Port Holding (HPH). Padahal, sedianya kontrak pengelolaan tersebut berakhir di tahun 2019 dan setelah itu JICT secara penuh menjadi milik negara. “Potensi kerugian negara dapat mencapai Rp 36 triliun akibat perpanjangan kontrak tersebut," ujar Ketua Pansus Angket Pelindo II, Rieke Diah Pitaloka.

Rieke melanjutkan, dari fakta hukum yang ada, perpanjangan kontrak tersebut bahkan tanpa persetujuan RUPS (pemegang saham), termasuk Menteri BUMN. Namun, direksi tetap memproses perpanjangan JICT. Selain itu, Pelindo II juga menerbitkan global bond (surat utang bervaluta asing) sebesar Rp 21 triliun. Penerbitan global bond itu sedianya untuk untuk membiayai pembangunan Kali Baru (NPCT 1), Pelabuhan Sorong, Kijing, Tanjung Carat dan car terminal. Namun, proyek-proyek seperti Pelabuhan Sorong, Kijing dan Tanjung Carat belum bisa dilanjutkan akibat persoalan administrasi yang belum beres.

Hal ini menjadi fakta bahwa global bond yang telah dilakukan tidak melalui perhitungan yang matang. Akibatnya, Rieke menambahkan, pihak Pelindo II sekarang terbebani bunga hutang (di luar pokok hutang) sebesar Rp 1 triliun per tahun. Pembayaran bunga tersebut diambil dari laba Pelindo II yang juga berasal dari anak perusahaan, bukan dari hasil pengembangan dana global bond. "Artinya, ada indikasi kerugian negara yang bisa dipastikan sebesar Rp 1 triliun per tahun," tutur Rieke.

Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih melengkapi bukti terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelindo II Persero. Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan, selain menghitung kerugian keuangan negara, pihaknya juga tengah menelusuri sejumlah bukti di luar negeri.

Sulitnya penghitungan kerugian negara atas kasus tersebut menyebabkan penanganan kasus terkesan berjalan lama. Eks Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, belum diperiksa kembali sejak awal 2016. “Kami terus menangani kasus ini. Penyidikan pada tersangka RJL juga masih terus dilakukan,” ujar Febri. bari

 

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…