Oleh: Agus Eko Cahyono
Wartawan Harian Ekonomi NERACA
Masalah pembatasan subsidi BBM mestinya dibarengi dengan menggolkan RUU Jalan. Hal ini untuk mengatasi masalah transportasi dan infrastruktur. Karena dua kebijakan tersebut akan menuntaskan problem transportasi selama ini.
Tidak hanya itu. Pemerintah juga perlu mengubah kebijakan penyediaan transportasi massal. Salah satunya dengan mengalihkan subsidi bahan bakar minyak (BBM) ke moda transportasi kereta api. Sebab, selama ini dana subsidi lebih banyak dinikmati kendaraan pribadi dan angkutan darat di luar kereta api. Padahal kereta api lebih memiliki daya angkut lebih besar ketimbang moda transportasi darat lainnya.
Selama ini kendaraan pribadi seperti mobil dan motor makin menumpuk. Akibatnya, kemacetan kian bertambah di berbagai kota besar. Lamanya waktu tempuh perjalanan memicu biaya ekonomi tinggi. Selain memboroskan anggaran, subsidi BBM yang salah akan selalu jadi masalah. Hingga kini setiap tahun penggunaan BBM bersubsidi selalu melampaui kuota. Pemerintah harus berani stop subsidi BBM kendaraan pribadi dan mengalihkan ke transportasi publik seperti kereta api
Dana subsidi dapat digunakan oleh pengelola kereta api untuk berinvestasi pada perbaikan prasarana seperti jaringan rel, penambahan rangkaian gerbong, dan pengenaan tarif murah bagi penumpang. Semua itu bakal meningkatkan kualitas layanan transportasi publik. Kualitas transportasi publik dapat juga ditingkatkan dengan menuntaskan masalah jalan tol.
Namun sayangnya, selama ini pemerintah tak pernah melaporkan hasil evaluasi SPM jalan tol kepada publik. Padahal hasil evaluasi itu akan menunjukkan kualitas penyediaan fasilitas, laju lalu lintas, transaksi kendaraan di tiap gerbang, dan seterusnya yang berkaitan dengan operasional jalan tol. Berdasarkan evaluasi itu pula itulah angka kenaikan tarif dapat ditetapkan.
Untuk itulah RUU Jalan harus selesai. Karena regulasi inilah yang bakal menjadi solusi atas pelbagai masalah di jalan raya. Secara substansi RUU ini membahas beberapa materi baru tentang pengaturan jalan, khususnya tentang jalan tol dan pembiayaannya. Bahkan RUU ini diharapkan mempercepat pembangunan infrastruktur jalan serta memberikan jaminan pemenuhan standar pelayanan minimum (SPM) bagi jalan tol.
Yang penting RUU bisa menggantikan UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan. Karena itu mestinya sekadar revisi atas UU yang sudah ada. Tapi juga mengatur sinergi antara jalan raya dan jalan rel. Sebab kapasitas jalan aspal saja tidak akan mampu mengakomodir kebutuhan angkutan logistik. Ditambah lagi, pembangunan jembatan yang selama ini belum diatur secara detil. Jangan sampai ada lagi musibah seperti ambruknya jembatan Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur.
Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…
Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…
Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…
Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…
Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…
Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…