DP PERUMAHAN 0% TERGANJAL ATURAN BI - Multifinance Jadi Celah Pembiayaan DP 0%

Jakarta - Program pembiayaan pembangunan perumahan tanpa uang muka (down payment-DP 0%) yang menjadi program pasangan Gubernur dan Wagub DKI Anies Baswedan-Sandiaga Uno terganjal oleh ketentuan pinjaman yang dapat diberikan bank (Loan to Value) Bank Indonesia di sektor properti. Namun, program pembiayaan perumahan tanpa uang muka tersebut dapat direalisasikan melalui perusahaan pembiayaan (multifinance).

NERACA
Menurut Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI)  Suwandi Wiratno, hingga saat ini, besaran uang muka pada pembiayaan perumahan yang dilakukan oleh multifinance memang belum diatur oleh regulator. Kendati pembiayaan perumahan tanpa uang muka dapat dilakukan, tetapi hal tersebut menimbulkan risiko bagi perusahaan multifinance.

"Uang muka ini kan terkait dengan risiko, kalau tanpa uang muka berarti pinjamannya akan semakin besar. Ini berkaitan juga nanti dengan kemampuan debitur untuk membayarkan cicilan," ujarnya seperti dikutip CNNIndonesia.com, Selasa (25/4).

Selain itu, menurut dia, sumber pendanaan multifinance untuk menyalurkan pembiaya perumahan berasal dari bank, maka multifinance tetap harus mengikuti ketentuan LTV BI. 
Saat ini, menurut dia, sejumlah perusahaan pembiayaan juga sudah mulai menyalurkan pembiayaan perumahan. Hanya saja, menurut dia, jumlahnya saat ini masih sangat kecil dan terbatas pada tenor pendek. "Penyalurannya masih terbatas dan belum banyak, juga hanya pada tenor pendek misalnya sampai 5 tahun," ujarnya.  

Seperti diketahui, BI sampai saat ini menetapkan rasio pembiayaan yang dapat disalurkan bank (Loan to Value/LTV) untuk rumah tapak dengan luas diatas 70 m2 dan rumah susun dengan luas diatas 21 m2. Untuk rumah tapak, BI mengenakan LTV maksimal sebesar 85% atau uang muka minimal 15%. Sementara itu, untuk rumah susun, LTV maksimal sebesar 90%, atau uang muka minimal 10%.  

Ketentuan tersebut sejauh ini hanya berlaku bagi bank umum dan bank umum syariah. Sementara itu, multifinance yang baru belakangan ini diperbolehkan menyalurkan pembiayaan perumahan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), belum memiliki pengaturan terkait uang muka.

Suwandi pun mengaku belum dapat menghitung potensi pembiayaan yang dapat disalurkan oleh multifinance ke sektor properti tersebut. Pasalnya, pembiayaan perumahan merupakan bisnis baru bagi multifinance. "Saat ini kami juga masih mencari sumber pembiayaan yang pas untuk pembiayaan perumahan ini, karena butuh sumber dana yang panjang," ujarnya.

Sebelumnya Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara menuturkan, saat ini pihaknya belum mengubah ketentuan terkait LTV. Namun, Tirta mengaku, pihaknya dapat meninjau kembali untuk memberikan kelonggaran jika terdapat jaminan dari pemerintah. "Regulasi tetap berlaku. Kalau dijamin pemerintah bisa saja. Tapi saya belum bisa berikan informasi lebih, harus dibaca dulu nanti aturannya," ujarnya, Kamis (20/4).

Kendati membuka peluang untuk merevisi ketentuan, Tirta mengaku dibutuhkan waktu yang tak singkat. Untuk itu, pihaknya pun belum bisa memberikan pernyataan sikap lebih terkait janji manis yang dilontarkan oleh pasangan Anies-Sandi.

Sebelumnya, Asosiasi Pengembangan Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) menilai, langkah Anies-Sandi untuk merealisasikan pemberian pembiayaan rumah dengan DP nol persen sulit dibuktikan lantaran regulasi yang selama ini diterapkan BI.

"Ketentuan dari BI sudah jelas harus ada DP. Di Jakarta itu tidak bisa kalau bangun rumah subsidi selain rusun. Kalau mau rumah komersil, itu harus DP 10% sampai 20%," kata Junaidi, pimpinan Apersi. Nada yang serupa juga dilontarkan kalangan perbankan, yakni PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) yang turut memberikan kepastian pelaksanaan program DP nol persen kepada regulasi BI. "Perbankan hanya mengacu pada aturan BI," tutur Direktur Konsumer BRI Sis Apik.

Sementara, menurut Anies, program DP nol persen dapat dilakukan lantaran menggandeng bank daerah, yakni PT Bank DKI. Lalu, masyarakat yang ingin mendapat DP nol persen perlu menabung lebih dulu di bank yang memberikan kredit selama enam bulan dengan nilai 10% dari harga rumah.

