Minim, Dukungan Insentif Filantropi

Kalangan filantropi di negeri kini mengeluhkan minimnya dukungan dari pemerintah, khususnya untuk kegiatan penelitian. Sektor filantropi dan bisnis belum menjadikan penelitian sebagai program prioritas untuk didukung oleh banyak pihak. Selain karena hambatan koordinasi dan komunikasi, pemerintah juga belum memberikan insentif yang memadai bagi lembaga filantropi dan bisnis yang mendukung penelitian.

Untuk meningkatkan dukungan tersebut, pemerintah didorong untuk lebih serius mengembangkan kemitraan dan memberikan insentif yang menarik, khususnya insentif perpajakan. Pentingnya kemitraan filantropi dan bisnis untuk mendukung pengembangan riset di Indonesia ini terungkap dalam kegiatan Philanthropy Learning Forum ke-16 yang diadakan di  Jakarta, pekan ini.

Peserta forum memaparkan soal dukungan pendanaan bagi pengembangan riset di Indonesia masih sangat minim. Ini tercermin dari total anggaran untuk penelitian di Indonesia hanya 0,22% dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Jumlah ini juga masih di bawah jumlah ideal 1% yang menjadi batasan minimum pendanaan riset. Selain itu, sumber pendanaan riset di Indonesia mayoritas berasal dari pemerintah. Data biro statistik UNESCO mengungkapkan bahwa sekitar 80% dana penelitian dan pengembangan di Indonesia berasal dari pemerintah dan sekitar 14% dari sektor swasta. Komposisi ini berkebalikan dengan komposisi dana penelitian di negara-negara lainnya di Asia. Malaysia, China, Jepang, Korea, dan Singapura menerima lebih dari 60% investasi penelitian mereka dari sektor swasta.

Kita melihat kegiatan riset di Indonesia masih secara konvensional dianggap sebagai kewajiban negara yang dijalankan melalui lembaga-lembaga resmi seperti universitas, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, dan lembaga penelitian lainnya. Riset-riset yang didanai oleh pemerintah masih lebih besar diperuntukkan bagi civitas academica di kampus-kampus perguruan tinggi. Namun, semua kegiatan riset yang dibiayai negara tidak maksimal karena kurangnya dana riset, kurangnya penghargaan dari negara, dan kecenderungan birokratis dalam pengelolaannya.

Pemerintah tidak dapat bekerja sendiri dalam menangani masalah minimnya pendanaan penelitian, tetapi perlu sinergi dengan aktor dan institusi non-pemerintah yang memiliki minat, sumber daya dan dukungan finansial untuk penelitian diperlukan. Dengan cara ini, kemajuan dalam penelitian dan pengembangannya dapat dicapai dan penelitian akan dapat menghasilkan dampak positif pada perkembangan teknologi, masyarakat dan negara.

Patut disadari, bahwa sektor Filantropi dan bisnis bisa menjadi mitra dalam pengembangan riset. Lembaga filantropi sangat berkepentingan terhadap pengembangan riset sebagai landasan untuk perencanaan dan pengembangan program layanan. Sementara di sektor bisnis, investasi untuk penelitian dan pengembangan merupakan kunci untuk pengembangan inovasi dan keberlanjutan usaha agar perusahaan mampu mengembangkan inovasi-inovasi baru dalam produk dan layanan serta peningkatan produktivitas SDM-nya.

Selain itu, Potensi sumber daya untuk riset juga cukup besar. Hasil penelitian PIRAC dan Dompet Dhuafa (2014) menunjukkan bahwa sumbangan yang dialokasikan oleh perusahaan mencapai Rp 12,45 triliun. Dari jumlah tersebut, 19,42 persen atau sekitar Rp 2,42 triliun digunakan untuk pengembangan pendidikan dan riset. Mayoritas dukungan riset adalah menyasar pada isu yang berkait dengan sosial dan ekonomi (26%), sains dan teknologi (18%), berkaitan dengan kepentingan lembaga filantropi (16%) dan sisanya berkaitan dengan isu spesifik seperti kemanusiaan, budaya, lingkungan, kesehatan dan gizi, dan literasi keuangan. Isu yang menjadi obyek riset masih cenderung mengikuti agenda riset lembaga filantropi atau perusahaan sebagai pemberi dana.

Untuk meningkatkan kontribusi sektor filantropi dan bisnis dalam pengembangan riset, kini diperlukan dukungan Pemerintah untuk menyediakan iklim kebijakan yang kondusif untuk kemitraan dalam pengembangan penelitian. Pemerintah perlu melakukan deregulasi dan pemangkasan rantai birokrasi yang diberlakukan di universitas yang menghambat pengembangan riset. Pemerintah juga perlu melindungi hak kekayaan intelektual dan mendukung kesejahteraan peneliti dengan menyederhanakan dan memberikan kemudahaan dalam prosedur pengurusan hak paten.

Selain itu, Pemerintah perlu mereview kembali kebijakan insentif pajak bagi penelitian dan pengembangan. Karena, kebijakan insentif pajak di Indonesia ini jauh ketinggalan dan jumlahnya tidak memadai jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Misalnya, Pemerintah memberikan insentif dalam bentuk tax deduction bagi sumbangan untuk penelitian. Namun, nilai sumbangan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk 1 (satu) tahun dibatasi tidak melebihi 5% dari penghasilan neto fiskal tahun pajak sebelumnya. Semoga!

 

 

 

BERITA TERKAIT

Laju Pertumbuhan Kian Pesat

  Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu…

Kredibilitas RI

Pemilu Presiden 2024 telah berlangsung secara damai, dan menjadi tonggak penting yang tidak boleh diabaikan. Meski ada suara kecurangan dalam…

Pangan Strategis

Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Laju Pertumbuhan Kian Pesat

  Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu…

Kredibilitas RI

Pemilu Presiden 2024 telah berlangsung secara damai, dan menjadi tonggak penting yang tidak boleh diabaikan. Meski ada suara kecurangan dalam…

Pangan Strategis

Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak…