Pupuk Masih Langka, Mekanisme Subsidi Minta Diubah

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Ketua Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia Bustanul Arifin menyatakan bahwa mekanisme subsidi pupuk yang dilakukan pemerintah saat ini perlu diubah, karena sejauh ini masih belum bisa menyelesaikan permasalahan khususnya terkait kelangkaan pupuk saat musim tanam. Dalam diskusi Peta Jalan Menuju Kemandirian Pangan, Bustanul mengatakan bahwa alokasi subsidi pupuk oleh pemerintah mencapai Rp31,2 triliun pada 2017, nilai tersebut naik jika dibandingkan 2016.

"Masih belum efektif, kita masih belum tahu arahnya kemana, apakah subsidi langsung ke petani. Pupuk itu perlu ada saat dibutuhkan. Pada satu sisi kelebihan, tapi sisi lain kurang, saat dibutuhkan tidak ada," kata Bustanul, di Jakarta, Senin (22/5). Selama ini, dana subsidi pupuk digunakan untuk menyubsidi biaya pokok produksi di tingkat produsen. Menurut Bustanul, dengan adanya subsidi pupuk tersebut akan menimbulkan ketergantungan dan menimbulkan distorsi, serta tidak dinikmati langsung oleh petani.

Pada 2017, Kementerian Pertanian mengalokasikan anggatan sebesar Rp31,33 triliun untuk program subsidi pupuk bagi petani. Alokasi tersebut dianggarkan untuk 8,55 juta ton pupuk dengan tambahan satu ton sebagai cadangan. "Jika komoditas yang disubsidi tidak efektif, namun jika orangnya akan punya keleluasaan dan punya pilihan. Jika subsidi pupuk itu, bukan dikurangi tapi dialihkan untuk pupuk organik dan biologis, mungkin masalah mengenai kerusahan lahan sudah bisa berkurang," kata Bustanul.

Bustanul menjelaskan, dengan mekanisme yang ada saat ini, bukan hanya tidak efektif terkait ketersediaan pupuk, namun penggunaan pupuk kimia tersebut juga berdampak terhadap kesuburan lahan. Dengan penggunaan pupuk kimia berlebih akan merusak tanah. Penggunaan pupuk hampir merata pada petani pangan. Sebanyak 91 persen petani padi tercatat menggunakan pupuk, dengan komposisi pupuk kimia 68 persen dan 23,5 persen menggunakan kimia dan organik.

Sementara sebanyak 83 persen petani jagung juga menggunakan pupuk, dengan komposisi sebanyak 36,8 persen petani menggunakan pupuk kimia serta 46,1 pupuk kimia dan organik. "Ketergantungan tinggi akan berdampak buruk pada kualitas tanah dan kemampuan tanah menahan air. Pada akhirnya berpengaruh pada produksi tanaman," tutur Bustanul.

Pemerintah berencana untuk mengalihkan subsidi pupuk pada 2018 yang sebelumnya masuk pada aspek biaya produksi industri, menjadi disalurkan langsung pada para petani. Pada tahun ini, pemerintah mulai melakukan uji coba penyaluran dana subsidi tersebut langsung ke petani dengan menggunakan kartu tani.

Selama ini, harga yang diproduksi oleh industri tersebut disubsidi dan dijual sesuai harga eceran tertinggi (HET) yang dtetapkan oleh pemerintah. Jika nantinya subsidi itu dialihkan langsung ke petani, harga pupuk akan disesuaikan dengan harga pasar. Tercatat, pemerintah mengalokasikan Rp31,3 triliun untuk subsidi pupuk tahun ini. Industri memproduksi total 10,45 juta ton, atau turun tipis dari produksi di tahun sebelumnya yang sebesar 10,9 juta ton. Saat ini, total kapasitas produksi pupuk di dalam negeri mencapai 14 juta ton.

Disamping itu, pemerintah memang sedang mengkaji perubahan skema penyaluran pupuk bersubsidi, yang kemungkinan tidak lagi melalui gabungan kelompok tani (gapoktan) dan dinas teknis, tapi langsung diberikan ke petani melalui Kartu Tani. Penegasan itu dikemukakan Direktur Pupuk dan Pestisida Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian, Muhrizal Sarwani, menanggapi kabar rencana pemerintah mencabut subsidi pupuk mulai 2018.

“Jika ada rencana penghapusan tentu ada koordinasi dari lembaga terkait. Sekarang kan masih ada subsidi, dan tahun depan kami sedang mengajukan lagi,” ujar Muhrizal. Hanya saja, dia mengakui saat ini pemerintah sedang menyiapkan opsi baru penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani. Dari tiga opsi itu, subsidi harga memang dihapus, tapi diubah dengan subsidi bentuk lain. Opsi pertama, subsidi harga diubah menjadi subsidi output, yakni gabah/padi. Dengan cara ini, maka harga pupuk di lepas ke pasar hingga terjadi kenaikan harga dari 261% sampai 402%. Dengan cara ini, jumlah subsidi diperkirakan makin bengkak dan kemampuan Bulog menyerap gabah/beras juga harus ditingkatkan.

Opsi kedua adalah subsidi langsung pupuk (SLP), di mana petani diberi uang tunai atau kupon (voucher). Cara ini, harga pupuk juga dibebaskan dan berfluktuasi sesuai wilayah. Petani bisa membeli input pertanian, mulai dari pupuk, benih dan pestisida. Opsi terakhir adalah penghapusan subsidi secara bertahap (phase out), di mana harga eceran tertinggi (HET) dinaikkan bertahap sampai jumlah minimal atau dihapuskan. Opsi terakhir ini dinilai bisa menghemat subsidi, yang dananya bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kapasitas dan usaha petani, terutama di bidang pembiayaan.

 

BERITA TERKAIT

Jokowi Resmikan Sejumlah Infrastruktur di Sulawesi Tengah Pasca Bencana, Termasuk Huntap yang Dibangun Waskita

Jokowi Resmikan Sejumlah Pembangunan Infrastruktur di Sulawesi Tengah Pasca  Bencana, Termasuk Huntap yang Dibangun Waskita NERACA Jakarta - Jokowi Resmikan…

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital NERACA Banyuwangi - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab  NERACA Probolinggo - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Jokowi Resmikan Sejumlah Infrastruktur di Sulawesi Tengah Pasca Bencana, Termasuk Huntap yang Dibangun Waskita

Jokowi Resmikan Sejumlah Pembangunan Infrastruktur di Sulawesi Tengah Pasca  Bencana, Termasuk Huntap yang Dibangun Waskita NERACA Jakarta - Jokowi Resmikan…

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital NERACA Banyuwangi - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab  NERACA Probolinggo - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…