Setelah S&P, What's Next?

 

 

Oleh: Bhima Yudhistira Adhinegara

Peneliti INDEF

 

            Tiga lembaga rating telah memberikan status layak investasi pada surat utang Pemerintah Indonesia. Terakhir, Standard and Poor’s (S&P) menaikkan peringkat Indonesia dari BB+ menjadi BBB-. Kenaikan ini telah ditunggu sejak tahun 2012 silam. Memang cukup berat untuk mendapatkan kenaikan peringkat dari Standard and Poor’s karena dikenal sebagai lembaga peringkat yang paling konservatif. Disatu sisi tentu ini adalah sebuah prestasi bagi Pemerintah, terutama Menteri Keuangan. Fiskal yang lebih kredibel dengan defisit yang relatif terjaga dibawah 3% tentu butuh usaha yang cukup berat, terlebih ekonomi sedang mengalami kelesuan yang berakibat pada turunnya penerimaan pajak.

            Dampak dari kenaikan peringkat surat utang memang cukup positif, sebut saja nilai tukar rupiah mengalami pembalikan arah yang signifikan dari sebelumnya melemah di level Rp 13.400 menjadi Rp13.325 per US$. Harga saham pun kembali meroket menembus angka psikologis 5.700. Namun, upaya memperbaiki perekonomian tentu tidak berhenti pada kenaikan rating investment grade saja. Ada masalah fundamental yang masih mengganjal perekonomian salah satunya perihal daya saing global.

            Dalam laporan Global Competitiveness Index yang diterbitkan Bank Dunia, peringkat Indonesia di tahun 2016 lalu justru merosot tajam dari 39 besar dunia menjadi 41. Ini merupakan dua pertanda sekaligus, daya saing Indonesia memburuk atau langkah reformasi kebijakannya kurang progresif sehingga tertinggal dari negara lain. Sebagai contoh adalah India yang menggantikan posisi Indonesia di peringkat 39. Sebelumnya India berada di urutan 55, dan bisa berubah ditangan Narendra Modi dengan paket kebijakan ekonomi yang reformis.

            Tantangan lainnya adalah kemudahan berbisnis, Indonesia masih berada di urutan buncit 91. Dibanding Malaysia dan Thailand, posisi Indonesia cukup rendah. Sementara Presiden menargetkan loncatan peringkat ke 40 dunia. Masalah utama kemudahan berbisnis adalah perizinan untuk proyek pembangunan infrastruktur maupun konstruksi secara umum masih memakan waktu yang lama. Kemudahan berbisnis versi Bank Dunia juga hanya mengambil sampel di Jakarta dan Surabaya. Tantangan kedepannya adalah meratakan kemudahan berbisnis di daerah lainnya, karena bagaimana pun juga investor tidak hanya berinvestasi di Jakarta dan Surabaya.

            Dengan banyaknya pekerjaan rumah yang harus dijalani, kita mesti optimis potret perekonomian Indonesia bisa lebih baik lagi asalkan reformasi kebijakan terus dijalankan. Jangan cepat berpuas diri dengan peringkat layak investasi S&P, karena kepercayaan investor hanya satu komponen dalam memajukan ekonomi. Percuma apabila dana investor deras mengalir ke Indonesia tapi hanya singgah di surat utang, sementara investor yang berinvestasi di sektor riil angkanya tidak tumbuh sesuai harapan karena daya saing rendah. Tidak ada jalan pintas untuk membangun Indonesia.          

BERITA TERKAIT

Gejolak Harga Beras

  Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta   Ada pemandangan aneh ketika kemarin rakyat rela…

Risiko Fiskal dalam Pembangunan Nasional

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Risiko dapat dimaknai sebagai kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang…

Cintai Produk Lokal!

 Oleh: Eko S.A. Cahyanto Sekretaris Jenderal Kemenperin Kementerian Perindustrian (Kemenperin) kembali menggelar kegiatan Business Matching untuk mempertemukan pelaku industri selaku…

BERITA LAINNYA DI

Gejolak Harga Beras

  Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta   Ada pemandangan aneh ketika kemarin rakyat rela…

Risiko Fiskal dalam Pembangunan Nasional

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Risiko dapat dimaknai sebagai kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang…

Cintai Produk Lokal!

 Oleh: Eko S.A. Cahyanto Sekretaris Jenderal Kemenperin Kementerian Perindustrian (Kemenperin) kembali menggelar kegiatan Business Matching untuk mempertemukan pelaku industri selaku…