NERACA
Jakarta – Tahun ini, emiten produsen semen PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) mengalokasikan belanja modal atau capital expenditure (capex) sebesar Rp1,7 triliun. Dana tersebut untuk membangun terminal pengepakan semen di Sumatera dan mengganti alat penangkap debu untuk pabrik di Cilegon dan Citeureup.”Untuk capex tahun ini akan berasal dari kas internal, tidak ada pinjaman manapun,”kata Direktur Utama Indocement, Christian Kartawijaya di Jakarta, kemarin.
Sementara itu, penjualan domestik naik 0,7% pada kuartal I 2017 menjadi 4,039 juta ton. Bersamaan dengan konsumsi semen nasional yang naik 0,5%. Namun, meski konsumsi semen nasional naik. Tetapi, konsumsi semen di wilayah Jakarta, Jawa Barat (Jabar) dan Banten mengalami penurunan 3,2%. Hingga sempat berimbas pada kinerja perseroan.
Sedangkan, laba usaha pada kuartal I 2017 Rp500 miliar mengalami penurunan lebih dari 50%, pada periode sama di 2016 Rp1,80 triliun. Adapun pendapatan kuartal I 2017 turun 14,1%, karena terdapat penurunan harga semen 12% dan adanya kompetisi dengan produsen semen baru.”Tetapi Jabar mulai positif, ini tentunya kabar gembira untuk kita. Dengan Jabar positif, maka akan bawa dampak ke Indocement dapat benefit lebih baik," jelas dia.
Selain memenuhi konsumsi nasional, Indocement juga turut berkontribusi dalam pembangunan infrastruktur seperti pembangunan MRT di Jakarta. Perseroan memiliki porsi hampir 100% di jalur bawah tanah (tunnel) dan lebih dari 50% secara keseluruhan. Sementara berdasarkan hasil rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST), perseroan bakal membagikan dividen sebesar Rp 929 per saham.
Sementara jumlah dividen yang dibagikan mencapai Rp 3,42 triliun atau setara dengan 88,4% dari keseluruhan total laba bersih tahun buku 2016. Sebagai catatan, pada tahun 2016, INTP membukukan laba bersih sebesar Rp 3,87 triliun. Laba bersih tersebut turun Rp 11,16% dibandingkan dengan laba bersih INTP pada 2015 sebesar Rp 4,35 triliun.
Sementara pendapatan 2016 tercatat sebesar Rp 15,36 triliun. Angka tersebut menurun 13,68% bila dibandingkan dengan pendapatan INTP pada 2015 yang tercatat sebesar Rp 17,79 triliun. Kata Christian Kartawijaya, kinerja perusahaan mengalami sejumlah tekanan selama 2016. Hal tersebut turut berdampak pada penurunan volume penjualan. "Ada penurunan harga yang drastis, dan kompetisi yang tinggi dalam industri ini,”ungkapnya.
Dia melanjutkan, sementara persaingan yang cukup tinggi tersebut tidak memberikan ruang penjualan atau kue konsumen yang meningkat. Kue penjualan cenderung tetap. Sementara, untuk tahun 2017 INTP berharap volume penjualan bisa naik seiring dengan pertumbuhan volume penjualan secara industri. "Sales kami harapkan naik inline dengan market yang diprediksi naik 5%," tambahnya.
NERACA Jakarta – Rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP) memutuskan untuk membagikan dividen sebesar…
Di tahun 2023, PT Indonesia Fibreboard Industry Tbk (IFII) membukukan laba tahun berjalan sebesar Rp100,9 miliar atau tumbuh 3,9% dibanding tahun…
NERACA Jakarta – Sepanjang tahun 2023, PT PP Presisi Tbk (PPRE) membukukan laba sebesar Rp 172 miliar pada 2023. Angka…
NERACA Jakarta – Rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP) memutuskan untuk membagikan dividen sebesar…
Di tahun 2023, PT Indonesia Fibreboard Industry Tbk (IFII) membukukan laba tahun berjalan sebesar Rp100,9 miliar atau tumbuh 3,9% dibanding tahun…
NERACA Jakarta – Sepanjang tahun 2023, PT PP Presisi Tbk (PPRE) membukukan laba sebesar Rp 172 miliar pada 2023. Angka…