Data vs Spekulan Pangan

Seperti kebiasaan klasik di bulan puasa dan jelang Lebaran, hampir dipastikan harga komoditas pangan mulai merangkak naik. Perilaku kenaikan harga pangan ini selalu berulang terjadi setiap tahunnya dan mengena ke seluruh bahan pangan strategis yang dibutuhkan masyarakat sehari-hari. Harga beberapa komoditas pangan kini semakin melambung tinggi saat mendekati Hari Lebaran.

Pola kenaikan harga komoditas pangan ini terjadi bukan semata karena ulah pedagang yang ingin mengeruk keuntungan lebih pada momen khusus ini, melainkan juga karena dipicu kenaikan di jalur distribusi dan logistik. Kenaikan harga pangan merupakan dampak akibat terjadinya pergerakan permintaan pasar yang kemudian memicu rentetan hukum pasar: permintaan naik, maka harga pun otomatis akan naik.

Jika menggunakan perhitungan umum, bila kenaikan harga komoditas pangan pada bulan puasa dan menjelang Lebaran masih berkisar kurang lebih 20%, hal itu masih dianggap normal. Tetapi jika kenaikan harga mencapai angka lebih dari 20%, bahkan seperti tahun lalu sempat mencapai 40% hingga 50%, tentu akan menyebabkan pos pengeluaran masyarakat pada bulan puasa dan lebaran naik kian drastis.

Meski selama bulan puasa dan menjelang Lebaran, pemerintah selalu melakukan operasi pasar, mengeluarkan stok dari Bulog untuk didistribusikan ke pasar, dan mengembangkan berbagai langkah intervensi untuk mencegah serta mengendalikan agar harga pangan tidak melonjak, berbagai upaya yang dilakukan umumnya tidak terlalu berdampak signifikan. Di pasar, kenaikan harga komoditas seolah tetap tak terbendung karena dipengaruhi berbagai faktor.

Kita melihat berbagai keluarga, sudah lazim terjadi selama bulan puasa, konsumsi yang disediakan untuk berbuka dan sahur biasanya justru lebih banyak daripada hari-hari biasa. Artinya, pola konsumsi masyarakat selama bulan puasa, pos pengeluaran keluarga untuk pangan umumnya justru naik sekitar 25% hingga 100% , atau dua kali lipat dari kebiasaan sehari-hari.  

Kedua, karena ulah para spekulan dan pedagang di pasar yang bernafsu mengeruk keuntungan besar pada hari-hari tertentu yang hanya mereka nikmati setahun sekali. Kepentingan para spekulan dan pedagang yang ingin mengambil keuntungan sebesar-besarnya dalam tempo cepat, sering menjadi pemicu utama terjadinya kenaikan harga pangan di pasaran. 

Ketiga, adanya perbedaan ketersediaan stok pangan di berbagai daerah yang belum didukung pola distribusi yang memadai, sehingga bukan tidak mungkin terjadi di sebuah daerah, stok pangan berlimpah, sedangkan stok pangan di daerah yang lain justru mengalami kelangkaan karena tidak lepas dari buruknya infrastruktur yang mengakibatkan distribusi pangan terganggu. 

Nah, untuk memastikan agar harga pangan di pasaran tidak bergejolak selama bulan puasa dan jelang Lebaran, pemerintah telah  memutuskan untuk mengambil tindakan tegas kepada semua pihak yang mencoba “mengail di air keruh”. Bagi para spekulan, distributor dan tengkulak yang mencoba melakukan penimbunan stok pangan untuk dimainkan harganya, pemerintah telah bertekad untuk melakukan tindakan tegas, mulai dari penyegelan, penyitaan hingga membawa kasus itu ke ranah hukum untuk efek penjeraan. 

Namun, sejauh mana pendekatan yang mengancamkan sanksi kepada para spekulan ini bakal berhasil, tentu masih harus diuji oleh waktu. Menindak tegas semua pihak yang secara egois memainkan harga di bulan Ramadhan untuk mengeruk keuntungan, memang sudah seharusnya dilakukan.  

Agar langkah Satgas Pangan melakukan tindakan efektif di lapangan, selain dibutuhkan langkah hukum juga diperlukan pendataan lengkap mengenai jumlah stok dan pasokan pangan di berbagai daerah.  Ini mutlak dibutuhkan untuk menjamin langkah antisipasi dan distribusi penyediaan pangan bagi konsumsi masyarakat. Bagaimanapun, data ketersediaan pangan yang dinamis ini perlu dimiliki. Sebab dengan mengacu data itu akan dapat dikembangkan mekanisme distribusi pangan yang saling mengisi dan bertukar komoditas antardaerah satu dengan daerah yang lain. 

Karena itu, pemerintah pusat hendaknya jangan berpuas diri hanya dengan keberhasilan mewujudkan swasembada pangan nasional. Pengertian swasembada pangan akan benar-benar membumi jika ketersediaan pangan secara nasional, benar-benar dapat didistribusikan secara merata ke berbagai daerah sesuai kebutuhan masyarakat setempat.  Semoga!

BERITA TERKAIT

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…