Melawan Wacana Intoleransi

 

Oleh: Agung Virdianto, Mahasiswa Program Pascasarjana, bekerja di LSISI Jakarta

 

 

Pada tahun 2017 atau tepatnya dengan munculnya fenomena Pilkada DKI yang warna politik kepentingan agama sangat menajam dalam pemilihan demokratis yang telah membelah para pemilih berdasarkan agama yang dimotori oleh ormas yang selama ini berlebel meresahkan kemajemukan bangsa. Tindakannya tersebut yang diperkuat dengan pembangunan opini masyarakat melalui media sosial dan media berbasi jejaring sosial, seperti pupuk atau suplemen yang di injeksi dapat dengan cepat menyuburkan tanaman yang belum waktunya musim panen tetapi sudah mengalami panen.

Musim panen intoleransi yang dilakukan sebagian elemen masyarakat di Indonesia yang terus merembes ke sejumlah wilayah seperti di Kalimantan Barat dengan pengusiran para ulama yang beridentitas FPI, anggota PKS (Fahri Hamzah) ditolak oleh masyarakat Manado dan terakhir informasi yang tidak akurat di medsos telah menyulut emosional kelompok melakukan perlawanan terhadap aparat negara di Papua yang diberitakan membakar kitab suci. Menjadi pertanyaan mengapa keragaman perbedaan yang ada di Indonesia saat ini sangat mudah rapuh dan kepentingan pihak tertentu dalam medsos yang terus mengemas wacana intoleransi.

Keragaman perbedaan yang ada di Indonesia merupakan suatu ciri khas dari bangsa ini. Mulai dari perbedaan suku budaya, etnis, ras bahkan agama menjadikan bangsa ini sebagai bangsa yang kultikulutral. Kini perbedaan dan keberagaman khususnya dalam hal keyakinan beragama telah menjadi kekuatan pihak tertentu menjadi komoditas dagangan yang dijual di pasar opini di medsos untuk terus diperdebatkan bahkan semakin dipertajamkan sehingga konsep toleransi beragama pun kini semakin luas dipahami oleh masyarakat umum sebagai produk yang diperdebatkan dalam hal agama yang semakin marak di medsos. Oleh karena itu bagaimana peran media massa harus melawan virus intoleransi beragama tersebut agar dipahami dengan lebih jelas dan menyeluruh apabila didalamnya ada peran media sebagai penyalur informasi nilai-nilai toleransi beragama kepada publik.

Kosakata tertentu dan penggunaan tata bahasa (sintaksis) yang pada intinya dibangun oleh Medsos adalah memposisikan bahwa kelompok minoritas sebagai aktor utama pada kelompok minoritas mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan, tindak anarkis dari kelompok yang mayoritas. Atau membalikkan kosakata diatas bahwa kelompok mayoritas tidak mendapatkan perlakukan yang adil dari pemerintah namun lebih membela kepada kelompok minoritas.

Wacana yang harus dibangun pada musim intoleransi saat ini adalah memunculkan pemberitaan-pemberitaan toleransi beragama yaitu wacana yang membangun opini pembaca bahwa toleransi beragama merupakan suatu sikap untuk menghormati, saling menghargai dan memahami hak asasi manusia atau kelompok dalam hal memilih keyakinan masing-masing dalam beragama tanpa ada unsur paksaan memasuki agama ataupun tindak diskriminasi dalam menjalankan keyakinannya tersebut. Toleransi  adalah  sifat  atau  sikap  toleran  yaitu  bersifat  atau  bersikap menghargai  atau  bersikap,  membiarkan,  memperbolehkan  pendirian  (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. Sedangkan secara istilah toleransi berasal dari bahasa Latin yaitu tolerare yang berarti menerima atau membiarkan sesuatu.

Secara   luas   toleransi   berarti   suatu   sikap   atau perilaku   manusia   yang   tidak menyimpang  dari  aturan,  dimana  seseorang  menghargai  atau  menghormati  setiap tindakan  yang  orang  lain  lakukan dan  toleransi  juga  dimaknai  sebagai  sifat  atau sikap toleran saling menghargai perbedaan suku, budaya dan agama. Sehingga wacana yang harus dibangun untuk menginjeksi opini pembaca bahwa toleransi beragama merupakan suatu sikap untuk menghormati, saling menghargai dan memahami hak asasi manusia atau kelompok dalam hal memilih keyakinan masing-masing dalam beragama tanpa ada unsur paksaan memasuki agama ataupun tindak diskriminasi dalam menjalankan keyakinannya tersebut.

