ESDM : Persoalan Blok Natuna Segera Selesai

 

 

NERACA

 

Jakarta - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengisyaratakan permasalahan terkait dengan Blok East Natuna akan segera selesai. "Maksimal 1 bulan lagi semua persoalan tersebut selesai," kata Arcandra di Jakarta Selatan, Kamis (20/4).

Namun Arcandra tidak ingin menjelaskan lebih detail permasalahan seperti apa yang menghambat dan bagaimana skema bagi kontraktor nantinya. Mantan Menteri ESDM tersebut juga membantah bahwa penandatanganan kontrak bagi hasil telah tercapai. "Bukan tanda tangan kontrak, itu tidak tepat, pokoknya sedang diupayakan agar pemerintah tidak mendapatkan hanya 0 persen," katanya.

Terkait dengan skema perpanjangan apakah "gross split" yang dipergunakan, Arcandra hanya memberi isyarat senyum. Namun, dia tidak ada penjelasan secara detail. Sebelumnya, Arcandra hanya memberikan informasi bahwa ada kabar baik mengenai percepatan Blok East Natuna. Akan tetapi, tidak diperjelas informasi kabar baik tersebut.

Informasi terakhir adalah komitmen untuk pengembangan Blok East Natuna sudah dinyatakan oleh ExxonMobil, tetapi belum dijelaskan apakah sudah penandatanganan kontrak bagi hasil (PSC). Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, Blok East Natuna mempunyai kandungan volume gas di tempat (Initial Gas in Place/IGIP) sebanyak 222 triliun kaki kubik (tcf), serta cadangan sebesar 46 tcf. Blok tersebut dikembangkan oleh Pertamina bersama ExxonMobil dan PTT Exploration and Production (PTTEP) di dalam satu konsorsium.

Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, ExxonMobil, yang merupakan bagian dari konsorsium yang akan menggarap East Natuna, mengatakan siap melakukan penandatanganan PSC produksi minyak terlebih dahulu. Ia bilang, langkah ini dianggap sama-sama menguntungkan pemerintah dan KKKS. "Untuk menguntungkan kedua belah pihak, mereka katanya akan mulai dengan yang ada minyaknya dulu, baru nanti yang ada gasnya. Seperti itu," jelas Luhut, beberapa waktu lalu.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja menyebut, penandatanganan kontrak bagi hasil produksi (Production Sharing Contract/PSC) Wilayah Kerja (WK) East Natuna diharapkan bisa terlaksana pada akhir tahun mendatang. Ini lebih lambat setahun lebih dibanding target awal yaitu bulan November 2016 silam.

Ia menjelaskan, banyak hal yang masih perlu dibahas sehingga penandatanganan mundur hingga tahun ini. Tahapan di dalam produksi migas, jelasnya, menjadi bahasan yang paling alot di dalam internal Kementerian ESDM. Pada awalnya, pemerintah ingin PSC dilakukan untuk produksi minyak terlebih dahulu dan dilanjutkan PSC untuk produksi gas setelah kajian teknis dan pemasaran (Technical and Market Review/TMR) selesai dilakukan. Pasalnya, gas dari East Natuna mengandung 72 persen karbondioksida, sehingga kemungkinan harganya bisa cukup tinggi.

Namun menurut Wiratmaja, ada kemungkinan dua PSC itu akan digabung menjadi satu kontrak pada akhir tahun mendatang. "Tadinya kami inginnya minyak dulu, tapi banyak hal yang harus dibahas jadi belum bisa dimulai. Ada pertimbangan (kedua PSC tersebut) digabung," ujar Wiratmaja. Lebih lanjut ia menjelaskan, bisa saja sistem PSC East Natuna menggunakan skema baru gross split jika aturannya keluar sebelum tenggat waktu pelaksanaan PSC. Apalagi, PSC East Natuna adalah kontrak baru, sehingga penerapan gross split sangat tepat untuk diterapkan.

Kendati demikian, ia tak menyebut besaran split dasar (based split) jika PSC East Natuna jadi menggunakan gross split. Di dalam draft PSC yang disusun pemerintah, sebelumnya split Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk produksi minyak dari blok East Natuna dipatok sebesar 40 persen dan gas ditetapkan 45 persen. "Nanti itu sedang kami bicarakan," ujarnya. Untuk itu, lanjutnya, ia berharap TMR dan penetapan fiscal terms bisa selesai tahun ini. "Tapi masalah kenapa PSC minyak dan gas akhirnya digabung, jawabannya bukan wewenang saya," tuturnya.

BERITA TERKAIT

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global NERACA Jakarta - Perekonomian Thailand diperkirakan akan tumbuh…

SIG Tingkatkan Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Menjadi 559 Ribu Ton

  NERACA  Jakarta – Isu perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK) telah menjadi perhatian dunia, dengan…

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta NERACA Jakarta - PT Rukun Raharja, Tbk (IDX: RAJA) telah mengumumkan…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global NERACA Jakarta - Perekonomian Thailand diperkirakan akan tumbuh…

SIG Tingkatkan Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Menjadi 559 Ribu Ton

  NERACA  Jakarta – Isu perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK) telah menjadi perhatian dunia, dengan…

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta NERACA Jakarta - PT Rukun Raharja, Tbk (IDX: RAJA) telah mengumumkan…