Pengamat: Rekrutmen Hakim Tunggu RUU Jabatan Hakim

Pengamat: Rekrutmen Hakim Tunggu RUU Jabatan Hakim

NERACA

Jember - Pengamat hukum Universitas Jember Dr Bayu Dwi Anggono mengatakan rekrutmen hakim baru yang dilakukan oleh Mahkamah Agung seharusnya menunggu disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Jabatan Hakim, agar hakim yang direkrut lebih profesional.

"Saat ini Komisi III DPR RI sedang menyusun RUU Jabatan Hakim untuk memperbaiki manajemen hakim yang lebih baik karena yang terjadi di Indonesia yakni krisis atau darurat integritas hakim," kata dia di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Sabtu (13/5).

Berdasarkan catatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak tahun 2010 hingga 2016 tercatat 14 orang hakim yang diproses secara hukum akibat terlibat praktik korupsi, karena mereka melakukan dagang perkara untuk mencari keuntungan yang tidak semestinya.

"Hal itu menjadi preseden buruk bagi integritas hakim di Indonesia, sehingga perlu adanya regulasi untuk mekanisme dan syarat menjadi seorang hakim," ucap Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Fakultas Hukum Universitas Jember itu.

Untuk itu, lanjut dia, perlu ada perbaikan untuk manajemen hakim mulai dari rekrutmen, pembinaan, pengawasan, dan pemberhentian hakim yang kini hanya dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA)."Di sisi lain MA juga mengurusi perkara, sehingga seharusnya MA hanya mengurusi perkara, sedangkan Komisi Yudisial menangani manajemen hakim," tutur dia.

Pola "shared responsibility system", lanjut dia, diharapkan dapat mencegah dan mengurangi pelanggaran etika dan hukum oleh hakim serta praktik "judicial corruption" karena konsep sistem berbagi tanggung jawab dipandang merupakan cara menyeimbangkan Independensi pengadilan dengan akuntabilitas.

"Sebaiknya MA menunda dulu untuk melakukan rekrutmen hakim baru karena dikhawatirkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2017 tentang Pengadaan Hakim yang digunakan landasan rekrut hakim baru itu akan bertentangan dengan RUU Jabatan Hakim," ujar dia.

Sebelumnya dalam laporan tahunan MA yang dirilis pada 9 Februari 2017 di Jakarta menyebutkan berdasarkan beban kerja 2015, hakim yang dibutuhkan sebanyak 12.847 orang, namun jumlah hakim yang ada hingga saat ini hanya berjumlah 7.989.

Hal tersebut berarti kebutuhan hakim pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding masih mengalami kekurangan sebanyak 4.858 orang hakim dan belum termasuk 86 satuan kerja baru pada peradilan umum, peradilan agama, dan peradilan tata usaha negara.

Sebelumnya Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali berharap pemerintah dapat merekrut 2.000 orang hakim pada tahun 2017. Ant

 

BERITA TERKAIT

Kejagung-Kementerian BUMN Rapatkan Pengelolaan "Smelter" Timah Sitaan

NERACA Pangkalpinang - Kejagung bersama Kementerian BUMN akan segera merapatkan pengelolaan aset pada lima smelter (peleburan) timah yang disita penyidik…

KPPU Kanwil I: Harga Beras Berpotensi Bentuk Keseimbangan Baru

NERACA Medan - Kepala Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kanwil I Ridho Pamungkas menyatakan harga beras berpotensi membentuk keseimbangan baru.…

DJKI Kembalikan 1.668 Kerat Gelas Bukti Sengketa Kekayaan Intelektual

NERACA Jakarta - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM mengembalikan barang bukti sengketa kekayaan intelektual berupa 1.668…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kejagung-Kementerian BUMN Rapatkan Pengelolaan "Smelter" Timah Sitaan

NERACA Pangkalpinang - Kejagung bersama Kementerian BUMN akan segera merapatkan pengelolaan aset pada lima smelter (peleburan) timah yang disita penyidik…

KPPU Kanwil I: Harga Beras Berpotensi Bentuk Keseimbangan Baru

NERACA Medan - Kepala Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kanwil I Ridho Pamungkas menyatakan harga beras berpotensi membentuk keseimbangan baru.…

DJKI Kembalikan 1.668 Kerat Gelas Bukti Sengketa Kekayaan Intelektual

NERACA Jakarta - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM mengembalikan barang bukti sengketa kekayaan intelektual berupa 1.668…