Menjejak Kembali Komitmen Kebangsaan

Oleh: Panca Hari Prabowo

Akhir-akhir ini dalam sejumlah perbincangan baik di warung kopi maupun media sosial perbedaan pandangan mengenai hal-hal yang menjadi dasar kebangsaan mencuat dan menjadi polemik yang cukup tajam di berbagai lapisan masyarakat.

Perdebatan dan adu argumen serta perbedaan pandangan mengenai keyakinan politik kemudian berujung pada simbol-simbol identitas sosial membuat banyak kalangan yang miris dan sedih atas perbedaan pandangan yang semakin meruncing dan seperti tak berujung pada saling memahami antarkelompok masyarakat.

Tak terkecuali Presiden Joko Widodo merasakan hal yang sama terkait perdebatan dan perbedaan pendapat yang terjadi beberapa waktu belakangan ini.

Dalam sebuah pertemuan dengan para tokoh lintas agama di Istana Merdeka Jakarta pekan ini, Presiden meminta semua pihak untuk menghentikan pertentangan yang membuat dinamika kehidupan berbangsa dalam beberapa waktu terakhir semakin memanas.

"Jangan saling menghujat karena kita ini adalah bersaudara, jangan saling menjelekkan karena kita ini bersaudara, jangan saling menolak karena kita ini bersaudara, jangan saling mendemo, habis energi kita untuk hal-hal yang tidak produktif karena kita adalah saudara sebangsa dan setanah air," katanya.

Presiden telah memerintahkan Kapolri dan Panglima TNI untuk tidak ragu-ragu menindak tegas segala bentuk ucapan dan tindakan yang mengganggu persatuan dan persaudaraan.

Selain juga tindakan yang dianggap mengganggu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Bhineka Tunggal Ika serta yang tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

Kontrak Sosial

John Lock, Thomas Hobbes dan JJ Rousseau memberikan pandangan teori yang sama tentang pembentukan negara yaitu ada perjanjian antarmasyarakat untuk membentuk sebuah negara yang kemudian disebut dengan kontrak sosial meski dengan pengembangan dan simpulan yang berbeda.

Menurut Thomas Hobbes, proses kontrak sosial berlangsung ketika anggota masyarakat mengadakan kesepakatan di antara mereka untuk melepaskan hak-hak mereka dan memberikan hak-hak itu kepada beberapa orang atau lembaga yang akan menjaga kesepakatan itu.

Maka orang atau lembaga itu harus diberi hak sepenuhnya untuk menggunakan semua kekuatan dari masyarakat dalam menjamin berlangsungnya kesepakatan itu.

Indonesia lahir pula dari kesepakatan bersama untuk membangun sebuah negara dengan tujuan akhir mencapai kesejahteraan yang bisa dirasakan oleh semua masyarakatnya.

Mereka yang bersepakat saat itu tak hanya terdiri dari satu golongan etnis atau agama saja namun juga puluhan bahkan ratusan subetnis yang hidup di seluruh wilayah yang menyatakan bergabung membentuk negara Indonesia.

Kontrak sosial itu kemudian diperkuat dengan konsensus nasional mengenai dasar negara, falsafah atau ideologi negara dan juga simbol-simbol kenegaraan lainnya yang meneguhkan identitas dan juga alat perekat antargolongan masyarakat untuk mencapai cita-cita bersama.

Dalam sejumlah kesempatan Ketua MPR RI Zulkifli Hasan mengatakan saat ini bangsa Indonesia menyepakati konsensus nasional mengenai empat pilar dalam bernegara.

Keempat pilar tersebut masing-masing Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika.

Oleh karena itu, menurut Zulkifli dalam sebuah kesempatan, maka berdasar atas empat pilar itu maka seharusnya tidak ada lagi yang mempermasalahkan perbedaan agama, suku, ras dan kelompok serta hal-hal lainnya.

Kebangkitan Nasional

Banyak kalangan yang menilai, momentum peringatan hari kebangkitan nasional sebagai pintu masuk untuk memperkuat kembali komitmen kebangsaan semua kalangan.

Di tengah-tengah perdebatan dan perbedaan pandangan yang kadang meruncing, komitmen untuk mengutamakan keindonesiaan menjadi penting.

Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid dalam sebuah kesempatan menilai kebangkitan nasional Indonesia merupakan kontribusi berkelanjutan mulai dari tahun 1908, kemudian Sumpah Pemuda tahun 1928, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, serta Pancasila dan UUD 1945 pada 18 Agustus 1945.

Kebangkitan nasional Indonesia adalah semangat kebersamaan, yang menghasilkan kesepakatan Proklamasi, Pancasila, dan UUD 1945. Kebersamaan ini perlu sampai saat ini dan kesempatan mendatang, paparnya.

