Merebut Sektor Moneter dan Riil

Oleh: Agus Yuliawan

Pemerhati Ekonomi Syariah

Pada 23 Mei 2017 penulis view di harian Neraca tentang pertumbuhan 6,1 % sesuai dengan target Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2018. Melihat makro ekonomi tersebut, terkesan sangat impossible bisa dilakukan oleh pemerintah melihat potret dari pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun ini. Penulis menyakini tanpa upaya-upaya radikal oleh pemerintah yang dielaborasikan dalam kebijakan publik sangat mustahil pemerintah mampu melaksanakan itu.

Dalam diskusi dengan pakar ekonomi syariah Dr. Herbudhi S Tomo dengan penulis  di Jakarta, Minggu (11/6), ada  pandangan menarik yang bisa kami berikan untuk  sumbangsih pemikiran terhadap bangsa, dimana sesungguhnya pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Faktor- faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah sumber daya manusia, sumber daya alam, ilmu pengetahuan dan teknologi, budaya dan sumber daya modal. Faktor-faktor inilah yang sebenarnya mempengaruhi pertumbuhan ekononomi yang ada selama ini.  Secara teori, pertumbuhan ekonomi dapat dihitung dengan cara membandingkan perhitungan nasional pada periode tertentu dengan periode sebelumnya. Perhitungan pertumbuhan ekonomi dapat dihitung dengan nilai PDB, yaitu PDB berdasarkan harga konstan, karena pengaruh perubahan harga atau inflasi dihilangkan.

Untuk memacu pertumbuhan pertumbuhan ekonomi sesuai dengan teori tersebut—bagaimana ada upaya  kebijakan yang dilakukan oleh  pemerintah secara makro ekonomi bisa mensinergikan antara sektor moneter dan sektor riil. Selama ini kedua sektor tersebut  sering tidak sinkron yang disebabkan oleh “faktor politik” yang lebih dominan  dengan adanya praktik monopoli ekonomi.

Kebijakan sektor moneter dengan adanya pelambatan ekonomi selama ini, dikenal  dengan melakukan pembatasan kredit dan pembiayaan ke sektor riil. Sikap dan kebijakan  moneter ini didasarkan asas prudential dan ini  sah – sah saja sebagai manajemen risiko. Tapi dampak yang dilakukannya menyebabkan tingginya tingkat risiko inflasi dan tidak bergeraknya sektor riil yang ada di masyarakat. Maka dari itu melihat potret sektor moneter yang demikian  pemerintah harus mampu melakukan intervensi.

Begitu juga dengan sektor riil, salah satu yang menyebabkan penghambat sektor riil selaman ini adalah berkembannya penguasaan sektor riil dan komoditi  dari hulu hingga hilir oleh segelintir manusia secara monopoli. Hal ini yang sebenarnya yang menyebabkan  kesenjangan ekonomi berupa kemiskinan. Maka dari itu pemerintah dengan segala kekuasaannya harus mampu melakukan intervensi, baik sektor moneter dan sektor riil yang ada.

Disektor moneter bagaimana pemerintah dengan regulatornya Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus mampu memaksakan perbankan dan lembaga keuangan  berupa Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) untuk menyalurkan kredit pembiayaan ke sektor-sektor riil yang memiliki pengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja dalam hal ini seperti komoditas pertanian.Kredit dan pembiayaan murah margin bagi hasilnya harus dibuat dengan berbagai sekema khusus. Dengan intervensi inilah maka akan muncul kredit modal kerja dari perbankan dan lembaga keuangan untuk membiayai sektor sektor strategis komoditi yang menyerap tenaga kerja.  

Begitu juga dalam intervensinya di sektor riil harus mampu memotong produksi, distribusi dan konsumsi dari hulu dan hilir yang selama ini di monopoli oleh segelintir manusia. Negara secara konstitusi harus hadir dan menyelamatkan sesuai dengan amanah pasal 33 UUD 1945. Untuk hal ini, pemerintah dengan kekuasaannya bisa membuat RAPBN dan membangun integrasi antar kementerian dengan kebijakan-kebijakan yang populis dalam membangun sektor riil berupa komoditas.

Disini lah BUMN seperti Bulog bisa digerakkan dalam meng-cover komoditas yang di produksi oleh masyarakat. Peran Bulog dimasa Orde Baru berperan strategis  sebagai holding dalam mengendalikan laju inflasi masyarakat dikarenakan Bulog berfungsi sebagai mediasi produksi produk-produk pertanian.  Agar harga komoditi tidak jatuh, Bulog membeli segala produk pertanian masyarakat ketika panen raya dan memberikan penjaminan dalam bentuk  resi gudang. Dengan kontek seperti ini sektor riil dengan berbagai komoditi yang mampu menyerap ekonomi masyarakat bisa berjalan dengan baik. Realitas inilah yang saat ini tidak ada dan telah dimonopoli ketika era reformasi. Maka dari itu, pemerintah Jokowi yang berorientasi populis sudah selayaknya merebut kembali kedaulatan ini dengan cara membuat kebijakan dan intervensi untuk mensinergikan sektor moneter dan riil.

 

 

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…