Jangan Hambat Kemajuan Filantropi - RUU PENYELENGGARAAN SUMBANGAN

Jakarta-Penyusunan RUU (Rancangan Undang-undang) Penyelenggaraan Sumbangan dinilai urgen untuk menggantikan UU No 9/1961 tentang Penggalangan Uang dan Barang yang sudah tidak sesuai dengan kondisi dan perkembangan filantropi di Indonesia. Namun, RUU ini diharapkan tidak menghambat kegiatan filantropi yang sekarang tengah marak dan berkembang pesat di masyarakat. Sebaliknya, RUU tersebut diharapkan mampu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan sumbangan, serta mencegah penyalahgunaan dalam penggalangan, pengelolaan dan pendayagunaannya.

NERACA

Menurut Direktur Filantropi Indonesia Hamid Abidin, penyusunan regulasi baru sangat dibutuhkan karena dalam 15 tahun terakhir kegiatan filantropi tengah berkembang pesat di Indonesia. Kegiatan berderma dan menolong sesama sedang marak di masyarakat. Ratusan organisasi filantropi bermunculan, lanjutnya, mulai dari yayasan keluarga, yayasan perusahaan, yayasan berbasis keagamaan sampai organisasi komunitas. Sementara potensi sumbangan masyarakat terus meningkat dan jumlahnya mencapai triliunan rupiah per tahun.

Meningkatnya sumbangan masyarakat ini telah memberikan momentum bagi berkembangnya kegiatan penyelenggaraan sumbangan (fundraising). “Sayangnya, pesatnya perkembangan filantropi belum ditopang regulasi atau kebijakan yang kondusif. Salah satu regulasi yang dianggap menghambat adalah UU No. 9/1961 Tentang Penggalangan Uang dan Barang karena tidak sesuai lagi dengan perkembangan filantropi dan fundraising di Indonesia,” ujar Hamid pada acara Philantropy Learning Forum ke-15 dengan tema “Membedah RUU Penyelenggaraan Sumbangan” di Jakarta, pekan ini.

Namun, menurut Hamid, RUU ini diharapkan tidak menghambat kegiatan filantropi yang sekarang tengah marak dan berkembang pesat di masyarakat. Sebaliknya, RUU tersebut diharapkan mampu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan sumbangan, serta mencegah penyalahgunaan dalam penggalangan, pengelolaan dan pendayagunaannya.

Acara tersebut diselenggarakan oleh Filantropi Indonesia bersama MPBI (Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia), Kementerian Sosial dan didukung oleh UN-OCHA (United Nations Office for The Coordination of Humanitarian Affairs). Acara yang dihadiri para pegiat filantropi tersebut menghadirkan lima pembicara, yakni Suratman, SH,MH (anggota Tim Perumus RUU Penyelenggaraan Sumbangan), Maitra W. Faiszal (Save The Children), Stefanus Aryawan (Yayasan Konservasi Alam Nusantara), Vikra Ijas (Kitabisa.com) dan Nur Rachman (Alfamart)

Para penggiat filantropi mengakui, pesatnya perkembangan filantropi belum ditopang regulasi atau kebijakan yang kondusif. Salah satu regulasi yang dianggap menghambat adalah UU No 9/1961 Tentang PUB (Penggalangan Uang dan Barang) karena tidak sesuai lagi dengan perkembangan filantropi dan fundraising di Indonesia.

“Selain menerapkan mekanisme perizinan dan pelaporan yang sangat ketat, beberapa ketentuan dalam UU ini juga dinilai sudah ketinggalan zaman seperti pengaturan ruang lingkup sumbangan, dana operasional, sampai pengenaan sanksi dan hukuman bagi organisasi yang melanggar,” ujarnya.

