Ketika Tenaga Kerja Asing Melawan Hukum dan UU

Oleh: Rusdianto Samawa

Majelis Pemberdayaan Masyarakat PP Muhammadiyah

 

Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bahwa tenaga kerja adalah warga negara dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia. Di dalam UU tersebut, juga terdapat ketentuan bahwa setiap pengusaha dilarang memperkerjakan orang-orang asing tanpa izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk. Namun saat ini, masalah-masalah tenaga kerja tak menemukan solusi yang pas, dari sejak pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono hingga pemerintahan Jokowi – JK.

Pemerintah kali ini sering berkata bohong dan berjanji palsu. Pasalnya, di awal pemerintahan melakukan moratorium tenaga kerja Indonesia keluar negeri dengan menerapkan mekanisme menarik tenaga kerja Indonesia untuk pulang ke negara Indonesia dan daerah asalnya. Tetapi, di sisi lain, pemerintahan Jokowi justru membuat berbagai macam peraturan mulai dari rancangan revisi hingga mengeluarkan keputusan presiden tentang tenaga kerja asing yang diperbolehkan datang ke Indonesia.

Apalagi di tandai dengan kebijakan bebas visa bagi orang asing dan sementara memproteksi warga negara sendiri untuk bekerja di luar negeri. Maka hal ini menjadi masalah besar bagi pemerintahan Jokowi – JK. Belum lagi ada kongkalikong oleh para mafia pengurusan tenaga kerja Indonesia yang banyak membuat para warga negara sangat berbahaya berada di luar negeri dan dijadikan lahan bisnis. Seharusnya, hal ini selesaikan segera oleh pemerintah tanpa menunggu waktu lama dan membiarkannya.

Betapa keras tangisan warga negara, baik dalam negeri maupun ada di luar negeri beserta keluarganya atas kondisi perekonomian Indonesia yang kerap tak memberikan peluang sedikit pun terhadap warga negaranya sendiri untuk berusaha lebih baik. Di tengah kondisi tangisan keras dengan air mata yang semakin mengering itu, pemerintah kembali mengimpor, mengorganisir hingga membuat peraturan untuk para tenaga kerja ilegal maupun legal dari negeri tirai bambu yakni China.

Karena persoalan pokok ekonomi nasional saat ini, adalah bagaimana meningkatkan dan menstabilkan pertumbuhan ekonomi dan aspek pemerataan hasil pembangunan ekonomi, di tengah ekonomi global yang melambat. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan ekonomi yang dijalankan pemerintah suatu negara, memang ditunjukkan oleh korelasi antara implementasi kebijakan yang diterapkan dengan jumlah penduduk usia produktif yang masih menganggur di negara tersebut.

Pemerintah membiarkan masalah ini berlarut-larut, maka sama halnya pemerintah sendiri menyempitkan kesempatan lapangan kerja bagi warga negara Indonesia. bayangkan dalam kurun waktu tiga bulan, Indonesia di serang tenaga kerja Tiongkok - China sebesar 1,3 juta orang. Sangat fantastis, padahal warga negaranya sendiri membutuhkan kerja. Ironisnya, di tengah kondisi seperti itu, tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia semakin ramai dan pemerintah membiarkannya. Bahkan, nekat memakai visa pariwisata, tetapi tanam cabai dan masuk hutan. Kok pariwisata masuk hutan tanam jagung dan cabai. Maka, tentu kami merasa heran. Ditambah lagi dengan kebijakan pemerintah yang mendukung adanya tenaga kerja ilegal dan diberikan peluang secara sengaja.

Dengan berbagai alasan seluruh kantor Imigrasi kelas I, 2 dan 3 sangat banyak alasannya sehingga terkesan membiarkan mereka masuk. Seandainya imigrasi ketat dalam verifikasi semua hal dari luar negeri baik itu berupa barang maupun tenaga kerja maka mestinya mereka yang jumlah tenaga kerja ilegal yang banyak itu tidak bisa masuk ke wilayah negara Indonesia.

Padahal bentuk pelanggaran keimigrasian yang dilakukan warga asing itu sudah ada berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Seharusnya mereka segera di tertibkan sehingga bisa wilayah Indonesia bisa tenteram dan aman. Sudah banyak sekali warga China yang masuk tanpa paspor dan hanya modal nekat yang mengikuti teman, keluarga dan lainnya.

