Jika Salah Kelola, Investment Grade Bisa Jadi Sumber Bencana

Jakarta – Masuknya Indonesia ke dalam kelompok negara-negara yang prospektif sebagai tujuan investasi atau investment grade merupakan berkah. Namun, berkah tersebut bisa jadi sumber bencana jika salah mengelolanya. Pemerintah diminta berhati-hati menerapkan kebijakan investasi di tahun mendatang.

NERACA

Ekonom Universitas Gajah Mada (UGM), Sri Adiningsih menilai, investment grade yang dicapai Indonesia harus dikelola dengan baik. Agar kejadian pada tahun 1996 dan 1997 tidak terjadi lagi. Tetapi, yang terpenting, dengan diraihnya investment grade BBB-, membuat Indonesia diperhitungkan di mata investor luar. “Ambil positifnya saja, karena berarti ekonomi kita bisa tumbuh dengan stabilitas tinggi,” kata Sri.

Dia mengaku optimis krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997, pasca Indonesia mendapat predikat investment grade, tidak akan terjadi lagi. Kala itu Indonesia juga memperoleh predikat investment grade, bahkan lebih baik dari sekarang. Tetapi, di tahun berikutnya negara ini kolaps, karena tak mampu mengelola investasi yang mengalir deras.

“Kalau sekarang kinerja pemerintah kita ok, karena semua diawasi dengan baik, makanya saya optimis dengan diraihnya investment grade ini,” jelasnya.

Sri Adiningsih menuturkan, dengan menyandang predikat investment grade, Indonesia dapat memperoleh pinjaman dengan bunga rendah. Sehingga mampu menciptakan iklim investasi yang sehat.

Mengenai utang, Sri memastikan tak akan jadi masalah selama pemerintah mampu menjaga nilai tukar rupiah. “Justru itu positif, karena kita dapat memperoleh pinjaman dengan bunga rendah,” tegasnya.

Meski demikian, imbuh Sri, diraihnya investment grade bukan berarti Indonesia tidak memiliki persoalan lagi. Karena sangat banyak persoalan yang harus dihadapi walau meraih predikat investment grade. “Predikat ini bukan berarti semua masalah selesai. Karena masih banyak permasalahan yang ada, seperti infrastruktur, birokrasi, dan masih banyak lagi yang lainnya,” sebutnya.

Sementara itu, Dr. Latief Adam, Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2E LIPI) mengatakan, sebenarnya status investment grade yang diperoleh Indonesia menjadi modal utama pemerintah untuk menggenjot kenaikan investasi. Predikat investment grade penting nilainya, tinggal bagaimana dimanfaatkan oleh pemerintah.

“Tapi jika kita melihat iklim investasi yang belum kondusif saat ini, pemerintah harus berhati-hati dalam menerapkan kebijakan investasi. Jika salah strategi, investment grade justru tidak akan berpengaruh apa-apa dalam peningkatan investasi, terutama investasi asing,” tandasnya.

Yang tak kalah penting, sambung Latief, status investment grade tidak akan menjadi karpet merah buat para investor jika tidak diimbangi dengan perbaikan prasyarat dasar investasi. “Ada dua group of variable dalam prasyarat dasar, terutama soal infrastruktur dan insentif pajak. Selama prasyarat dasar investasi tidak diperbaiki, peningkatan investasi tidak akan signifikan,” jelasnya.

Dia menambahkan, insentif pajak seperti tax holiday misalnya, sebenarnya bisa digunakan untuk menetralisir iklim investasi yang belum kondusif. Tapi di pemerintah seperti terjadi lompatan logika. Harusnya infrastruktur dulu diperbaiki, baru insentif digenjot. Kalau di Indonesia terbalik, insentif dulu, tapi prasyarat dasarnya berupa infrastruktur belakangan. Kalau prasyarat dasar bisa dibenahi, kita optimis peningkatan investasi akan pesat.

“Kebijakan stimulus pajak setengah hati. Birokrasinya njelimet. Perusahaan banyak yang mundur karena prosedurnya sangat rumit. Dugaan saya, boleh jadi, kenapa kenapa kebijakan insentif pajak setengah hati, rupanya terjadi perbedaan visi antara Kementerian Keuangan dengan BKPM. Tidak ada kesamaan visi antara BKPM, Kemenkeu, dan Kementerian Perindustrian. Itu akar permasalahannya sehingga membuat sistem insentif kurang atraktif,” paparnya.

Pengamat pasar uang Farial Anwar memandang, kondisi ekonomi di tahun 1997 -1998 berbeda dengan kondisi saat ini. Waktu itu krisis di Asia menghantam ke Indonesia, berawal kerusakannya dari pasar keuangan sehingga nilai tukar dan suku bunga sangat tinggi yang membuat kondisi perbankan Indonesia hancur lebur.

Farial memaparkan, saat ini Indonesia sangat prospektif. Tetapi jika tidak bisa mengatur derasnya aliran investasi asing yang masuk ke dalam negeri, maka dalam 1 atau 2 tahun Indonesia bisa mengalami kejadian yang sama seperti 1998.

Pasalnya, ujar Farial, derasnya investasi yang masuk ke dalam negeri apabila tidak diimbangi dengan pengelolaan dana yang baik atau tidak ditunjang dengan infrastruktur yang mendukung, maka investor asing akan segera pergi dari Indonesia dan akan membawa lagi duit mereka yang cukup banyak (hot money).

Menurut dia, krisis di Eropa dan Amerika Serikat juga bisa mempengaruhi perekonomian Indonesia. Alasannya, perputaran pasar uang atau indeks harga saham dunia juga saling berkaitan dan bisa merembet ke nilai tukar mata uang Indonesia.

Dr. Wijaya Adi, Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2E LIPI) menambahkan, kebanjiran investasi karena investment grade memiliki dampak terhadap penguatan rupiah. Ketika dollar semakin banyak masuk lewat investasi langsung, rupiah akan diapresiasi dengan angka yang signifikan. Akibatnya, produk ekspor kita tidak kompetitif karena akan semakin mahal. Kalau semakin mahal, sektor industri dalam negeri akan menurun karena perdagangan luar negeri juga menurun. Kalau sektor riil menurun, PHK akan banyak terjadi.

“Tahun 1996 kita dapat predikat investment grade. Tahun 1997 kita mencatat investasi PMA terbesar. Tapi karena 26 Juli 1997 kita mulai terkena krisis, kita diserang dengan kurs rupiah. Perekonomian kita jeblok tidak karuan. Jadi bukan karena kebanjiran investasi atau kebanjiran dollar kita kolaps, tapi karena dihantam krisis,” jelasnya. tim

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…