BEDAKAN ANTARA HARTA WP IKUT TAX AMNESTY DAN TIDAK IKUT - CITA: Periksa Akurasi Data SPT Tahunan PPh

Jakarta-Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) mengimbau kepada Ditjen Pajak supaya memprioritaskan pemeriksaan kepada wajib pajak (WP), baik yang ikut maupun tidak ikut program tax amnesty, tapi memiliki data akurat atau tidak ada sengketa yang selama ini tidak mengindahkan imbauan untuk melakukan pembetulan Surat Penghasilan (SPT) Tahunan PPh.

NERACA

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menEGASKAN, masih ada beberapa hal yang perlu diatur lebih jauh oleh pemerintah guna memberikan kepastian hukum terhadap para WP yang mengikuti pengampunan pajak maupun tidak mengikuti.

Hal ini terkait dengan masa waktu (kadaluarsa) penetapan pajak jika di kemudian hari ditemukan data atau informasi mengenai harta yang belum, atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan atau dilaporkan dalam SPT Tahunan.

Penetapan tersebut juga harus dibedakan antara WP yang mengikuti tax amnesty dan yang tidak. Kalau WP tidak mengikuti tax amnesty, maka harta yang dimaksud harus dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh pada tahun ditemukannya data dan atau informasi. "Hal ini penting diatur untuk memberi kepastian hukum dan menegaskan sifat lex specialis UU Pengampunan Pajak, karena kadaluarsa penetapan pajak menurut UU KUP adalah lima tahun sebelum berakhirnya tahun pajak atau masa pajak," ujarnya kepada pers, Senin (15/5).

Selanjutnya, dia berharap pemerintah mengatur dasar penilaian harta yang dianggap sebagai tambahan penghasilan. Apabila tidak diatur, maka akan memberikan ketidakadilan dan dikhawatirkan menimbulkan sengketa pajak dan penolakan dari WP. "PP baru ini dapat mengatur dengan memberi kesempatan WP melakukan pembetulan SPT agar terhindar dari sanksi atau menjamin pengurangan sanksi administrasi menurut Pasal 36 UU KUP," ujarnya.

Lebih jauh Prastowo mengatakan, apabila data atau informasi mengenai harta ditemukan, UU tidak mengatur dasar penilaian harta tersebut sebagai tambahan penghasilan, apakah nilai harta saat diperoleh (harga perolehan) atau nilai harta saat ditemukan (nilai pasar), maka akan berpengaruh pada besarnya tambahan penghasilan sebagai dasar pengenaan pajak.

"Jika tidak diatur lebih lanjut dan memberi rasa keadilan, dikhawatirkan menimbulkan sengketa pajak dan penolakan dari wajib pajak. Diusulkan untuk dapat digunakan harga perolehan untuk memberi keadilan," tutur pengamat perpajakan itu.

Terkait dengan sanksi 200%,  apabila ditemukan harta yang tidak dilaporkan dalam SPH dan dianggap sebagai tambahan penghasilan, padahal sudah ikut tax amnesty, menurut Yustinus, kurang adil dan memberatkan.

"Apalagi bagi WP yang tidak ikut pengampunan pajak hanya dikenai sanksi sesuai UU KUP (2% per bulan paling tinggi 48%). PP ini dapat mengatur dengan memberi kesempatan WP melakukan pembetulan SPT agar terhindar dari sanksi atau menjamin pengurangan sanksi administrasi menurut Pasal 36 UU KUP," ujarnya.

Dia juga menyoroti, Pasal 19 UU Pengampunan Pajak yang mengatur bahwa segala sengketa yang berkaitan dengan pelaksanaan UU Pengampunan Pajak hanya dapat diselesaikan melalui gugatan ke pengadilan pajak. Padahal UU KUP mengatur, sengketa yang bersifat materiil (terkait isi ketetapan), diselesaikan melalui keberatan dan banding. "Sengketa materiil terkait pelaksanaan UU Pengampunan Pajak seyogyanya tetap dapat diselesaikan melalui proses keberatan dan banding di Pengadilan Pajak, demi keselarasan dengan ketentuan lain dan terjaminnya hak-hak WP," ujarnya.

Pengaruh Sosiopolitik

Yustinus mendesak petugas Ditjen Pajak untuk melakukan pemeriksaan terhadap seluruh WP yang tidak mengikuti pengampunan pajak, namun terindikasi memiliki masalah pajak. "Sebaiknya, pemeriksaan diprioritaskan terhadap WP, baik yang tidak ikut pengampunan pajak maupun yang ikut pengampunan pajak, yang terdapat data akurat dan selama ini tidak mengindahkan himbauan untuk melakukan pembetulan," ujarnya.