Ada banyak tempat mereka di sembunyikan dari aparat pemerintahan mulai dari pasar, perkebunan, mall-mall hingga apartemen mewah. Seharusnya pemerintah komitmen untuk merazia seluruh tempat-tempat tersebut sehingga tercipta rasa aman dan tenteram. Apalagi baru-baru ini terjadi di berbagai tempat seperti Bekasi, Cileungsi, Bogor, Serang dan lain sebagainya.

Walaupun pemerintah berkomitmen dengan negara lain tentang proses mendatangkan tenaga kerja asing. Namun tetap perhatikan Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia dan sebaiknya dipatuhi. Terdapat syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi sebelum mempekerjakan tenaga asing di Indonesia. Sederhananya, da¬lam pasal 102 Peraturan Perundang-undangan Tahun 2013 menyatakan dengan tegas bahwa: tenaga kerja asing yang boleh bekerja di Indonesia adalah tenaga ahli dan konsultan. Bukanlah tenaga kerja asing yang ada di mall-mall, apartemen, dan lain sebagainya.

Hukum perundang-undangan sudah menyebutkan bahwasanya TKA yang diizinkan bekerja di Indonesia hanyalah untuk mereka yang memiliki kompetisi atau keahlian khusus yang tidak dapat disediakan oleh pekerja lokal. Namun fakta di lapangan bisa kita lihat kebanyakan TKA ini mendapat porsi sebagai pekerja kasar bukan sebagai tim ahli di dalam proyek. Walaupun di dalam definisi pekerjaan di Kemenaker tercatat mereka bagian dari tim ahli. Pertanyaan besar bagi kita mengapa perusahaan dan investor asing tersebut lebih memilih memperkerjakan TKA di Indonesia dari negara asal mereka seperti cina. Padahal upah yang dikeluarkan bagi tenaga kerja Indonesia setara dengan upah mempekerjakan TKA untuk kelompok pekerjaan kasar. Mengapa mereka mau mengambil risiko penyalahgunaan perizinan dan menyelundupkan pekerja asal negeri mereka?.

Kendati demikian, realitasnya banyak terdapat tenaga kerja asing  non-teknis atau tanpa keahlian dapat bekerja di Indonesia, bahkan di antara mereka merupakan tenaga kerja asing yang tidak terdaftar atau ilegal. Atas kehadiran tenaga kerja asing ilegal dengan kualifikasi rendah itu (buruh kasar) tersebut, dapat kita pertanyakan bagaimana nasib tenaga kerja Indonesia yang selama ini membutuhkan lapangan kerja. Ini tentu menghawatirkan, mengingat pekerja lokal dengan kualifikasi demikian sangat banyak tersedia di Indonesia. bahkan kualitas tenaga kerja lokal melebihi kapasitas kemampuan tenaga kerja asing.

Kasus yang demikian telah sering terjadi, seperti kasus tenaga kerja asing asal China diperkerjakan di Pabrik Semen Manuri, Distrik Manokwari Selatan, 40 di antaranya dideportasi ke Negara asalnya, yaitu China, karena tidak memiliki izin kerja (RPJKA) dan izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTKA). Hal itu memicu konflik di masyarakat lokal Papua, sebab sampai pekerjaan kasar seperti buruh bangunan pun juga harus impor dari China.

Kasus serupa juga terjadi di Banten, 1 Agustus 2016 lalu. Polisi menangkap 70 buruh China ilegal yang terlibat dalam pembangunan pabrik semen di Pulo Ampel, Serang. Komposisi pekerja proyek tersebut adalah 30 persen dari lokal dan 70 persen asing. Bayaran yang mereka terima pun super besar dibanding buruh lokal. Tenaga kerja asing itu dibayar 15 juta per bulan, sedangkan tenaga lokal kita hanya di bayar 2 juta perbualan dengan rata-rata per hari Rp 80 ribu, dan tenaga kerja asing rata-rata Rp 500 ribu per hari.

Selain buruh kasar di lapangan, ada juga warga negara China yang diperkerjakan di dalam kantor dengan bayaran Rp 20 juta hingga Rp 25 juta per bulan. Lagi-lagi semua ini memperparah tingkat pengangguran di Indonesia. Pada tahun 2016 ini pengangguran di Indonesia mencapai 7,02 juta orang. Sejalan dengan itu, perekonomian rakyat Indonesia juga ikut merosot jauh, kegiatan ekspor berkurang, daya beli masyarakat menurun dan harga pasar menjadi tinggi. Untuk itu, pemerintah dan pengusaha dapat memperhatikan kembali hal-hal mendasar sebelum mempekerjakan tenaga Asing di Indonesia.

BERITA TERKAIT

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…

BERITA LAINNYA DI Opini

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…