Semestinya toleransi di Indonesia sudah tidak perlu diperdebatkan lagi apabila masyarakat sudah cerdas dalam melihat dimana posisi agama dan negara yang masing-masing mempunyai persamaan dan perbedaan dalam hal keyakinan beragama dan bernegara, yaitu perbedaan di dalam UUD 1945 adalah keyakinan pada Tuhan Yang Maha Esa dijadikan sumber inspirasi sekaligus sebagai landasan moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara walaupun secara administratif Indonesia bercorak Pancasila, sedangkan dalam Piagam Madinah tidak melibatkan atau memasukkan keyakinan keagamaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, adapun disatu sisi, Al-Quran dan Al Hadits yang dijadikan rujukan terakhir dalam penyelesaian berbagai kasus internal di Madinah. Adapun persamaanya adalah agama tidak dijadikan sebagai agama negara atau yang dikenal dengan formalisme agama dalam negara. Negara tetap menjadi negara nasional bukan negara primordial. Kebebasan beragama, toleransi beragama dan sebagainya benar-benar terjamin sedemikian rupa sekalipun keduanya berbeda dalam penekanannya. UUD 1945 masih terlihat bercorak campur tangan (intervensionis) dari Piagam Madinah, hal ini merupakan konsekuensi logis dari penempatan keyakinan keagamaan atau keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam kehidupan bernegara.

Semangat Kemerdekaan

Islam yang dibawa Rasulullah merupakan agama yang sangat mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan toleransi, khususnya toleransi umat beragama di tengah-tengah masyarakat yang plural. Sebagaimana yang telah ditransformasikan oleh Rasulullah di kota Madinah dengan perjanjian Piagam Madinah. Toleransi yang diharapkan Islam adalah toleransi dalam pengertian tidak berlebih-lebihan dan tidak saling merugikan antara satu dengan yang lainnya. Sebagaimana toleransi yang telah dicontohkan dan dibuktikan oleh Rasulullah dalam berbagai peristiwa sejarah dan dalam kehidupan Rasulullah sehari- hari di kota Madinah. Pada akhirnya Rasulullah mampu membentuk sebuah tatanan masyarakat yang sampai saat ini menjadi tolok ukur peradaban dunia, khususnya dunia Islam. Karena di kota Madinah inilah tatanan ideal masyarakat yang senantiasa dimimpikan oleh seluruh umat manusia di penjuru dunia dengan berbagai keragaman agama yang dianut oleh masyarakat Madinah. 

Toleransi yang sudah terbangun di Indonesia dengan semangat kemerdekaan oleh para pejuang dari berbagai suku dan agama di Indonesia sudah tertanam akar berasaskan kepada kesatuan berbangsa dan kesamaan sebagai manusia. Perbedaan dalam segala aspek dalam masyarakat heterogen tentunya harus disikapi dengan nilai-nilai sosial dan keluhuran bertindak dalam merespon segala bentuk perbedaan di tengah masyarakat heterogen. Disini ditegaskan akan pentingnya toleransi beragama dalam membangun masyarakat yang lebih bermoral dan beradab.

Konsep toleransi beragama pun kini semakin luas dipahami oleh masyarakat umum, akan tetapi tidak sedikit pula masyarakat yang kurang responsif terhadap konsep toleransi beragama, umumnya masyarakat ini memahami agama sebatas tekstual dan cenderung mengabaikan konteks masyarakat yang ada. Oleh karena itu toleransi beragama harus dipahami dengan lebih jelas dan menyeluruh apabila didalamnya ada peran media sebagai penyalur informasi nilai-nilai toleransi beragama kepada publik. Media memiliki kekuatan dan otoritas untuk mengendalikan wacana tertentu diruang publik. Media sebagai alat pencetak opini publik terhadap kasus-kasus yang sedang berlangsung diberitakan saat ini sudah dikuasi hegemoni jejaringan sosial dan Medsos.

 

BERITA TERKAIT

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…