Sebelumnya Wakil Ketua Industri Keuangan Non Bank Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sidhi Widyapratama mengatakan, bahkan banyak di antara pengusaha yang sudah membawa hartanya ke Tanah Air menyesal telah melakukan repatriasi. Hal ini disebabkan kondisi sosiopolitik di Indonesia yang tengah berdinamika.

“Tentu sosiopolitik harus dijaga karena sangat mempengaruhi. Pengusaha banyak wait and see. Banyak yang menyesal telah repatriasi,” ujarnya di seminar di Kwik Kian Gie School of Business, Jakarta, pekan lalu.

Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu mencatat, hingga batas waktu untuk merealisasikan repatriasi atau akhir Maret 2017, dana yang sudah masuk ke dalam negeri dalam rangka repatriasi senilai Rp 128,3 triliun.

Sementara itu, komitmen dana repatriasi pada program tax amnesty sebesar Rp 146,6 triliun. Dengan demikian masih ada Rp 18 triliun dana repatriasi dari WP yang telah menyampaikan, tetapi belum masuk laporan realisasi repatriasinya.

Para pengusaha kemudian berpikir ulang untuk repatriasi harta. Sebagian dari mereka memilih mengkonversi menjadi deklarasi. “Maka dari itu, ada komitmen yang cukup besar, tetapi realisasinya masih sedikit,” ujar Sidhi.

Yustinus menilai, minimnya repatriasi berkaitan dengan gonjang-ganjing politik di Tanah Air. Menurutnya, pada periode September hingga Desember ada sejulah pengusaha yang mengubah rencananya untuk repatriasi harta.

“Repatriasi seharusnya bisa lebih besar. Informasi dari private banker di Singapura, satu bank di Singapura kelola sekitar Rp 2.000 triliun uang WNI,” ujarnya.

Menurut dia, suhu panas politik juga bisa menekan investment rating Indonesia. Terlebih, apa yang terjadi di Tanah Air saat ini sudah mendapatkan perhatian kalangan internasional. Khususnya soal pasal-pasal yang sifatnya uncertain.

“Di Indonesia, orang yang punya jabatan dan power saja bisa kena ketidakpastian (dalam pasal-pasal tertentu), Bagaimana investor? Pesan ini akan mempengaruhi bisnis, repatriasi dan lain-lain akan terganggu, jelas terganggu,” ujarnya.

Yustinus mengatakan, masih belum semua komitmen repatriasi dibawa pulang. Bila kondisi di dalam negeri dianggap tidak kondusif, komitmen tersebut bisa saja dibatalkan meski dengan ongkos yang lebih mahal karena kena penalti.

“Begitu dana repatriasi masuk sistem perbankan, beberapa layer sudah tidak bisa diawasi. Itu malah akan jadi pendorong melakukannya (pembatalan). Penyelesaiannya ya politik. Dan ini buruk,” katanya.

Kegagalan pemerintah menjaga kondisi politik menurut Yustinus akan berdampak pada kepercayaan. “Pajak akan terganggu apabila politik gaduh. Reformasinya mungkin akan lebih lama stepnya. Bahkan insentif yang dulunya menarik, ketika ditawarkan sekarang tidak menarik lagi,” ujarnya.

Hingga 30 April 2017, penerimaan pajak tercatat mencapai Rp 343,7 triliun. Angka ini meningkat 18,19% dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. "Tahun lalu (pada periode yang sama) Rp 290,8 triliun, (artinya) naik 18,19%," ujar Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Direktorat Jenderal Pajak Yon Arsal, belum lama ini.

Sumbangan terbesar penerimaan pajak berasal dari Pajak Penghasilan (PPh) non migas yang mencapai Rp 322 triliun, naik 15,8% dibanding periode yang sama tahun lalu. Adapun sisanya disumbang oleh PPh migas sebesar Rp 20,7 triliun. Angka ini melejit 73% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya Rp 11,9 triliun.

Yon mengatakan peningkatan penerimaan pajak itu tidak terlepas akibat kebijakan tax amnesty. Kepatuhan wajib pajak membayar pajak meningkat setelah adanya program tersebut.

Namun dia juga menyampaikan kenaikan penerimaan pajak tidak semata-mata karena uang tebusan program tax amnesty. Sebab pada April 2017, saat program tax amnesty sudah berakhir, penerimaan pajak yang masuk mencapai Rp 121 triliun. "Kami harap ini sinyal positif walau September nanti kan (tidak ada lagi pemasukan dari tax amnesty seperti tahun lalu) ini harus kami cover sekarang," ujarnya. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…