Sejak tahun 2016 beberapa organisasi nirlaba dan Kementerian Sosial menginisiasi perumusan RUU Penyelenggaraan Sumbangan untuk menggantikan UU PUB. Dibandingkan dengan UU PUB, isi atau ketentuan-ketentuan dalam RUU tersebut jauh lebih rinci dan lengkap. Sebagian isi RUU ini mengadopsi ketentuan yang ada dalam UU PUB, seperti perijinan, tujuan penyelenggaraan sumbangan, cara dan metode penggalangan sumbangan, biaya operasional, pelaporan sampai pengenaan sanksi bagi lembaga yang melanggar. Namun, ketentuan-ketentuan itu dicoba untuk disesuaikan dengan kondisi saat ini.

Selain itu, RUU PUB juga mengatur beberapa ketentuan yang tidak diatur dalam UU PUB, seperti perlindungan terhadap hak-hak donatur, pemisahan fungsi lembaga pengumpul, pengelola dan penyalur sumbangan, sampai pembentukan badan atau komisi independen yang mengatur penyelenggaraan sumbangan

Salah satu isu kunci yang menjadi perhatian dalam RUU ini adalah persoalan perijinan. Banyak pihak yang melihat mekanisme perijinan yang diterapkan di UU PUB sudah tidak relevan dan melanggar hak konstitusi warga negara yang ingin membantu pemerintah dalam mengatasi masalah sosial melalui penyelenggaraan sumbangan. Karena itu, mekanisme perijinan diusulkan dirubah menjadi registrasi atau pendaftaran yang lebih longgar. Namun, mekanisme pendaftaran ini nantinya harus diikuti dengan pengawasan ketat dan penindakan yang tegas untuk mencegah penyalahgunaan sumbangan.

Masalah Perizinan

Isu kunci lainnya adalah mengenai pihak-pihak yang diizinkan menggalang sumbangan publik. Jika di UU PUB izin penggalangan sumbangan hanya diberikan kepada organisasi berbadan hukum, banyak yang mengusulkan agar semua pihak diberi kesempatan untuk terlibat dalam kegiatan sumbangan, termasuk  komunitas dan individu yang menggalang sumbangan melalui media sosial dan platform crowdfunding. Namun, usulan ini juga memunculkan tantangan terkait aspek pengawasan dan pertanggungjawabannya. Selain itu, munculnya profesi fundraiser (penggalang sumbangan) dan konsultan fundraising serta platform crowdfunding yang berperan dalam kegiatan fundraising juga menjadi tantangan baru dalam pengaturan pengelolaan sumbangan.

Pengakuan dan penghargaan terhadap hak-hak donatur juga mendapat perhatian khusus, seperti hak mengetahui visi misi organisasi, mengetahui pegelola organisasi, serta mendapatkan laporan pertanggungjawaban. Regulasi ini juga diharapkan memberikan jaminan perlindungan dan keamanan data-data donatur di lembaga penyelenggara sumbangan agar tidak dipindahtangankan ataupun diperjualbelikan kepada pihak lain.

"Apresiasi terhadap donatur diharapkan bisa diwujudkan melalui pengakuan terhadap sumbangan donatur, tidak menyembunyikan dan menghilangkannya dalam promosi atau publikasi sumbangan, serta tidak mengklaimnya sebagai sumbangan penyelenggara sumbangan. Apresiasi juga bisa dilakukan dengan melibatkan donatur dalam pengambilan keputusan terkait pengelolaan dan pendayagunaan sumbangan," ujar penggiat filantropi itu.

Selain itu, menurut Hamid, RUU tersebut juga diharapkan bisa mengakui, mengapresiasi dan mempromosikan regulasi internal yang sudah disusun pegiat filantropi dan nirlaba di Indonesia, seperti Kode Etik Filantropi, Pedoman Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan, dll.  Regulasi internal ini diharapkan bisa melengkapi UU yang ada, khususnya pengaturan masalah etika. Karena, banyak persoalan etika dalam kegiatan sumbangan yang tidak bisa diatur dan diatasi dengan hukum formal, melainkan dengan regulasi internal berupa kode etik, pedoman atau standar etik. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…