Perikanan Budidaya - KKP Kembangkan Teknologi Sistem Resirkulasi

NERACA

Jakarta- Satu lagi kabar positif tentang keberhasilan inovasi teknologi di bidang perikanan budidaya. Ditjen Perikanan Budidaya melalui UPT Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Tatelu, Sulawesi Utara berhasil kembangkan sistem teknologi modern yaitu Recirculating Aquaculture System (RAS). Teknologi yang awalnya berkembang di negara-negara maju semisal Norwegia ini, telah mampu diadopsi dengan model dan perangkat prasarana yang lebih murah.

RAS merupakan sistem budidaya ikan secara intensif dengan menggunakan infrastruktur  yang memungkinkan pemanfaatan air secara terus-menerus (resirkulasi air), seperti  fisika filter, biologi filter, UV, Oksigen generator untuk mengontrol dan menstabilkan  kondisi lingkungan ikan, mengurangi jumlah penggunaan air dan meningkatkan tingkat kelulushidupan ikan.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, disela-sela kunjungannya di Minahasa, Selasa (16/5), mengungkapkan apresiasinya atas keberhasilan mengembangkan RAS ini.  Slamet berharap dengan berkembangnya sistem RAS ini, akan mampu menggenjot produksi benih berkualitas secara signifikan, sehingga kebutuhan benih secara nasional dapat terpenuhi.

Dalam kesempatan yang sama, Fernando, Kepala BPBAT Tatelu menjelaskan bahwa prinsip dasar RAS di seluruh dunia hampir sama yaitu  memanfaatkan air media pemeliharaan secara berulang-ulang dengan mengendalikan beberapa indikator kualitas air agar tetap pada kondisi prima. Menurut Fernando, bahwa RAS yang dikembangkan ini telah melalui modifikasi sesuai kondisi yang ada, di samping itu peralatan yang gunakan juga menggunakan produk dalam negeri, sehingga cenderung jauh lebih murah dari sisi investasi.

Nando memberikan gambaran, bahwa biaya instalasi RAS yang dikembangkan hanya memakan biaya tidak lebih dari 80 juta rupiah. Biaya ini meliputi pembelian alat-alat yang digunakan seperti O2 generator, tanki filter, venturi, blower, ultraviolet, dan material lainnya. Diperkirakan peralatan yang digunakan mampu mencapai umur pemakaian 6 (enam) tahun. Nilai ini sangat jauh lebih kecil dibandingkan system RAS impor yang biayanya dapat mencapai ratusan juta rupiah per unit instalasi. “Saya katakan ini RAS hasil karya anak negeri, dengan hasil yang tidak jauh beda dengan sistem RAS lain, namun dengan harga yang jauh lebih murah,” kata Fernando.

Sistem RAS menjadi harapan baru untuk memenuhi kebutuhan benih berkualitas. Jika dibandingkan dengan sistem konvensional, sistem ini mampu menghasilkan produktivitas yang jauh lebih tinggi. Sebagai gambaran, dengan sistem RAS ini, BPBAT Tatelu mampu menggenjot pada tebar nila hingga mencapai 5.000 ekor/m3, sedangkan padat tebar pada sistem konvensional hanya mencapai 50 ekor/m2. Artinya, dengan penerapan system RAS ini produktivitas bisa digenjot hingga 100 kali lipat dibanding dengan sistem konvensional. Kelebihan lainya budidaya dengan sistem ini sangat menghemat penggunaan air, dan dapat dilakukan pada areal yang terbatas.

Fernando menambahkan, sistem RAS yang dikembangkan di BPBAT Tatelu dirancang mampu memproduksi minimal 1 juta ekor benih ikan nila ukuran 2-3 cm dengan masa pemeliharaan maksimal 1 bulan per siklus. Saat ini unit RAS yang ada sebanyak 20 bak fiber bentuk bulat dengan diameter masing-masing bak 100 cm.

“Secara ekonomi, dengan biaya instalasi sistem RAS senilai lebih kurang 80 juta rupiah dengan biaya penyusutan mencapai 13,3 juta pertahun dan biaya operasional berkisar 1,5 juta per bulan, maka setidaknya akan diraup pendapatan kotor hingga 100 juta per tahun atau lebih dari 8 juta rupiah per bulan”, ungkap Fernando. 

Di samping itu, penggunaan teknologi RAS akan memberikan jalan keluar atas tantangan perikanan budidaya ke depan yang diprediksi akan semakin kompleks. Teknologi ini dinilai akan mampu mengatasi fenomena alam yang tak menentu seperti perubahan iklim dan kualitas lingkungan.

“Beberapa UPT Perikanan Budidaya lingkup KKP juga saat ini mulai mengadopsi sistem ini, diharapkan teknologi RAS ini akan semakin populer untuk diadopsi, sehingga produksi budidaya bisa didorong secara optimal”, Pungkasnya.

Sementara itu, dalam kurun waktu tahun 2011 – 2015 produksi benih ikan air tawar secara nasional mengalami kenaikan rata-rata pertahun mencapai 20,26%. Tahun 2015 produksi benih ikan air tawar mencapai 72,3 milyar ekor. Sedangkan untuk semua jenis ikan (tawar, payau dan laut) diproyeksikan pada Tahun 2019 mencapai 141,1 milyar ekor.

Keberadaan BPBAT Tatelu sebagai UPT KKP diharapkan akan mampu memberikan kontribusi besar dalam mendorong pengembangan budidaya ikan air tawar di wilayah Indonesia timur, melalui penyediaan benih berkualitas.

 

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…