DPR Usul Pembentukan Badan Khusus TKI

Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf mengusulkan pembentukan badan khusus dalam rangka mengurusi berbagai permasalahan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dari hulu ke hilir, yang berada langsung di bawah presiden. "Kami mau memperkuat RUU Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri dengan pembentukan badan yang berada langsung di bawah Presiden," kata Dede Yusuf dalam rilis di Jakarta.

Menurut Dede, pembentukan badan tersebut adalah agar ke depannya tidak ada lagi lempar tanggung jawab antarkementerian ketika muncul permasalahan terkait TKI.

Namun, ujar politisi Partai Demokrat itu, hingga kini masih belum ada respons yang baik terkait dengan wacana usulan pembentukan badan tersebut. "Kementerian Ketenagakerjaan meminta badan ini bertanggungjawab kepada presiden melalui Kementerian Ketenagakerjaan. Kami maunya badan ini berada di bawah presiden langsung. sehingga kalau ada permasalahan TKI, Presiden langsung memanggil satu badan ini untuk diselesaikan," ucapnya.

Ia menyatakan bahwa usulan pembentukan badan khusus TKI yang menangani permasalahan terkait TKI tersebut mendapatkan dukungan seperti dari berbagai lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang buruh migran.

Sebagaimana diwartakan, program yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka membantu pahlawan devisa yaitu TKI perlu dilaksanakan dengan konsisten dan tidak hanya terasa gegap gempitanya di awal peluncuran program itu saja. "Bukan hanya saat launching, tapi juga menjadi program yang harus dijalankan terus-menerus," kata Anggota Komisi IX DPR Dewi Aryani dalam rilis yang diterima.

Politisi PDIP itu mencontohkan program yang harus dilakukan konsisten antara lain adalah Desa Migran Produktif yang merupakan desa yang dikelola sedemikian rupa oleh pemda.

Program tersebut, lanjutnya, diperuntukkan bagi TKI perempuan yang setelah kembali bisa diberdayakan agar lebih produktif di desanya.

Dia juga menginginkan pemerintah jangan hanya sekadar melarang perempuan yang sudah punya anak untuk tidak menjadi TKI tetapi harus memberikan solusi yang tepat. "Misalnya harus ada lapangan pekerja lainnya, sebab TKI yang berangkat bukan secara tiba-tiba, mereka menjadi TKI karena masalah faktor ekonomi di mana daerahnya tidak ada lapangan pekerjaan yang menyerap dengan maksimal, dan mereka menjadi pahlawan devisa untuk negara kita," ucapnya.

Ia juga menilai bahwa program Desa Migran Produktif bisa menjadi model percontohan nasional yang mendapatkan perhatian lebih dari pihak pemerintah pusat.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Syamsul Bachri menilai persiapan pemerintah terkait pembentukan desa migran produktif di sejumlah daerah belum optimal. Politisi Partai Golkar itu mendukung program Desa Migran Produktif untuk segera dijalankan sehingga masyarakat dapat mengurungkan niatnya untuk bekerja di luar negeri sebagai buruh migran.

Komisi IX DPR RI pun mengusulkan penguatan peran dan kewenangan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) guna melindungi buruh migran secara konprehensif melalui aturan perundangan. "Dalam UU No 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKILN) mengatur perlindungan TKI yang bekerja di luar negeri, tapi dalam revisi undang-undang tersebut DPR mengusulkan perlindungan TKI secara komprehensif," kata Anggota Komisi IX DPR RI, Dewi Asmara, pada diskusi "UU Ketenagakerjaan, Buruh, dan Politik" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Menurut Dewi Asmara, Komisi IX DPR RI saat membahas revisi UU No 39 tahun 2004 tentang PPTKILN yang di dalamnya mengatur soal perlindungan TKI di luar negeri.

Politisi Partai Golkar ini menjelaskan, pada UU No 39 tahun 2004 mengatur perlindungan TKI pada saat bekerja di negara lain yang menjadi tujuannya.

Namun, dalam revisi UU tersebut yang merupakan RUU usul inisiatif DPR RI, kata dia, DPR RI mengusulkan perlindungan TKI secara konprehensif mulai dari rekrutmen calon TKI dari daerah asalnya, pemberian pelatihan, pengurusan dokumen, pada saat bekerja di negara lain, hingga kembali lagi ke Indonesia.

Pengawasan penempatan dan perlindungan TKI tersebut, menurut Dewi, diberikan kepada BNP2TKI yang merupakan badan khusus pengawas TKI. "Sebagai badan khusus pengawas TKI, maka BNP2TKI harus dikuatkan dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden," katanya.

Dewi menjelaskan, ada beberapa lembaga lainnya yang tugas pokoknya dan fungsinya terkait dengan keberadaan TKI di luar negeri, seperti Kementeriaan Tenaga Kerja dan Kementerian Luar Negeri.

Menurut dia, koordinasi antara BNP2TKI dengan kementerian dan lembaga terkait, diatur oleh Presiden melalui peraturan presiden.

 

Kontribusi Besar

 

Sementara itu, anggota Komisi IX DPR RI Irgan Chairul Mahfiz menilai tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri memberikan kontribusi cukup besar terhadap penerimaan negara, tapi pengelolaan negara terhadap TKI masih belum optimal. "TKI yang bekerja di luar negeri saat ini ada sekitar enam juta jiwa. Ini jumlah yang besar. Jika setiap TKI mengirimkan gajinya sekitar Rp1 juta per bulan, maka peredaran uang di Indonesia bertambah sekitar Rp6 triliun per bulan atau sekitar Rp72 triliun per tahun. Ini memberikan kontribusi cukup besar terhadap penerimaan negara," kata Irgan pada diskusi "UU Ketenagakerjaan, Buruh, dan Politik" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta.

Menurut Irgan, pengelolaan TKI sampai saat ini masih belum optimal antara lain, mengirimkan TKI yang berkterampilan rendah, ada pembuatan dokumen keimigrasian yang kurang valid, serta ada TKI yang menghadapi persoalan hukum.

Di sisi lain, kata dia, ada TKI yang bekerja di luar negeri melalui jalur resmi atau legal serta ada juga yang melalui jalur ilegal. "Guna membenahi pengelolaan TKI, DPR dan Pemerintah sepakat memberhentikan sementara pengiriman TKI ke luar negeri atau moratorium, tapi TKI yang berangkat ke luar negeri melalui jalur ilegal tetap banyak," katanya.

Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini menilai pengawasan terhadap TKI yang bekerja di kuar negeri belum optimal, baik oleh BNP2TKI maupun oleh Kementerian Tenara Kerja (Kemenaker).

Irgan mencontohkan, masih banyak TKI yang dikirim ke luar negeri dengan keterampilan rendah dan hanya bekerja sebagai pembantu rumah tangga.

Di sisi lain, katanya, Pemerintah memiliki program Balai Latihan Kerja (BLK) tapi saat ini kondisinya sudah banyak yang tidak berfungsi.

Sedangkan tokoh buruh nasional, Sony Puji Sasono mempertanyakan, persoalan buruh di Indonesia apakah sudah dianggap atau belum oleh Pemerintah. "Apakah buruh sudah menjadi bagian dari struktur perekonomian di Indonesia. Banyak pihak hanya melihat buruh dari pendekatan legal atau ilegal saja," katanya. (agus, iwan)

 

 

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…