Taksi Online Diatur, Konsumen 'Dikorbankan'

Kemelut taksi online dan taksi konvensional merebak di seluruh penjuru Indonesia. Persaingan antar keduanya yang membuat perselisihan diantara keduanya. Untuk itu, Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (KemenhubI telah menerapkan aturan mengenai taksi online.

 

NERACA

 

Aturan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Perhubungan (PM) Nomor 26 Tahun 2017 tentang Perubahan PM Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.

Menanggapi hal itu, Pengamat Telekomunikasi dan telematika, Teguh Sutikno mengatakan kisruhnya yang terjadi antara taksi online dan taksi konvensional karena ketidaksiapan regulator yaitu pemerintah dalam menyikapi kemajuan teknologi. “Disini karena pemerintah belum siap menghadapi kemajuan modernisasi tekhnologi. Adapun regulator yang menangani ini adalah Kementrian Telekomunikasi dan Informatika (Keminfo), dan tentu Kementrian Perhubungan yang punya domain untuk menyelesaikan ini.  Karena ini bicara teknologi dan moda transportasi, ” tegas dia saat berbincang dengan Neraca.

Ketidaksiapan yang dimaksud, menurut Teguh, dimana Keminfo belum punya tekhnologi atau server yang mampu mengakomodir adanya bisnis moda transportasi online. Sedangkan aturan yang keluar dari Kemenhub belum semuanya mengakomodir keduanya.”Wajar saja kisruh, transportasi online sulit untuk dibendung pertumbuhannya bak jamur di musim hujan. Karena bicara tekhnologi semuanya maya harus dilawan dengan tekhnologi lagi. Karena kalau manusia melawan tekhnologi ibarat manusia melawan hantu. Makanya jika user bisnis online punya server pemerintah wajib punya server atau tekhnologi diatasnya,” tambahnya.

Sedangkan, dari pihak Kemenhub hanya bisa membuat aturan pada penataan moda transportasi konvesnsionalnya, yang bersifat tekhnologi tidak bisa.”Sekarang kemenhub bikin aturan, tapi dalam transaksi online apa semua orang tahu, hanya penjual dan pembeli yang tahu. Kalau konsumen yang murah dibeli, penjual selama masih ada untung sedikit dilayanin. Itukan sudah menjadi hukum bisnis dibelahan dunia mana pun,” ujarnya.

Maka dari itu, butuh sinergi antara Kominfo dan Kemenhub untuk menyelesaikan permasalahan ini. Keminfo bertugas untuk mengakomodir tekhnologinya,  kemenhub di aturan moda transportasinya. Karena kalau tidak akan terus bermasalah. “Tekhnologi harus dilawan tekhnologi, kalau tidak akan terus jadi konflik,” paparnya.

Sedangkan menurut pengamat transportasi Ellen Tangkudung.Taksi online diberikan aturan ketat sama dengan taksi konvensional. Tetapi aturan serupa tak diberikan sama sekali ke angkutan ojek online. "Persaingan yang nggak setara itu terjadi dengan ojek. Dengan Go-Jek nggak komprehensif, sementara yang satu (mobil atau taksi online) sangat ketat. Ojek dari faktor keselamatan dibiarkan," katanya.

Menurut dia, dalam UU sudah jelas kalau motor bukan merupakan angkutan umum. "Kalau dikatakan setara, tidak setara. Itu aplikasi online yang tidak diatur," tambahnya. "Begitu juga dengan Go-Jek. Karena belum diatur, justru faktor keselamatan lebih rentan di sepeda motor," sambungnya.

Dia menyarankan agar pemerintah benar-benar memperhatikan keselamatan berkendara di jalan raya secara khusus angkutan umum. "Pemerintah belum setara dan komprehensif terhadap angkutan umum di jalan raya," tutur dia.

Atas aturan yang berlaku, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Pudji Hartanto menjelaskan, terdapat beberapa aturan yang mengalami masa transisi meskipun peraturan ini telah diterapkan. Kemenhub, kata dia, memberikan dua masa transisi yakni, dua bulan dan tiga bulan.  "Jadi aturan tersebut berlaku 1 April 2017 atau sejak diundangkan, tetapi ada beberapa materi yang  penerapannya mengalami masa transisi," ujar Pudji.

Pudji menuturkan, tujuan diberikannya masa transisi adalah untuk memberikan kesempatan kepada perusahaan taksi online untuk memenuhi semua aturan yang tercantum dalam PM 26.  "Atas itu semua tujuan revisi PM 32  dilaksanakan adalah dimana Pemerintah melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat secara keseluruhan. Sehingga diperlukan adanya masa transisi guna kebijakan tsb bisa diterima oleh semua lapisan masyarakat," jelas dia.

Dia pun berharap peraturan ini dapat diterima dengan baik. Selain itu, agar adanya kolaborasi lain antara taksi online dan konvensional seperti yang dilakukan Go-Jek dan Blue Bird.  "Hal lain diharapkan agar bisa saling kolaborasi. Dan masing-masing introspeksi untuk melakukan perbaikan terhadap pelayanan angkutan secara keseluruhan," tandasnya.

 

Kepentingan Konsumen

 

Sementara menurut  Pengamat Transportasi, Azas Tigor Nainggolan menilai ada unsur kepentingan lain dalam pemberlakuan Peraturan Menteri Nomor 32 tahun 2016 mengenai Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek. Menurutnya, pemerintah tidak mempertimbangkan kepentingan konsumen dalam pemberlakuan aturan tersebut.

"Iya, ini kan jadi simpang siur. Apa yang seharusnya diatur tidak diatur. Mereka bikin uji publik tapi yang diundang cuma pengusaha transportasi. Mana ada dia undang konsumen, nggak ada masyarakat pengguna hadir disitu. Ini kan sarat adanya kepentingan tertentu," ujar Tigor.

Tigor mengatakan pemerintah keliru dalam menilai PM Nomor 32 tahun 2016 membela kepentingan masyarakat. Justru, dengan adanya aturan tersebut masyarakat yang sebelumnya tidak masalah dengan tarif jadi tersingkirkan karena pemberlakuan tarif batas bawah dan tarif batas atas. "Karena masalah tarif tadi, masyarakat yang selama ini sudah bisa menikmati tarif yang murah, nyaman, bagus. Tapi sekarang dipaksa untuk naik ke atas, membayar lebih mahal," tuturnya.

Menurutnya dalam Permen 32 tidak ada pembelaan terhadap  masyarakat, toh selama ini masyarakat tidak keberatan dengan tarif taksi online.  Dan biarkan masyarakat yang memilih ini hanya persoalan  binis di moda transportasi. 

Untuk itu, Azas mengatakan pemerintah seharusnya tidak perlu mengatur masalah tarif. Pemerintah seharusnya mengatur standar pelayanan minimum (SPM), supaya bisa memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat. "Yang diatur itu SPM nya, bagaimana bikin masyarakat itu nyaman naik online. Kalau dia punya ketidaknyamanan sama taksi online yang dipesan, dia harus lapor ke siapa, apa tindakan lanjut, harus gimana. Ini yang seharusnya diatur. Bukan yang lain-lain," paparnya. (agus)

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…