Kebangkitan Nasional Momen Untuk Memperkokoh Persatuan

Oleh: Agita Tarigan

Isu suku, agama, ras, dan antargolongan atau SARA sempat menguat menjelang dilaksanakannya Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta pada awal 2017. Pidato Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dalam kunjungan kerjanya di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, dianggap menyinggung umat Islam, dan menimbulkan kontroversi hingga berujung pada proses peradilan.

Pengusungan pria yang kerap disapa Ahok, sebagai kandidat petahana Gubernur DKI Jakarta ini, juga kemudian memunculkan berbagai reaksi dari sejumlah pihak, serta unjuk rasa di ibu kota hingga meluas ke daerah-daerah di Tanah Air.

Hadirnya berbagai gerakan massa dengan mengatasnamakan agama serta etnis, yang kontra terhadap pernyataan mantan Bupati Belitung Timur itu, merupakan salah satu dampak yang ditimbulkan kasus tersebut, dan mulai gencar dilancarkan sejak akhir 2016.

Pengamat politik dari Universitas Nasional Alfan Alfian menilai kasus Ahok yang muncul menjelang penyelenggaraan "Pesta Demokrasi" Jakarta itu, telah memberikan efek samping pada hidupnya politik identitas di kalangan masyarakat.

Politik identitas ini, selain dapat mengancam demokrasi Indonesia, bisa pula mengikis persatuan bangsa, seolah lupa bagaimana para pendiri negara telah susah payah menghapus batasan-batasan berupa sentimen etnis maupun agama tersebut, demi terwujudnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Ideologi

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menyampaikan ancaman terhadap persatuan bangsa tidak hanya datang dari dalam negeri, namun juga bisa berasal dari luar negeri.

Menurut dia, ancaman terhadap kedaulatan negara, yang dapat bersumber dari ideologi, politik, ekonomi, dan ranah sosial budaya, menjadi salah satu potensi timbulnya perpecahan bangsa.

Apalagi, saat ini tengah muncul politik identitas yang ajarannya dinilai mengarah kontra Pancasila, melalui penyebaran paham Khilafah oleh Organisasi Masyarakat Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), yang kerap melakukan kegiatannya di perguruan tinggi dan dikenal mengincar kalangan generasi muda.

Terkait dengan paham tersebut, mantan Panglima TNI ini menjelaskan ideologi khilafah dikenal sebagai paham yang memiliki agenda utama untuk menghilangkan eksistensi suatu negara dan bangsa, untuk kemudian mengubahnya menjadi pemerintahan yang berorientasi Islam.

"Aktivitas HTI nyata-nyata mengancam kedaulatan NKRI. Gerakan mereka didaftarkan sebagai kegiatan dakwah, tetapi kenyataannya mereka sudah masuk pada ranah politik," ujar Wiranto.

Selain itu, paham tersebut juga dianggap tidak dapat diterapkan di Indonesia, yang merupakan negara dengan berbagai etnis, suku, bahasa, dan agama.

Ideologi khilafah ini juga diketahui tidak hanya dilarang di Indonesia, tetapi juga telah dilarang di 20 negara lain, di antaranya Malaysia dan Yordania.

Bahkan, paham tersebut juga ditolak oleh negara-negara yang penduduknya mayoritas diketahui beragama Islam seperti Arab Saudi, Mesir, Turki, dan Pakistan.

Melihat ancaman serius yang dapat ditimbulkan dari eksistensi ormas itu, pemerintah kemudian akan mengambil upaya hukum untuk membubarkan HTI yang dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat.

"Jadi alasan pembubarannya kembali lagi, karena mengancam keamanan negara dan dapat menimbulkan konflik horizontal yang sangat luas," kata Menko Polhukam.

Mantan Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) itu menuturkan pemerintah tidak terburu-buru mengambil keputusan mengenai pembubaran HTI, karena keputusan itu merupakan kelanjutan dari proses kajian panjang berdasarkan informasi dan bukti yang didapatkan dari Badan Intelijen Negara (BIN) serta pihak kepolisian.

Terkait dengan kasus ini, dalam menyambut 109 tahun momentum perayaan Hari Kebangkitan Nasional yang jatuh pada 20 Mei 2017, Menko Polhukam meminta masyarakat berperan aktif dalam menolak paham baru atau paham yang dapat menciptakan kekacauan dan membahayakan stabilitas keamanan negara, yang juga mempertaruhkan persatuan bangsa.

Empat Konsensus Nasional

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Zulkifli Hasan, dalam kunjungan kerjanya ke Bandung, Jawa Barat, beberapa waktu lalu, mengatakan para pendiri bangsa telah sepakat membangun fondasi negara yang dikenal sebagai Empat Konsensus Nasional, yakni Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Menurut dia, ketika masyarakat mampu memahami dan mengaplikasikan Empat Konsensus Nasional ini dalam kehidupan sehari-hari, maka akan hadir rasa kebangsaan yang kuat, sehingga sentimen SARA tidak akan memecah-belah bangsa.

"Perbedaan pilihan dalam pemilu juga tidak akan menimbulkan pertentangan lagi jika masyarakat memahami empat pilar ini," ujar Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut.

Sementara itu, Menko Polhukam Wiranto juga menambahkan untuk memberikan pengenalan dan pemahaman landasan ideologi bangsa yang akhir-akhir ini dianggap mulai luntur, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan telah berkoordinasi dengan kementerian di bawahnya, menyiapkan sejumlah program untuk memperteguh Empat Konsensus Dasar Bangsa.

Pemerintah mendorong pembentukan Pusat Pendidikan Wawasan Kebangsaan (PPWK), melakukan Optimalisasi Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), membentuk Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM), pembentukan Forum Pembauran Kebangsaan (FPK), dan pembentukan Dewan Kerukunan Nasional.

Selain itu, pemerintah juga akan terus memantapkan program Revitalisasi Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) untuk melaksanakan tugas pembinaan Bela Negara, terlibat aktif dalam Gerakan Nasional Revolusi Mental, terlibat aktif dalam penyusunan Peraturan Presiden tentang Unit Kerja Presiden Untuk Pemantapan Ideologi Pancasila (UKP-PIP), serta membentuk operasionalisasi bidang Pemantapan Wawasan Kebangsaan. "Ini sebagai upaya untuk memperkokoh persatuan bangsa serta meneguhkan nasionalisme," kata dia. (Ant.)

BERITA TERKAIT

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…

BERITA LAINNYA DI Opini

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…