Masalahnya Bukan Harga, Tapi Para Spekulan

Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Indonesia (APPI) Ngadiran menegaskan, adanya kebijakan pemerintah akan penyetaraan harga kebutuhan pokok  beberapa komoditas kebutuhan pokok di pasar modern tidak terlalu berdampak. Mengingat selama ini, masalahnya bukan di harga tapi di pasokan. “Kalau harga sebenarnya tidak ada masalah, tapi selama ini yang susah kan pasokan barangnya,” tegas Ngadiran kepada Neraca.

Secara hukum ekonomi saja, sambung Ngadiran, kalau barang langka harga jadi mahal, barang banyak harga bisa murah. Di pasar tradisional, bisa mahal karena memang  pasokannya terbatas.  Di pasar modern, biasanya barang ada saja, itu yang membuat masyarakat lebih memilih belanja di pasar modern. “Contoh gula, mayoritas gula kita impor, sementara ritel modern gampang saja dapat barang. Kalau pedagang pasar mah susah cari barang,” sambungnya.

Sudah bukan rahasia lagi, yang namanya barang kebutuhan pokok sudah banyak yang memainkan baik harga maupun pasokan. Jadi memang balik lagi, apa pun kebijakannya tetap ujung-ujungnya dimainin sama spekulan. “Kami apresiasi ada kebijakan pemerintah akan penyetaraan harga barang.  Tapi kami lebih sangat berharap kalau pemerintah bisa memberantas spekulan barang kebutuhan pokok yang sudah mengakar di negeri ini,” paparnya.

Karena apa, pasar modern milik swasta, sedangkan pasar tradisional milik pemerintah. Jadi bagaimana daerah bisa menghasilkan pajak tinggi dari pasar jika pasarnya sepi. Jadi kami meminta agar pemerintah mampu membuat kebijakan yang memang pro terhadap pedagang pasar. “Sekarang bagaimana daerah dapat pendapatan daerah tinggi kalau pasarnya sepi, kalau pasar modern kan milik swasta,” tuturnya.

Maka dari itu, langkah strategis pemerintah yang harus ditempuh adalah bagaimana bisa membumihanguskan spekulan, dan tentu membatasi pertumbuhan pasar modern di daerah-daerah. Karena jika izinnya terlalu dimudahkan, lama kelamaan pasar tradisional sepi peminat. “Pasar modern sudah banyak dimana-mana. Kalau terus dibiarkan pasar tradisional banyak yang tutup, terus daerah dapat hasil dari mana,” tandasnya.

Sementara itu, menurut Pengamat Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latief Adam, menilai bahwa penentuan Harga Eceran Tertinggi (HET) hanya menguntungkan para pengusaha besar. "Menurut saya, kebijakan penentuan HET tersebut hanya akan menguntungkan para pengusaha besar, demikian juga para pemilik pabrik besar yang berbahan baku impor," katanya.

Lebih lanjut,  Latief Adam menyebutkan  seperti gula ia mengatakan bahwa dalam menentukan kisaran harga acuan perlu ada keseimbangan antara pelaku usaha yang berproduksi besar dan kecil, serta bagaimana keuntungannya bagi para petani. "Kalau melihat kisaran harga acuan saat ini, saya kira petani tebu belum mendapatkan keuntungan apa-apa," ucapnya.

Sementara itu, di tingkat pedagang eceran di pasar kisaran harga jual Rp12.500/kg masih kurang menguntungkan. "Makanya pedagang masih menjual gula dengan harga yang cukup tinggi di pasar," ujarnya.

 

Memicu Penurunan

 

Sedangkan menurut , Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartriasto Lukito menegaskan kewajiban pemasangan spanduk harga komoditas bahan pangan pokok ini dimaksudkan agar dapat memicu penurunan harga yang sampai ke tangan konsumen baik di pasar modern atau di pasar tradisional. Kemendag mewajibkan harga tertinggi eceran untuk gula pasir dengan berbagai jenis yaitu Rp 12.500 perkilogram (Kg), Daging beku sebesar Rp 80.000 per Kg dan minyak goreng Rp 11.000 per liter.

Enggar menyatakan harga eceran tertinggi (HET) yang sudah ditetapkan pemerintah dalam realisasinya belum dapat dilaksanakan oleh pasar ritel ataupun di pasar rakyat. Bahkan harganya terkadang didapati jauh melebihi harga HET. Oleh karenanya untuk memastikan harga HET bisa diterapkan, Kemendag mulai mewajibkan kepada toko ritel modern untuk mengawali menjual bahan pangan pokok tersebut maksimal sesuai HET.

"Sampai saat ini harga masih belum sesuai seperti yang dibatasi yaitu minyak goreng curah Rp 11.547 (per liter) padahal kesepakatan Rp 10.500, minyak goreng kemasan sederhana Rp 11.000 per liter. Gula harga rata - rata masih Rp 13.766 dari kesepakatan Rp 12.500 (per Kg) itu harga rata rata," kata Enggar.

Dia memastikan jika pasar ritel modern sudah dapat menjual produk gula, minyak goreng dan daging di bawah HET, maka dipastikan secara berangsur-angsur harga produk tersebut di pasar tradisional akan mengikuti. Diakuinya selama ini sangat sulit mendorong penjual atau pengusaha untuk menurunkan harga produknya.

"Pasar ritel modern itu market leader, jika tinggi maka harga di pasar tradisional akan tinggi, ini sebenarnya dalam hukum dagang itu memang wajar. Tapi kita tekan di pasar modern agar harga di pasar rakyat turun," sambungnya.

Enggar juga memastikan jika kewajiban menurunkan harga jual produk pangan utama di pasar ritel modern tidak merugikan pengusaha. Semuanya masih dapat keuntungan yang wajar. Dia menekankan jika ketentuan harga HET telah diperhitungkan dengan matang setelah melakukan diskusi intens dengan para pengusaha dan distributor. "Tidak ada yang dirugikan, semua diuntungkan dengan ketetapan ini," sambungnya.

Jika setelah tanggal 10 April 2017 masih ada toko ritel modern menjual bahan pangan khususnya 3 komoditas tersebut di atas HET maka pihaknya akan memberikan surat teguran. Jika masih membandel tidak menutup kemungkinan izin usahanya akan ditutup.

"Batasan harga jual berlaku di seluruh toko ritel modern anggota Aprindo (Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia). Semua ada perjanjian dan wajib per tanggal 10 April jadi akan ada standing banner yang memuat harga. Kalau nggak memuat akan kita tegur, kalau masih menjual (lebih dari HET) itu patut diduga ada upaya kartel," ucapnya.

Pihaknya akan menggandeng Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) agar intervensi pemerintah dalam menjaga stabilitas harga pangan di Indonesia dapat diimplementasikan. Dia berharap seluruh ritel modern melaksanakan keputusan untuk menjual bahan pangan sesuai harga yang ditetapkan dengan tidak mengambil keuntungan yang diluar kewajaran. "Tolong dicari pasal supaya per toko didenda Rp 20 miliar, kalau masih jual harga di atas itu. Di sini ada KPPU," tukasnya. (agus)

 

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…