Korupsi Tekan Daya Saing

Menyimak rilis World Economic Forum (WEF) tentang Global Competitiveness Report 2016-2017 menyiratkan keprihatinan bagi negeri ini. Pasalnya, indeks daya asing Indonesia tahun ini tercatat berada di peringkat ke-41 dari 138 negara yang dinilai, lebih rendah  empat tingkat dibanding tahun lalu di posisi ke-37.

Kita tentu prihatin melihat posisi Indonesia kalah dibanding negara tetangga di Asia Tenggara, seperti Malaysia (25), Thailand (34) dan Singapura (2). Indonesia hanya unggul dari posisi Filipina (57), Vietnam (60), dan Laos (93). Kondisi ini harus jadi perhatian pemerintah, mengingat Indonesia sudah berada di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), dan tuntutan memiliki daya saing tinggi merupakan sebuah keharusan.

Berdasarkan data WEF, dari 16 faktor yang dinilai, ternyata korupsi merupakan faktor utama yang menyebabkan penurunan peringkat daya saing Indonesia. Dengan skor 11,8 korupsi menempati urutan pertama, disusul inefisiensi birokrasi pemerintah (9,3), keterbatasan infrastruktur (9,0), dan akses ke pendanaan (8,6). Selanjutnya inflasi (7,6), ketidakstabilan kebijakan (6,5), buruknya etos kerja buruh (6,3), tingkat pajak (6,1), tenaga kerja pintar yang terbatas (5,6), kebijakan pajak (4,8), regulasi valas (4,6), ketidakstabilan pemerintahan (4,1), buruknya kesehatan publik (4,0), keterbatasan inovasi (3,7), serta peraturan buruh yang ketat (3,7).

Artinya, korupsi sebagai faktor yang paling signifikan dalam penurunan daya saing, maka ini harus menjadi lampu kuning. Sebab, dipastikan korupsi juga memiliki dampak negatif terhadap faktor lainnya yang menentukan daya saing. Seperti faktor inefisiensi birokrasi dan keterbatasan infrastruktur sangat dipengaruhi variabel korupsi. Semakin parah korupsinya, akan semakin buruk pula inefisiensi birokrasi. Begitu pun ketersedian infrastruktur, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas tidak akan sesuai harapan bila korupsi marak di negeri ini.

Bagaimanapun, korupsi memiliki “daya rusak”yang luar biasa terhadap daya saing negara. Karena korupsi menyebabkan investasi berkurang, mendistorsi pasar, menghalangi persaingan usaha sehat, menciptakan inefisiensi dengan meningkatkan biaya untuk berusaha, dan memperlebar kesenjangan sosial ekonomi.

Munculnya sebuah kebijakan publik, sudah pasti tidak terlepas dari tarik-menarik kepentingan. Idealnya, tarik-menarik kepentingan tersebut adalah yang mewakili kepentingan rakyat. Namun kenyataannya, tidak semua pengambil kebijkan mengedepankan kepentingan rakyat. Mereka juga memiliki agenda sendiri yang bermain di arena public policy, di mana agendanya tidak jauh dari kepentingan pribadi untuk memperkaya diri sendiri. Karena itu, kalkulasi bisnis pun dijadikan dasar pengambilan lahirnya sebuah UU, PP maupun peraturan menteri, peraturan daerah (Perda).

Perilaku pejabat negara seperti ini sudah pasti mengorbankan kepentingan publik, sebab apa pun bentuknya kegiatan pencarian rente ekonomi (rent seeking) adalah kegiatan yang secara sosial tidak produktif, dan dalam konteks makro, aktivitas seperti itu mengakibatkan perekonomian negara menjadi tidak efisien.

Karena itu, dalam strategi pemberantasan korupsi, pemerintah pada dasarnya harus menjamin terlaksananya good governance. Tegaknya supremasi hukum hanyalah salahsatu dari prinsip-prinsip good governance. Sedangkan prinsip lainnya yang cukup penting adalah adanya partisipasi publik dan transparansi dalam setiap proses pembuatan kebijakan publik.

Untuk persoalan transparansi misalnya, hingga saat ini masih sedikit instansi pemerintah yang mempublikasikan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian /Lembaga (RKA-KL). Padahal, semestinya (RKA-KL) wajib dipublikasikan agar masyarakat bisa menilai dan mengawasi setiap rupiah dalam anggaran yang dialokasikan untuk program/kegiatan apa saja, termasuk dimana lokasi program/kegiatan itu dilaksanakan.

Begitupun dengan partisipasi masyarakat, selama ini sering dikesampingkan dalam proses  perumusan kebijakan publik, baik tingkat pusat maupun level daerah. Pada kenyataannya, masyarakat hanya dijadikan objek tanpa ada ruang terlibat dalam proses perumusan kebijakan tersebut. Apabila pemerintah bertekad menurunkan laju korupsi, maka faktor partisipasi masyarakat dan transparansi harus menjadi kunci strategis bagi lahirnya kebijakan publik. 

BERITA TERKAIT

Laju Pertumbuhan Kian Pesat

  Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu…

Kredibilitas RI

Pemilu Presiden 2024 telah berlangsung secara damai, dan menjadi tonggak penting yang tidak boleh diabaikan. Meski ada suara kecurangan dalam…

Pangan Strategis

Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Laju Pertumbuhan Kian Pesat

  Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu…

Kredibilitas RI

Pemilu Presiden 2024 telah berlangsung secara damai, dan menjadi tonggak penting yang tidak boleh diabaikan. Meski ada suara kecurangan dalam…

Pangan Strategis

Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak…