Pemerintah: Perjanjian Kerja Sumber Hukum dalam Hubungan Kerja

Pemerintah: Perjanjian Kerja Sumber Hukum dalam Hubungan Kerja

NERACA

Jakarta - Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kementerian Ketenagakerjaan Haiyani Rumondang menjelaskan Pasal 153 ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan mengakui sumber hukum yang berlaku dan mendasari hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja adalah perjanjian kerja.

"Sumber hukum yang berlaku dan mendasari hubungan kerja adalah perjanjian kerja atau peraturan perusahaan," ujar Haiyani ketika memberikan keterangan di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Senin (15/5).

Haiyani mengatakan hal ini mewakili Apindo mewakili pihak pemerintah dalam sidang uji materi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan)."Maka pekerja seharusnya mengetahui dan sudah dapat memperkirakan konsekuensi apabila antarpekerja memiliki ikatan perkawinan setelah perjanjian kerja disepakati oleh kedua belah pihak," kata Haiyani.

Lebih lanjut Haiyani mengatakan bahwa perjanjian kerja atau peraturan perusahaan sebagai dasar hubunga kerja, harus melalui proses pemeriksaan oleh Pemerintah."Hal ini untuk mencegah terjadinya pemaksaan kehendak secara sepihak oleh pengusaha terkait permasalahan hubungan pertalian darah dan ikatan perkawinan," tambah Haiyani.

Sementara, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan bahwa ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi pekerja berstatus suami istri dalam satu perusahaan, adalah untuk mencegah hal-hal negatif di lingkungan perusahaan.

"Ketentuan PHK dalam Pasal 153 ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, karena bertujuan untuk melindungi kepentingan yang lebih besar," ujar kuasa hukum Apindo Gustav Evert Matulessy saat memberikan keterangan di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta.

Gustav mengatakan hal ini mewakili Apindo selaku pihak terkait dalam sidang uji materi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan).

Dalam keterangannya, Gustav menerangkan bahwa ketentuan PHK ini berfungsi untuk menjaga hak setiap warga negara untuk menikah, tetapi juga untuk menjaga hak setiap orang yang bekerja guna mendapatkan perlakuan yang adil.

Lebih lanjut Gustav menjelaskan terdapat dua dampak bagi pekerja suami istri yang bekerja dalam satu perusahaan, yaitu dampak positif dan negatif. Menurut Gustav, dampak positif terjadi karena adanya penguatan hubungan keluarga karena suami istri bekerja dalam satu perusahaan.

"Namun, terdapat dampak negatif yang berhubungan dengan perasaan saling melindungi tersebut, yakni dapat mengurangi bahkan menghilangkan objektivitas kerja dari hubungan kerja antara pekerja dan manajemen perusahaan," jelas Gustav.

Pada prinsipnya perusahaan tidak melarang seorang untuk menikah, namun adanya hubungan suami istri dalam satu perusahaan dapat menimbulkan konflik kepentingan."Adanya potensi konflik kepentingan dalam mengambil keputusan internal perusahaan, akan berimbas terhadap objektivitas dan profesionalisme dalam pekerjaannya," jelas Gustav.

Dalam permohonannya, pemohon mendalilkan Pasal 153 ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan melanggar hak konstitusionalnya. Ada pun ketentuan tersebut berisi tentang pelarangan pemutusan hubungan kerja bagi pekerja yang memiliki ikatan perkawinan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja.

Para pemohon menilai berpotensi kehilangan pekerjaannya akibat perkawinan sesama pegawai dalam satu perusahaan apabila hal tersebut diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Menurut para pemohon hal ini bertentangan dengan ketentuan dalam UU Perkawinan dan UU Hak Asasi Manusia. Ant

 

BERITA TERKAIT

Hadi: Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Sebatas Penegakan Hukum

NERACA Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Hadi Tjahjanto menyebut kerja satuan tugas (satgas)…

Kompolnas Ungkap Progres Baru Penanganan Kasus Firli Bahuri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim mengungkap akan ada progres/kemajuan baru dalam penanganan perkara/kasus dugaan pemerasan oleh…

Kejaksaan Agung Lembaga Penegakan Hukum Paling Dipercaya

NERACA Jakarta - Hasil jajak pendapat terbaru Indikator Politik Indonesia April 2024, kembali menempatkan Kejaksaan Agung sebagai lembaga hukum paling…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Hadi: Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Sebatas Penegakan Hukum

NERACA Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Hadi Tjahjanto menyebut kerja satuan tugas (satgas)…

Kompolnas Ungkap Progres Baru Penanganan Kasus Firli Bahuri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim mengungkap akan ada progres/kemajuan baru dalam penanganan perkara/kasus dugaan pemerasan oleh…

Kejaksaan Agung Lembaga Penegakan Hukum Paling Dipercaya

NERACA Jakarta - Hasil jajak pendapat terbaru Indikator Politik Indonesia April 2024, kembali menempatkan Kejaksaan Agung sebagai lembaga hukum paling…