Hidayat menjelaskan kaum terdidik dan terpelajar berperan penting dalam membangun kebangkitan nasional, seperti Bung Karno, Muhammad Natsir, serta anggota BPUPKI yang telah menyepakati Pancasila dan UUD 1945.

Saat ini, peran kaum terdidik, terpelajar, dan masyarakat kampus, perlu dimunculkan kembali seperti pada masa lalu. Kita perlu menghadirkan kembali kaum terdidik, terpelajar, dan masyarakat kampus, untuk kebangkitan kembali Indonesia.

Sementara itu, Wakil Ketua MPR Oesman Sapta Odang mengingatkan masyarakat harus dilindungi dari ancaman adu domba dan kericuhan, karena itu dirinya menekankan pentingnya mengembangkan Empat Pilar MPR yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Perlu adanya perlindungan anak-anak bangsa terhadap kericuhan dan adu domba karena itu perlu dikembangkan pemahaman empat pilar MPR, kata Oesman Sapta Odang.

Ia mengingatkan hal-hal yang bisa mengancam bangsa Indonesia seperti intervensi ekonomi dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Selain itu, terkait persoalan moral dan ketahanan nasional juga menjadi hal penting yang harus diperhatikan kalangan muda.

Sedangkan mantan Presiden, Susilo Bambang Yudhoyono mengajak seluruh pihak membantu Presiden Joko Widodo untuk terus menjaga kerukunan dan persaudaraan antarsesama anak bangsa.

"Kita bantu presiden, bantu pemimpin kita, bantu pemerintah kita, ajak semuanya 'do something' untuk kembali menjaga tali silaturahim, persaudaraan dan kerukunan di antara kita semua," katanya akhir pekan ini dalam sebuah acara di Jakarta.

Yudhoyono mengatakan kekuatan bangsa ini adalah persatuan, kebersamaan, persaudaraan dan kekompakan. Dia menekankan Indonesia ditakdirkan sebagai bangsa majemuk sehingga seluruh pihak harus menjaga dan merawat kemajemukan itu.

"'Siapa pun, pemimpin formal, pemimpin informal di Tanah Air, harus peduli dan sensitif, lakukan sesuatu untuk menjaga kerukunan dan persaudaraan," kata dia.

Ia meyakini Bangsa Indonesia bisa merajut kembali persaudaraan dan kerukunan masyarakatnya. SBY menilai banyak cerita yang bisa dipetik sebagai pelajaran.

"Dulu saya Menkopolhukam, ada konflik komunal Poso, Ambon, perlu lima tahun untuk selesaikan konflik, belum proses rekonsiliasinya. Tapi saya tetap percaya kita bisa atasi apa yang kita hadapi sekarang," ujarnya.

SBY menegaskan jika bangsa rukun maka visi Indonesia emas 2045 bisa terwujud.

"Saya tahu di bawah permukaan ada sesuatu yang bergerak, mari hentikan bersama. Kalau kita kompak, pemimpin punya 'leadership', bangsa rukun, insyaallah Indonesia 2045 bisa terwujud," jelas dia.

Mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial tak akan pernah melalui jalan yang mudah dan lunak.

Ironis ketika bangsa-bangsa lainnya mulai mempersiapkan dominasi mereka di bidang ekonomi dan politik tak hanya secara regional maupun global, namun kita seringkali masih disibukkan oleh perdebatan dan perbedaan pandangan yang tak memberikan kontribusi positif bagi kemajuan bangsa.

Dengan mengingat idealisme dan kesepakatan para pendiri negara di masa lalu, dapat dijadikan cermin bagi sikap menghadapi polemik yang akhir-akhir ini memenuhi ruang publik hari ini. (Ant.)

BERITA TERKAIT

Pertahankan Sinergitas dan Situasi Kondusif Jelang Putusan Sidang MK

  Oleh: Kalista Luthfi Hawa, Mahasiswa Fakultas Hukum PTS   Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menarik perhatian publik menjelang putusan…

Pemerintah Bangun IKN dengan Berdayakan Masyarakat Lokal

  Oleh: Saidi Muhammad, Pengamat Sosial dan Budaya   Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur bukan hanya tentang…

Ekonomi Mudik 2024: Perputaran Dana Besar Namun Minim Layanan Publik

    Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Pergerakan ekonomi dalam Mudik 2024 melibatkan dana besar…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pertahankan Sinergitas dan Situasi Kondusif Jelang Putusan Sidang MK

  Oleh: Kalista Luthfi Hawa, Mahasiswa Fakultas Hukum PTS   Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menarik perhatian publik menjelang putusan…

Pemerintah Bangun IKN dengan Berdayakan Masyarakat Lokal

  Oleh: Saidi Muhammad, Pengamat Sosial dan Budaya   Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur bukan hanya tentang…

Ekonomi Mudik 2024: Perputaran Dana Besar Namun Minim Layanan Publik

    Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Pergerakan ekonomi dalam Mudik 2024 melibatkan dana besar…