Politisi PAN Divonis 9 Tahun Penjara

Politisi PAN Divonis 9 Tahun Penjara

NERACA

Jakarta - Mantan Ketua Kelompok Fraksi Partai Amanat Nasional (Kapoksi PAN) di Komisi V DPR Andi Taufan Tiro divonis sembilan tahun penjara dan pencabutan hak politik karena dinilai terbukti menerima suap senilai Rp7,4 miliar.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Andi Taufan Tiro terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan pertama. Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Andi Taufan Tiro selama sembilan tahun penjara dan ditambah denda Rp1 miliar dengan ketentuan bila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama enam bulan," kata ketua majelis hakim Fazhal Hendri di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (26/4).

Vonis itu lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang meminta agar Andi Taufan divonis 13 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan berdasarkan dakwaan pertama dari pasal 12 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Selain itu hakim juga mencabut hak politik Andi Taufan lima tahun setelah menyelesaikan hukuman pidananya terkait kasus program dana aspirasi proyek pembangunan jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

"Menjatuhkan pidana tambahan berupan pencabutan hak untuk tidak dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun setelah pidana pokok selesai dijalankan," tambah hakim Fazhal.

Pencabutan hak politik itu dikarenakan Andi Taufan telah menggunakan uang yang ia dapat dari APBN untuk kepentingan dirinya sendiri.

"Menimbang berdasarkan fakta terdakwa adalah ketua kelompok fraksi yang mengkoordinasikan anggota Komisi V PAN dan menyalahgunakan jabatan dengan menggunakan dana program aspirasi jalan Maluku sebesar Rp170 miliar kemudian menerima uang dari Abdul Khoir dan Hengky Poliesar sebesar Rp7,4 miliar untuk biaya umroh dan operasional. Hakim sependapat dengan jaksa penuntut umum bahwa tindakan itu merusak sendi demokrasi dan 'good governance' principles' sehingga jika biaya politik yang digunakan terdakwa berasal dari hasil kejahatan maka outputnya tidak akan sejalan dengan tujuan bernegara, sehingga perlu kiranya mencabut hak terdakwa untuk dipilih atau menduduki dalam jabatan publik," tambah hakim Fashal.

Namun hakim juga mempertimbangkan sejumlah hal yang meringankan dalam perbuatan Andi Taufan yaitu sudah mengembalikan sejumlah uang ke KPK.

"Hal-hal yang memberatkan, terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam menjalankan pemerintahan yang bebas korupsi, terdakwa menikmati uangnya untuk kepentingan pribadi yaitu liburan ke luar negeri dan kegiatan politiknya, perbuatan terdakwa tidak sesuai dengan azas 'check and balances'. Hal yang meringankan, terdakwa sopan, belum pernah dihukum, mengembalikan Rp500 juta ke KPK," jelas hakim Fazhal.

Majelis hakim menilai Andi Taufan terbukti menerima uang sejumlah Rp3,9 miliar dan 257.661 dolar Singapura atau setara Rp2,5 miliar dari Abdul Khoir selaku Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama dan 101.807 dolar Singapura atau setara Rp1 miliar dari Hengky Poliesar selaku Direktur Utama PT Martha Tehnik Tunggal sehingga totalnya Rp7,4 miliar.

Uang tersebut digunakan Andi untuk berlibur ke Eropa, membayar paket umroh dan membiayai operasional kegiatan politiknya. Terhadap putusan itu, Andi Taufan menyatakan pikir-pikir sedangkan jaksa penuntut umum (JPU) KPK juga pikir-pikir. Ant

 

BERITA TERKAIT

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…