Adapun dengan program DP nol persen tersebut, Anies menilai tak melanggar aturan yang diberlakukan BI dan pemerintah selama ini. Pasalnya, ini merupakan program pemerintah daerah bila dirinya resmi menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Meski demikian, asosiasi pengembang properti Real Estat Indonesia (REI) tertarik membantu program Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta tersebut untuk mewujudkan program hunian dengan uang muka nol rupiah. Namun dengan catatan, pemerintah kota (pemkot) DKI Jakarta nantinya memiliki aturan yang jelas sehingga pengembang tidak melanggar ketentuan yang ada.

"Kami dengan pemerintah selalu berkolaborasi cuman peraturan diperjelas supaya pengembang tidak melanggar aturan," tutur Sekjen REI Totok Lucida, Jumat (21/4).

Pada dasarnya, menurut dia, pengembang ingin membantu pemerintah untuk menyediakan perumahan bagi rakyat kecil. Hanya saja, dikhawatirkan niat baik pengembang malah membuat pengembang melanggar aturan.

Salah satu aturan yang perlu diperhatikan adalah aturan Bank Indonesia (BI) terkait batas maksimal rasio pembiayaan untuk uang muka rumah (Loan to Value/LTV) yang ditanggung oleh perbankan hanya sebesar 85 persen.

Aturan ini dikecualikan bagi rumah bersubsidi yang ditanggung pemerintah, untuk jenis rumah susun. Karenanya, jika program itu bisa terealisasi, maka sebagai pihak swasta REI meminta pemkot dan instansi lain yang berkepentingan berkoordinasi.

"Kami komitmen untuk membantu program pemerintah apalagi untuk rakyat kecil. Sekarang, satu pihak lagi pemerintah dalam hal ini pemkot dan BI, aturannya harus diperjelas," pungkasnya.

Empat Hal

Apersi menilai, janji manis itu akan sulit dibuktikan kepada masyarakat Jakarta. Pasalnya, ada empat hal yang menjegal terealisasinya program tersebut.

Pertama, belum apa-apa, program kampanye itu sudah terjegal oleh aturan dasar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI). Dalam peraturannya, BI menetapkan bahwa batas maksimal rasio pembiayaan untuk uang muka rumah (Loan to Value/LTV) yang ditanggung oleh perbankan hanya sebesar 85%. Artinya, sekitar 15% sisanya harus ditanggung oleh nasabah perbankan yang mengajukan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dalam bentuk uang muka kepada perbankan.

Sekalipun ada pemberian DP 1% yang diterapkan pemerintah, itu hanya berlaku untuk rumah bersubsidi yang ditanggung oleh pemerintah dan itu hanya diberikan untuk jenis rumah susun.

"Ketentuan dari BI sudah jelas harus ada DP. Di Jakarta itu tidak bisa kalau bangun rumah subsidi selain rusun. Kalau mau rumah komersil, itu harus DP 10%- 20%," ujar Junaidi.

Kedua, Anies-Sandi diminta untuk melihat kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Junaidi memberi gambaran, seandainya program rumah tanpa DP tak bisa dijalankan dan Anies-Sandi terpaksa menerapkan DP 10%, seperti yang lazim diberikan para pengembang, keduanya harus menghitung beban tersebut ke APBD.

"Misal harga rumah Rp350 juta, 10% nya Rp35 juta per konsumen yang harus ditanggung Pemerintah Daerah. Apakah bisa pemerintah tanggung kekurangannya? Karena walaupun nanti diganti tapi tetap memberi beban sementara pada APBD,"ujarnya. Selain memberi beban kepada APBD, di saat yang bersamaan, jumlah APBD juga terbatas sejalan dengan terbatasnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017.

Ketiga, perhitungan tersebut diperkirakan akan membuat pihak perbankan juga berpikir dua kali untuk akhirnya mengalirkan KPR. Sekalipun ujungnya menggandeng perbankan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), hal ini tetap kurang bankable bagi perbankan.

Keempat, terbatasnya lahan untuk perumahan di Ibukota DKI Jakarta. Belum lagi, harga lahan yang kian tak bersahabat. Menurut perhitungan Junaidi, saat ini harga lahan di Jakarta berada direntang Rp11 juta sampai Rp20 juta per meter persegi. Dengan harga pasaran lahan sebesar itu, bakal sulit membangun rumah untuk masyarakat tanpa DP.

"Dari sisi lahan, hanya mungkin bila pemda memiliki ketersediaan lahan sehingga perumahan yang dibangun murni berasal dari lahan pemda. Jadi, bukan dari hasil beli lahan atau pembebasan lahan," ujar Junaidi.

Meski demikian, Apersi mengimbau agar Anies-Sandi turut bersinergi dengan pemerintah pusat untuk penyediaan rumah bagi masyarakat, khususnya yang berpenghasilan rendah. Sebab, pemenuhan kebutuhan rumah merupakan program nasional Presiden Jokowi. bari/mohar/fba


BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…